Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) pada hari Senin, 26 September 2022, menetapkan untuk menaikkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) bagi simpanan dalam Rupiah di Bank Umum dan Bank Perkrediatan Rakyat (BPR) masing-masing sebesar 25 bps, serta untuk simpanan dalam valuta asing (valas) di Bank Umum sebesar 50 bps.
Dengan demikian maka TBP Rupiah di Bank Umum menjadi sebesar 3,75 persen dan valas menjadi 0,75 persen. Kemudian TBP Rupiah di BPR menjadi 6,25 persen. TBP tersebut berlaku sejak tanggal 1 Oktober 2022 sampai dengan 31 Januari 2023.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan, ada beberapa pertimbangan yang mendasari kebijakan tersebut, antara lain, memberi ruang perbankan merespon kebijakan suku bunga bank sentral dengan menjaga kecukupan cakupan penjaminan dan tetap suportif bagi fungsi intermediasi perbankan.
"Kebijakan tersebut juga mempertimbangkan, transmisi kenaikan suku bunga acuan terhadap suku bunga simpanan di tengah likuiditas perbankan yang masih longgar, memperkuat sinergi kebijakan dengan otoritas lain dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi, dan cakupan penjaminan yang masih cukup stabil," ujarnya dalam Konferensi Pers Penetapan TBP, di Jakarta, Selasa (27/9/2022). Baca Juga: Dian Ediana Rae Ditetapkan sebagai Anggota Dewan Komisioner LPS Ex-Officio OJK
Nantinya, LPS secara berkelanjutan akan terus melakukan asesmen dan evaluasi terhadap perkembangan kondisi perekonomian dan perbankan yang signifikan serta berpotensi mempengaruhi penetapan.
Selanjutnya, sesuai dengan peraturan yang berlaku, bank wajib memberitahukan kepada nasabah penyimpan mengenai tingkat bunga penjaminan simpanan yang berlaku dengan menempatkan informasi dimaksud pada tempat yang mudah diketahui oleh nasabah penyimpan. Apabila nasabah penyimpan menerima hasil bunga melebihi Tingkat Bunga Penjaminan LPS, maka simpanan nasabah tidak memenuhi kriteria penjaminan LPS.
Kemudian, menjawab pertanyaan awak media yang hadir secara daring, terkait dengan kondisi likuiditas perbankan terkini, Purbaya mengatakan, walau GWM (Giro Wajib Minimum) dinaikkan, suku bunga naik, dan TBP juga naik, namun pihaknya melihat kondisi likuiditas dipengaruhi secara overall dari berbagai bauran kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan yakni, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan dan juga LPS.
“Indikator yang paling mudah adalah pertumbuhan M0 itu sekarang masih 32 persen, itu jauh di atas level saat kita mengalami kondisi di awal tahun 2020, dimana saat itu minus 14,4 persen. Jadi kondisi secara riil likuiditas perbankan kita secara keseluruhan itu amat baik,” jelasnya.
Adapun, fundamental kondisi perbankan yang relatif kuat ditunjukkan dengan rasio permodalan (KPMM) industri yang berada di level 24,83% dan rasio alat likuid (AL/NCD) di kisaran 117,99%.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: