Jelang Pilpres 2024 Muncul Isu Saling Jegal, Pakar Kebijakan Publik Sebut Ini Contoh Kemerosotan Moral
Menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres 2024) sejumlah partai dan ketua umum partai mulai melakukan pergerakan. Sayangnya pergerakan itu kadang diikuti dengan cara jegal menjegal antara sesama politisi.
Contohnya adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan santer diisukan sebagai salah satu tokoh yang bakal bersinar di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, terbukti dari catatan elektabilitasnya yang selalu tinggi berdasarkan survei beberapa lembaga.
Namun, belakangan kabar menghebohkan dibeber Ketua Bappilu Partai Demokrat yang menyebut adanya upaya penjegalan Anies untuk maju sebagai calon presiden.
Andi membangun asumsi ini dari pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut, belum tentu sosok yang elektabilitas tinggi bisa maju di 2024. Sebab, kewenangan mengajukan capres-cawapres ada di partai politik.
Asumsi kemudian dikuatkan dengan klaim mendengar kabar adanya upaya untuk menjegal koalisi yang akan mencalonkan Anies. Hal itu dilakukan agar Anies tidak mendapatkan tiket untuk maju Pilpres.
"Saya mendengar ada upaya menjegal koalisi yang mencalonkan Anies. Anies tidak mendapat koalisi," tulisnya di Twitter @Andiarief_, Minggu (28/8/2022).
Baca Juga: Jadi Wakilnya Prabowo, Anies Baswedan Bisa Menangkan Pilpres 2024
Menanggapi fenomena ini Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute mengatakan hal ini adalah preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia.
“Jika ada politisi yang menganggap jegal menjegal itu adalah hanya sebuah permainan yang dianggap hal yang wajar maka hal tersebut memberikan kesan bahwa nasib bangsa ini dianggap sebuah permainan belaka. Ini berbahaya,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Warta Ekonomi, Selasa (30/08/22)/
Menurutnya, jegal menjegal dalam pergantian kepemimpinan ataupun wakil rakyat sama halnya dengan upaya untuk menjegal atau mengamputasi hak rakyat untuk memilih pemimpin yang mereka inginkan. Sama sekali tidak mencerminkan sebagai bentuk demokrasi yang sehat.
“Apalagi dengan adanya pemberlakuan Presidential Threshold 20% yang membatasi hak pilih rakyat membuat publik merasakan bagaimana nafsu para oligarki politik untuk berkuasa di negeri ini,” tambah Achmad.
Ia juga mengatakan, jika terus seperti ini ujung-ujungnya rakyat dipaksa untuk memilih calon-calon pemimpin yang tidak mereka kehendaki. Ini tentunya sangat memalukan. Yang jelas selama kultur berpolitik masih seperti ini membuat suram nasib bangsa ini kedepan.
“Seharusnya ada jiwa sportifitas yang mengedepankan kepentingan bangsa negara. Menjegal lawan politik adalah sebuah keangkuhan bahwa yang menjegal merasa lebih hebat dari yang dijegal,” terang Achmad.
Menurutnya, masyarakat bangsa ini harus mempunyai banyak alternatif pemimpin untuk dipilih karena hal ini adalah konsekuensi dari penerapan Demokrasi dan jangan setengah-setengah.
“Semakin banyak calon yang potensial harusnya membuat semua pihak bangga bahwa bangsa ini tidak kehabisan orang-orang hebat,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty