Tergiur Diskon, Negara-negara Asia Buru Minyak dari Rusia, Indonesia Apa Kabar?
Harga minyak mentah Rusia yang tengah diskon menjadi buruan banyak negara di Asia. Peristiwa ini terjadi di tengah harga energi global yang tercatat masih tinggi.
Minyak mentah dari negara Vladimir Putin diborong India. Sementara dari data pengapalan terbaru menunjukkan China juga semakin banyak membeli minyak dari Rusia.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Anjlok dan Harga BBM di SPBU Swasta Lebih Murah, Mengapa BBM Subsidi Malah Naik?
Meskipun jumlah ekspor minyak Rusia ke Uni Eropa telah turun sejak invasi Moskow ke Ukraina, tapi blok ekonomi tersebut masih membeli dalam jumlah signifikan yakni lebih dari satu juta barel per hari. Namun, Uni Eropa mengatakan mereka melarang semua impor melalui laut mulai Desember (sebagian besar minyak Rusia dikirim lewat laut dibandingkan jalur pipa).
Di sisi lain, India dan China justru menjadi pembeli terbesar minyak Rusia. Bahkan, kedua negara itu membeli lebih 50% dari semua kuota ekspor minyak lintas laut Rusia.
Pada Maret 2022 saja, jumlah impor minyak gabungan China-India dari Rusia melampaui jumlah impor ke 27 negara anggota Uni Eropa.
Jenis minyak Rusia yang dibeli India dikenal sebagai Ural (minyak mentah campuran yang biasa diekspor ke Eropa). Jumlahnya meningkat tajam awal tahun ini.
India mengimpor pula jenis minyak mentah Rusia yang disebut East Siberia Pasific Ocean (ESPO). Jumlahnya juga naik drastis, berdasarkan informasi dari data pengiriman kapal.
Sementara itu, China telah membeli Ural dan ESPO dalam jumlah besar sejak Maret. Pada awal Juli, China dilaporkan telah membeli jumlah terbesar selama dua bulan berturut-turut.
Sementara itu, Sri Lanka yang sedang menghadapi krisis ekonomi parah, memanfaatkan harga diskon dengan meminta tiga kali pengiriman minyak mentah dari Rusia. Rezim militer Myanmar baru-baru ini mengatakan mereka juga akan mulai mengimpor minyak mentah dari Rusia.
Sebaliknya, Jepang telah menyatakan bakal menghentikan impor dari Rusia secara bertahap. Impor minyak mentah Rusia ke Korea Selatan juga turun.
Setelah invasi ke Ukraina pada Februari, Rusia dihadapkan pada penurunan jumlah pembeli minyak mentah Ural. Sejumlah pemerintah dan perusahaan asing memutuskan menghindari produk energi dari Rusia, dan hal ini membuat harganya turun.
Pada satu titik di awal tahun, minyak mentah Rusia lebih murah US$30 per barel dibandingkan minyak mentah Brent (yang menjadi tolok ukur global).
Namun di samping itu, harga pasti minyak mentah yang dijual ke India belum diketahui harganya, namun potongan harga minyak mentah Rusia telah mencapai sekitar US$20 per barel. Padahal, jumlah impor minyak mentah dari Rusia ke India sempat turun tipis pada Juli lalu karena harganya kurang menarik dibandingkan minyak mentah dari Arab Saudi.
Pemerintah India mengatakan tetap membeli produk bahan bakar fosil dari Rusia, karena mereka harus mendapatkan minyak dari tempat yang paling murah.
Belum jelas pula apakah India atau China akan mengikuti rencana negara-negara G7 (Inggris, AS, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang) untuk membatasi minyak Rusia dalam upaya menghambat pemasukan Moskow dari ekspor energi.
Meskipun harganya menarik, perusahaan penyulingan besar di India kesulitan membiayai pembelian minyak mentah dari Rusia menyusul sanksi terhadap bank-bank negara itu.
Salah satu pilihan yang dipertimbangkan India adalah sistem transaksi berdasarkan mata uang lokal. Artinya, barang ekspor India ke Rusia akan dibayar dengan mata uang rubel, bukan dolar atau euro. Kemudian barang yang masuk ke India dibayar dengan mata uang rupee.
AS menyatakan keberatan terkait praktik ini, dengan mengatakan hal itu bisa "menguatkan rubel atau merusak sistem keuangan berbasis dolar."
Rusia juga dilaporkan meminta bayaran dari India dalam mata uang Uni Emirat Arab, meskipun perusahaan yang terlibat tidak mengonfirmasi laporan tersebut.
Adapun perusahan BUMN China semakin banyak menggunakan Yuan dibandingkan dolar AS untuk membiayai pembelian minyak dari luar negeri.
Impor minyak mentah dari AS ke India meningkat tajam pada akhir 2021 dan awal tahun ini, tapi kemudian turun lalu meningkat tipis.
Meskipun impor dari Rusia ke India mengalami peningkatan, India juga melakukan pembelian minyak mentah dalam jumlah besar dari negara-negara Timur Tengah, terutama Irak dan Arab Saudi.
China juga melanjutkan untuk membeli minyak dari Timur Tengah, Angola, dan Brazil. Namun, pada Juli, Rusia tetap menjadi pemasok utama selama tiga bulan berturut-turut.
Bagaimana dengan Indonesia?
Dalam unggahannya, sebelum kenaikan harga BBM bersubsidi, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, sempat menyinggung opsi pemerintah membeli minyak mentah dari Rusia.
"Saat ini teman-teman di sektor keuangan lagi ngitung-ngitung. Kita harus tegas, untuk tidak pro terhadap salah satu negara," kata Sandiaga dalam akun Instagramnya.
Dalam unggahan yang sama, Sandiaga juga mengatakan pemerintah memperhitungkan risiko sanksi dari Barat dan AS.
Opsi membeli minyak mentah dari Rusia juga sempat disampaikan anggota DPR Komisi VII, Syaikhul Islam.
"Kalau ada tawaran harga crude Rusia yang lebih murah 30%, kenapa tidak diambil? Dan kita berharap dengan adanya crude yang murah itu, tidak ada kenaikan BBM," kata Syaikhul dalam rapat kerja dengan Menteri ESDM, Arifin Tasrif, Rabu (24/8/2022).
Namun saat itu, Menteri Arifin Tasrif tidak menjawab secara rinci tentang pertanyaan mengenai opsi pembelian minyak dari Rusia.
Namun, sejumlah kalangan mengatakan terdapat risiko negatif ketika Indonesia memutuskan membeli minyak dari Rusia, seperti sanksi dari Barat dan Amerika Serikat. Hal ini nantinya akan berpengaruh terhadap hampir 11% ekspor Indonesia ke AS, seperti minyak sawit, dan kayu.
Pada 2021, minyak mentah yang menyokong Indonesia sebagian besar berasal dari Arab Saudi (4,42 juta ton), Nigeria (3,92 juta ton) dan Australia (1,41 juta ton), berdasarkan Badan Pusat Statistik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: