Ekonomi China Makin Lesu, Bos Huawei Ren Zhengfei Minta Perusahaan Tutup Lini Bisnis Tak Penting!
Raksasa telekomunikasi dan smartpone China, Huawei turut merasakan gejolak beratnya perekonomian. Alhasil, miliarder dan sang pendiri, Ren Zhengfei, mengatakan perusahaannya harus fokus pada kelangsungan hidup dan mengurangi lini bisnis yang tidak dapat menghasilkan keuntungan. Menurut pandangan Ren, ekonomi global tengah bersiap memasuki resesi selama dekade berikutnya.
Taipan berusia 78 tahun itu mengeluarkan peringatan keras dalam sebuah surat internal yang pertama kali dipublikasikan oleh outlet berita keuangan China Yicai. Sayangnya, Ren tidak merinci lini bisnis mana yang akan ditutup.
Miliarder berharta USD1 miliar (Rp14,8 triliun), menurut Forbes ini juga mendesak perusahaannya untuk menghentikan pengejaran skala yang lebih besar dan pertumbuhan pendapatan. Sebagai gantinya, mereka diminta fokus pada arus kas dan menghasilkan keuntungan.
Berdasarkan isi surat tersebut, Ren mengatakan konsumsi global akan turun dengan margin besar. Ia tidak melihat perubahan apa pun selama tiga hingga lima tahun ke depan karena dampak pandemi dan perang.
"Laba dan arus kas harus meningkat bahkan jika penjualan turun," tulis miliarder itu, mengutip Forbes di Jakarta, Kamis (25/8/22). "Saya mendorong orang untuk berjuang demi keuntungan, dan membiarkan dinginnya dirasakan oleh semua orang."
Awal bulan ini, Huawei melaporkan bahwa laba semester pertama anjlok 50% dari tahun lalu menjadi USD2,2 miliar (Rp32 triliun), sementara pendapatan turun 6% menjadi USD44 miliar (Rp95,2 triliun).
Perusahaan mengalami penurunan penjualan handset sebesar 25% dari tahun ke tahun, sementara pendapatan dari operator dan unit perangkat lunak perusahaan keduanya tumbuh.
Selain menghadapi sanksi AS sejak tahun 2019 yang membatasi akses perusahaan ke teknologi penting termasuk sistem operasi Google Android, Huawei kini bergulat dengan pasar ponsel pintar yang menyusut di China.
Pengiriman turun 14,7% menjadi 67,2 juta unit pada kuartal kedua, penurunan yang lebih tajam dari penurunan 8,7% yang terlihat di seluruh dunia, menurut IDC. Konsultan tersebut mengaitkan kelemahan ini dengan pembatasan terkait Covid-19 dan konsumsi yang lesu di China. Diperkirakan bahwa permintaan akan tetap berkurang di paruh kedua.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: