Raksasa Teknologi China Harus Banyak Bersabar, Musim Terburuk Mereka Kembali Datang!
Setelah China memberlakukan kebijakan "nol-Covid", serangkaian tindakan ketat termasuk lockdown dan pengujian massal untuk menahan virus. Kota-kota besar, termasuk Shanghai, dikunci selama beberapa minggu.
Ekonomi China akhirnya tumbuh hanya 0,4% pada kuartal kedua, dan itu berdampak pada kekuatan konsumen serta pengeluaran dari perusahaan di bidang-bidang seperti periklanan dan cloud computing.
Raksasa teknologi China kembali masuk ke masa-masa terburuk mereka lantaran perlambatan besar terjadi pada perekeonomian China yang dipicu oleh kebijakan ketat Beijing terhadap Covid.
Baca Juga: Memanas, Tentara Amerika dan India Ada di Himalaya, China Spontan Kasih Respons Ini
Pada kuartal kedua tahun ini, perusahaan e-commerce membukukan pertumbuhan pendapatan kuartalan year-on-year yang datar. Perusahaan media sosial dan game dilaporkan mengalami penurunan penjualan pertamanya dalam catatan.
Pemain e-commerce terbesar kedua di China juga membukukan pertumbuhan pendapatan paling lambat dalam sejarah, sementara pembuat kendaraan listrik membukukan kerugian yang lebih luas dari perkiraan serta panduan yang lemah.
Jika digabungkan, perusahaan-perusahaan ini memiliki kapitalisasi pasar lebih dari USD770 miliar (Rp11.446 triliun).
“Penjualan ritel menurun dari tahun ke tahun pada bulan April dan Mei karena kebangkitan Covid-19 di Shanghai dan kota-kota besar lainnya, dan perlahan-lahan pulih pada bulan Juni,” ujar CEO Alibaba, Daniel Zhang pada panggilan pendapatan perusahaan bulan ini, mengutip CNBC International di Jakarta, Selasa (30/8/22).
Jaringan logistik Alibaba di China juga terpengaruh, beberapa proyek cloud computing mereka bahkan tertunda.
Sementara itu, Tencent, pemilik aplikasi perpesanan WeChat dan salah satu perusahaan game terbesar di dunia, juga merasakan dampak dari kebijakan nol-Covid.
Pendapatan layanan fintech-nya tumbuh lebih lambat daripada kuartal sebelumnya karena lebih sedikit orang yang keluar dan menggunakan layanan pembayaran seluler WeChat Pay. Pendapatan iklan online perusahaan juga turun tajam karena perusahaan memperketat anggaran mereka.
Nasib baik terjadi pada JD.com di kuartal kedua karena mengendalikan banyak rantai pasokan dan inventaris logistiknya. Namun, mereka melihat kenaikan biaya untuk pemenuhan dan logistik dalam menghadapi penguncian.
Raksasa internet China menikmati ledakan selama pandemi ketika orang beralih ke layanan online seperti belanja dan game di tengah lockdown. Hal ini telah membuat perbandingan tahun-ke-tahun lebih sulit. Sekarang, ekonomi China menghadapi sejumlah tantangan tahun yang membuat lingkungan ekonomi makro semakin sulit.
Kini, sektor teknologi China terus bersaing dengan lingkungan peraturan yang jauh lebih ketat. Selama dua tahun terakhir, China telah memperkenalkan kebijakan yang lebih ketat di berbagai bidang mulai dari game hingga perlindungan data.
Dengan tingkat pertumbuhan yang turun lebih tajam dari tahun-tahun sebelumnya, investor berhati-hati dengan prospek mereka.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: