Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pengaruh Literasi Keuangan dan Digital serta Kepercayaan dalam Adopsi Layanan Keuangan Digital

        Pengaruh Literasi Keuangan dan Digital serta Kepercayaan dalam Adopsi Layanan Keuangan Digital Kredit Foto: Ist
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dalam upayanya mencapai tujuan inklusi keuangan, negara-negara di Asia Tenggara mencakup Filipina, Malaysia, Indonesia, Vietnam, Singapura, dan Thailand kini tengah memanfaatkan pengembangan Digital Financial Services (DFS) atau layanan keuangan digital yang merupakan salah satu faktor yang memiliki potensi besar dalam mendukung inklusi keuangan. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan adopsi DFS di dalam berbagai sektor dan linis bisnis, mulai dari perusahaan hingga ke ranah investasi.

        Sebuah studi dari Tech For Good Institute (TFGI) mencatat bahwa dalam adopsi DFS, ada beberapa hambatan yang seringkali muncul, selain dari kesenjangan infrastruktur fisik dan digital serta budaya dan latar belakang masyarakat, faktor lain yang berpengaruh terhadap adopsi digital di enam wilayah di Asia Tenggara ini antara lain terkait dengan literasi digital, literasi keuangan, dan kepercayaan masyarakat sebagai konsumen terhadap penyedia DFS.

        "Tingkat kepercayaan konsumen di wilayah ini masih lebih banyak diberikan kepada bank dibandingkan dengan kepercayaan pada penyedia DFS. Di mana saat ini banyak pemain baru di bidang teknologi keuangan berusaha untuk mendapatkan kepercayaan konsumen," tutur Melissa Tan, Research Fellow Tech for Good Institute (TGFI) dalam acara webinar From Digital Adoption to Financial Inclusion: The Way Forward for Indonesia pada Selasa (4/10/2022).

        Baca Juga: Meski Ada Kekhawatiran Kebocoran Data dan Penipuan, Penggunaan Fintech Akan Terus Tumbuh

        Dalam hal ini, literasi digital pun diperlukan untuk mengakrabkan masyarakat terhadap DFS yang telah menghadirkan berbagai produk layanan keuangan secara digital. Di mana melalui literasi digital, masyarakat akan menjadi lebih terbantu dalam mengakses dan menggunakan semua layanan yang disediakan oleh DFS.

        Melalui keterampilan literasi digital, individu yang tidak memiliki akses pada layanan dari lembaga keuangan tradisional dapat menikmati dan mengakses layanan keuangan hanya dengan menggunakan perangkat seluler saja.

        Selain literasi digital, literasi keuangan pun tidak boleh dilupakan. Karena bagaimanapun literasi keuangan merupakan prediktor umum kepercayaan terhadap penyedia DFS.

        Terkait hal ini, Melissa menjelaskan, "tingkat kepercayan berbeda secara signifikan antara pengguna dan non-pengguna DFS. Kepercayaan pada penyedia positif memprediksi penggunaan e-wallet di Filipina, Singapura, dan Thailand, tetapi tidak di Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Dalam hal produk non-ewallet, kepercayaan pada penyedia DFS secara positif memprediksi pengunaan di Malaysia dan Singapura saja."

        Dalam hal ini, integritas dan komunikasi merupakan prediktor penting dari kepercayaan terhadap penyedia DFS, di mana juga adanya kecenderungan dari pihak konsumen untuk mempercayai teknologi atau menolaknya. Tidak hanya integritas dan komunikasi, kepercayaan terhadap penyedaia DFS juga dipengaruhi oleh kompetensi dan reputasi dari penyedia DFS tersebut.

        Untuk itu, dalam rangka membangun kepercayaan konsumen terhadap penyedia DFS, TGFI memberikan tiga rekomendasi utama. Yang pertama adalag terkait dengan usaha membangun kepercayaan yang sudah ada dan membingkai ulang pemahaman mengenai kepercayaan.

        Seperti misalnya, bagi pemerintah, kepercayaan merupakan pemberat untuk menyeimbangkan kebutuhan dalam mendorong inovasi dan memastikan stabilitas dalam sistem keuangan. Bagi bank, kepercayaan merupakan suatu hal penting untuk mempertahankan pelanggan. Oleh karena itu untuk penyedia DFS, mereka dapat mulai membangun kepercayaan konsumen dengan mulai masuk menanamkan layanan mereka di dalam kehidupan masyarakat.

        "Tingkat kepercayaan yang tinggi pada penyedia layanan keudangan merupakan suatu dasar yang kuat untuk mendorong agenda inklusi keuangan di berbagai wilayah, khususnya di enam negara Asia Tenggara."

        Yang kedua, lakukan investasi dalam literasi digital dan literasi keuangan dengan memberikan dukungan terhadap peningkatan literasi tersevut di kawasan target sehingga konsumen pun terdorong untuk memakai produk DFS dan tujuan inklusi keuangan pun dapat tercapai.

        Terakhir, berikan pertimbangan pada faktor demografi dan sosial ekonomi secara komprehensif karena hal tersebut dapat memengaruhi kedua pihak dalam berinteraksi. Dengan kebijakan yang efektif, maka dapat membuka peluang lebih banyak untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk melakukan adopsi DFS lebih baik lagi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Tri Nurdianti
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: