Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dugaan Pelecehan yang Dilakukan Brigadir J Kepada Putri Candrawathi Tidak Bisa Diselidiki Lagi, Ahli Hukum: Tertuduh Sudah Meninggal

        Dugaan Pelecehan yang Dilakukan Brigadir J Kepada Putri Candrawathi Tidak Bisa Diselidiki Lagi, Ahli Hukum: Tertuduh Sudah Meninggal Kredit Foto: Antara/ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Prof Romli Atmasasmita, Guru ilmu hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) mengatakan bahwa dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Putri Candrawathi tidak dapat diteruskan. 

        “Masalah pelecehan yang diduga dilakukan Brigadir J menurutnya sudah terhenti dengan sendirinya karena ketentuan Pasal 77 KUHP memastikan bahwa kewenangan menuntut pidana hapus jika tertuduh meninggal dunia,” ungkapnya seperti dilansir dari Republika, Senin (12/09/22).

        Sehingga ia menjelaskan tidak ada kepentingan hukum lain bagi peradilan terhadap Ferdy Sambo dkk hanya menemukan motif dari pembunuhan semata demi kepentingan terdakwa.

        Baca Juga: Spekulasi Putri Candrawathi Ikut Menembak Brigadir J? Refly Harun Sebut Masih Kurang Bukti

        Ia juga menjabarkan mengenai kemungkinan beban hukuman yang akan diberikan kepada Ferdy Sambo dan empat tersangka lainnya. 

        “Pernyataan Kapolri pada Selasa 9 Agustus 2022 telah menghentikan spekulasi awam dan ahli mengenai akhir dari perkara pembunuhan “polisi oleh polisi” yang meramaikan dinamika sosial di seantero Tanah Air”, ungkapnya.

        Ia mengatakan bahwa ketidakpastian hukum mengenai perkara tersebut berakhir setelah Kapolri menyatakan bahwa Ferdy Sambo memerintahkan Brigadir E untuk membunuh (alm) Brigadir J sehingga kronologi kasus ini menjadi lebih terang benderang dan sekaligus membantah dan menolak berita awal yang tersebar luas ke masyarakat. 

        “Masalah lain yang juga penting dari peristiwa ini adalah mengenai ancaman pidana mati dalam Pasal 340 KUHP yang merupakan ancaman pidana maksimal bagi Ferdy Sambo. Apakah sepatutnya Ferdy Sambo dipidana mati hanya karena  motivasi pelecehan terhadap istrinya, Putri Candrawathi terhadap Brigadir J (korban)?” katanya.  

        Baca Juga: Babak Baru Kasus Pembunuhan Brigadir J, Komnas HAM: Kami Sangat Yakin Telah Terjadi...

        Perubahan terkini mengenai hukuman mati menunjukkan bahwa sikap negara-negara di dunia terhadap penghapusan hukuman mati terbagi menjadi dua kelompok, yaitu negara abolisionis dan negara retensionis. 

        Negara abolisionis merupakan negara yang mendukung atau telah menerapkan penghapusan hukuman mati, sedangkan negara retensionis merupakan negara-negara yang menolak penghapusan hukuman mati atau masih menerapkan hukuman mati.  

        “Sampai saat ini Indonesia termasuk negara retensionis terhadap hukuman mati, dan hal ini tampak dari sikap Mahkamah Konstitusi dalam perkara Uji Material UU Narkotika,” ungkapnya.

        Pengaturan tentang pidana yang lebih maju telah dilakukan pemerintah dan DPR RI dalam pembahasan RUU KUHP 2019/2020 dimana pidana mati  telah diatur sebagai pidana alternatif bukan lagi menjadi pidana pokok, dalam arti hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun jika: 

        Baca Juga: Ternyata Begini Kronologi Peristiwa di Magelang, Bripka RR Lihat Susi Menangis dan Brigadir J yang Debat dengan Kuwat, Kenapa?

        a. terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki; 

        b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana tidak terlalu penting; atau 

        c. ada alasan yang meringankan.  

        “Penerapan pidana mati dalam hal tindak pidana khusus dan bersifat serius dan merupakan ancaman serta bahaya yang bersifat massal menghancurkan kehidupan bangsa dan negara  dilakukan oleh suatu organisasi kejahatan bersifat transnasional merupakan standar kepatutan dan perikemanusiaan yang layak dipertahankannya pidana mati,” ungkapnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

        Bagikan Artikel: