Kematian Brigadir J Jadi Isu Seksi, Pegiat Politik: Kandidat Capres hingga Pengacara Tunggangi Kasus Itu
Santernya pemberitaan mengenai kasus polisi tembak polisi yang mengakibatkan kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dinilai dimanfaatkan oleh beberapa pihak. Kasus itu belakangan menjadi panggung bagi para free rider (penunggang bebas) dengan berbagai isu seksi dan mengundang daya polemik berkekuatan tinggi penuh kontroversi.
Hal itu dijelakan oleh salah satu pegiat politik Mahendra Uttunggadewa. Menurutnya, pemberitaan Brigadir J tidak terjadi secara alamiah, tetapi ada yang sengaja memainkan dan memanfaatkannya. Mahendra menuturkan, sebetulnya peristiwa terbunuhnya Brigadir J merupakan perkara pidana biasa.
Baca Juga: Pengacara Brigadir J Tak Percaya Laporan Istri Ferdy Sambo, ""Untuk Apa Lagi Memidanakan Orang Mati"
"Aroma politik tercium keras dari adanya upaya trial by press yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif mengingat kasus polisi tembak polisi yang terjadi bukanlah kali pertama," kata Mahendra dalam siaran persnya, Selasa (2/8).
Pelaku sejarah Deklarasi Ciganjur ini mencontohkan, pada 25 Oktober 2021 lalu kasus polisi tembak polisi terjadi di Lombok Timur, NTB. Briptu HT, anggota Subbagian Humas Polres Lombok Timur, tewas bersimbah darah di sebuah perumahan usai ditembak Bripka MN yang merupakan anggota Polsek Wanasaba Lombok Timur.
"Namun, entah mengapa, peristiwa ini gaungnya tidak semeriah dan segegap gempita kasus polisi tembak polisi yang terjadi di rumah Irjen Ferdy Sambo," kata aktivis 98 itu.
Mahendra menilai kasus baku tembak antarpolisi kini digunakan oleh berbagai kalangan untuk melontarkan pandangan spekulatif untuk kepentingan sendiri. Setidaknya, kata Mahendra, ada tiga pihak yang ikut menungggangi kasus ini.
Pertama adalah para kandidat capres. Alasannya, tidak semua kandidat capres bisa dan cocok memanfaatkan Citayam Fashion Week (CFW) untuk mengerek popularitas pribadinya.
"Namun, kandidat capres tersebut punya stempel untuk menjadikan kasus polisi tembak polisi jadi panggung pencitraan politiknya," urai Mahendra.
Baca Juga: Ungkit Soal Orang Sekitar Irjen Ferdy Sambo, Pakar Hukum Cium Pemeriksaan "Gelap" Soal Brigadir J
Pihak kedua yang ikut menggoreng kasus ini adalah kelompok pengusung isu intoleransi. Targetnya adalah balas dendam karena banyak pimpinan mereka yang ditangkap.
"Mereka ikut menggebuki Polri seperti yang biasa mereka lakukan ketika mengobrak-abrik pedagang kecil makanan dan minuman di saat bulan puasa," katanya.
Kemudian, pihak ketiga adalah para pengacara yang ikut memanfaatkan kasus hukum ini dengan tampil membela kepentingan keluarga korban dengan berbagai argumen dan tuntutan hukum yang emosional dan serba pokrol bambu.
"Kasus kematian Brigadir J dijadikan momentum promosi gratis untuk mengiklankan kantor pengacara miliknya dengan memanfaatkan semua ruang media massa dan media sosial," ujar dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: