Melimpahnya potensi sumber daya energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia harusnya mampu dioptimalkan oleh semua pihak untuk dapat mencapai tujuan bersama, yaitu net zero Emition (NZE) 2060.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, potensi energi terbarukan di Indonesia begitu banyak mengacu pada data terbaru Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Adapun potensi EBT yang dimiliki Indonesia mencapai 3.686 giga watt (GW). Potensi energi terbarukan yang dimiliki Indonesia ini berasal dari energi surya, air atau hidro, bioenergy, angin, panas bumi (geothermal), dan gelombang laut. Porsi terbanyak berasal dari energi surya yang potensinya mencapai 3.295 GW.
Baca Juga: Potensi EBT Indonesia Luar Biasa Besar, Sayang Belum Bisa Dioptimalkan, Ini Sebabnya
Fabby menyebut, jika berbicara potensi sumber daya energi terbarukan, Indonesia punya yang melimpah dan cukup terdisertifikasi beragam.
"Ada surya, ada angin, ada biomassa, ada panas bumi, yang mungkin di negara lain mereka enggak punya EBT selengkap kita," ujar Fabby saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Senin (1/8/2022).
Fabby mengatakan, hal tersebut menjadi penting seiring dengan target mencapai NZE, di mana Indonesia akan berpindah dari energi fosil ke EBT.
Salah satu strateginya untuk meningkatkan keamanan pasokan energi, maka diajukan diversifikasi sumber daya energi terbarukan, jadi tidak hanya mengandalkan satu EBT.
"Hanya karena PLTS punya sifat intermitensi atau output-nya bisa naik-turun sesuai dengan intensitas matahari, oleh karena itu kita juga butuh energi storage atau penyimpan energi. Salah satu potensi energi alami yang di Indonesia adalah pump hydro energy storage," ujarnya.
Menurutnya, jika melihat kondisi geografis yang dimiliki Indonesia, maka hampir seluruh Pulau Jawa, Sumatera, dan Bali mengonsumsi listrik paling besar dengan catatan 90 persen dari total konsumsi nasional.
Dengan kondisi geografis ketiga pulau tersebut, Fabby menilai mereka punya potensi pump hydro energy storage yang cukup.
"Jadi kalau di negara lain berbicara energy storage adalah baterai yang harganya mahal, kita bisa memanfaatkan potensi kontur tanah kita yang berbukit dan nyaris dekat dengan air (laut dan danau), itu memungkinkan kita memanfaatkan pump hydro energy storage," ungkapnya.
Fabby menjelaskan, konsep dari pump hydro energy storage pada saat pembangkit EBT seperti PLTS menghasilkan listrik, dia memompa air yang ada di bawah naik ke bendungan atau tempat yang lebih tinggi.
"Misalnya PLTS dipakai pada siang hari itu buat pompa, nanti pada saat malam hari atau pada saat kebutuhan listrik meningkat dan dibutuhkan air yang tadinya tersimpan di reserve gear itu bisa diubah menjadi energi listrik dengan menggunakan pembangkit hidro, kan ada perbedaan tinggi sehingga dia bisa menyediakan persediaan listrik praktis nyaris 24 jam," ucapnya.
Namun, ia menyayangkan dengan besarnya potensi EBT yang ada, tetapi belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Menurutnya, hal terpenting dalam pengembangan EBT bukan hanya diversifikasi, tetapi juga mengembangkan teknologi yang telah ada.
"Kalau kita mengembangkan itu nanti kita bisa lebih lanjut ke teknologi penyimpan energi yang lebih mahal, itu nanti setelah harganya turun. Jadi, kita bisa dalam 10 tahun ke depan memanfaatkan teknologi pump hydro energy storage untuk melengkapi pembangkit listrik kita yang intermiten seperti surya dan angin," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: