Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kemenkop-UKM Jaring Aspirasi Berbagai Pihak untuk Draf RUU Perkoperasian Baru

        Kemenkop-UKM Jaring Aspirasi Berbagai Pihak untuk Draf RUU Perkoperasian Baru Kredit Foto: Kemenkop-UKM
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop-UKM) menjaring masukan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian yang baru agar makin adaptif terhadap dinamika dan perkembangan zaman.

        "Saat ini, draf Naskah Akademis serta RUU Perkoperasian sedang dalam proses pembahasan untuk dilakukan finalisasi," kata Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Kemenkop-UKM Henra Saragih mewakili Sekretaris Kemenkop-UKM, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/9/2022).

        Baca Juga: Kemenkop-UKM Gandeng Dekranas Gelar Cerita Kriya, Dorong Pengembangan UMKM Daerah

        Ia mencontohkan, pengelolaan koperasi yang bertentangan dengan asas dan prinsip koperasi banyak terjadi akibat adanya celah kelemahan dalam peraturan perundangan yang ada yang kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok oknum yang menyelahgunakan koperasi.

        Di samping itu, ia menyadari bahwa UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sudah tidak dapat mengakomodasi cepatnya perkembangan serta dinamika perkoperasian khususnya dan di bidang ekonomi serta sosial umumnya.

        Sebelumnya, UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian telah terbit memperbaharui regulasi di bidang perkoperasian. Namun, UU tersebut dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah Konstitusi sehingga UU Nomor 25 Tahun 1992 dinyatakan berlaku kembali.

        Sejumlah pihak menilai UU 25/1992 sudah tidak mampu mengakomodasi dan mengatasi banyak permasalahan perkoperasian dewasa ini. Karenanya, pada awal 2022 ini Kemenkop-UKM kembali menyusun RUU Perkoperasian.

        Belajar dari pengalaman UU 17/2012 yang dibatalkan MK, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima mengingatkan, UU Perkoperasian yang baru ini harus dirumuskan secara tepat sesuai perkembangan dan dinamika yang ada. "Saat ini merupakan momen yang tepat untuk penyusunan UU Perkoperasian," kata Aria Bima, secara daring.

        Di depan para Kepala Dinas Koperasi dan UKM (provinsi dan kabupaten/kota), pelaku koperasi dan gerakan koperasi, serta akademisi, anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan itu menyebutkan beberapa hal krusial yang harus diperhatikan dalam penyusunan draf RUU Perkoperasian yang baru.

        "Pertama, terkait definisi koperasi. Koperasi adalah orang yang bersatu secara sukarela dan bersifat otonom untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Serta, berasaskan kekeluargaan dan gotong royong," kata Aria Bima.

        Lebih dari itu, kata Aria Bima, koperasi juga harus bisa ekspansif dalam dunia bisnis yang modern. "Definisi koperasi ini harus dirumuskan dengan tepat agar tidak terulang seperti UU 17/2012," kata Aria Bima.

        Hal krusial lainnya adalah terkait modal koperasi yang di dalamnya mencakup iuran pokok, modal anggota, penyertaan modal, pembagian SHU, hingga dana hibah. "Jangan sampai penyertaan modal justru untuk mengakuisisi koperasi tersebut," kata Aria Bima.

        Di samping itu, Aria Bima juga menyebut koperasi berbasis syariah yang harus diatur dalam UU. "Seperti apa batasan-batasan koperasi syariah. Karena, koperasi syariah sedang menjamur di kalangan masyarakat," kata Aria Bima.

        Terkait pengawasan koperasi, juga menjadi perhatian khusus Aria Bima. Dirinya tidak setuju jika pengawasan koperasi, khususnya KSP, dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Idealnya, harus membuat satu lembaga otoritas tersendiri untuk mengawasi KSP," kata Aria Bima.

        Baca Juga: Teten Minta Aset Koperasi Bermasalah Dikembalikan ke Nasabah, Bukan ke Negara

        Menurutnya, dengan pengawasan secara realtime terhadap KSP, serta mengatur arus simpan dan pinjam yang dilakukan koperasi, para anggota merasa aman berkoperasi. "Saya meyakini, saat ini, kepercayaan terhadap koperasi, khususnya KSP, masih terbilang tinggi," kata Aria Bima.

        Lebih dari itu, Aria Bima menyebutkan roh koperasi jangan diutak-atik. Menurut dia, koperasi bukanlah untuk menggali keuntungan, melainkan sebuah lembaga usaha untuk memenuhi kebutuhan bersama. "Yang perlu diingat, koperasi itu kumpulan orang-orang, bukan kumpulan uang," kata Aria Bima.

        Dasar koperasi juga adalah kerja sama antara kaum ekonomi lemah agar saling membantu untuk memperbaiki taraf hidup. Mencakup orang-orang yang punya kepentingan yang sama berhimpun dalam koperasi, serta atas dasar sukarela. "Ini menjadi roh dan harus diperhatikan dalam organisasi koperasi. Ada prinsip-prinsip koperasi yang harus dijaga dalam penyusunan UU Perkoperasian," kata Aria Bima.

        Sementara itu, anggota Tim Perumus RUU Perkoperasian Dr Suwandi menekankan bahwa UU Perkoperasian yang baru selain sebagai payung hukum, seyogianya juga kuat dan memberi ruang kreatif bagi tumbuhnya koperasi masa depan yang modern. "UU Perkoperasian harus kuat sesuai dengan visi koperasi ke depan yang moderen," kata Suwandi.

        Digitalisasi Koperasi

        Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah Ema Rachmawati berharap UU Perkoperasian yang baru harus tegas menjabarkan definisi koperasi. Sebab, di UU lama, antara koperasi primer dan sekunder tidak ada faktor pembedanya. "Perlu pembatasan, koperasi primer seperti apa, sekunder seperti apa," ujar Ema.

        Harapan lainnya, kata Ema, dari sisi pengawasan koperasi harus diperkuat, di mana jelas tergambar pengawasan internal dan eksternal, dan bagaimana melaksanakan pengawasan. Ema juga menggarisbawahi tentang skema pembiayaan koperasi yang harus diatur. Dicontohkannya, pembiayaan koperasi melalui LPDB-KUMKM untuk KSP dan koperasi sektor riil harus diubah. Karena, karakter dan tipe koperasi sektor riil berbeda dengan KSP.

        Ema menambahkan, UU Perkoperasian ini sejalan dengan UU Cipta Kerja. Jadi, terkait kemudahan, perlindungan, pemberdayaan koperasi, harus sama dengan pelaku UKM. "Di UU lama itu belum ada," ucap Ema.

        Digitalisasi koperasi juga menjadi hal yang dinilainya penting bagi pelaku koperasi. "Artinya, ini penting diatur dalam UU. Karena, koperasi harus mengikuti tren yang baru, yaitu digitalisasi. Modernisasi koperasi selama ini digaungkan, tapi indikator koperasi modern belum jelas, seperti apa tahapannya," kata Ema.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: