China Lakukan Riset Perang Rusia dan Ukraina, Taiwan: Mereka Coba Strategi Perang Hibrida
China tengah mengkaji peperangan antara Rusia dan Ukraina untuk mengembangkan strategi "perang hibrida", termasuk tekanan psikologis, melawan Taipei, kata Taiwan.
“Tahun ini, militer komunis telah mencontoh pengalaman perang Rusia-Ukraina untuk mengembangkan ‘perang hibrida’ melawan Taiwan dan memperkuat pelatihan tempur dan persiapan melawan musuh yang kuat,” kata Direktur Jenderal Biro Keamanan Nasional Taiwan Chen Ming-tong saat berbicara di parlemen Taiwan, Rabu (12/10/2022).
Baca Juga: Hobi Banget Ikut Campur, Elon Musk Bikin Pejabat China dan Taiwan Bentrok Tak Berkesudahan
Dia menjelaskan, setelah menggelar latihan militer berskala besar pada Agustus lalu, China memperluas “zona abu-abu” dan aktivitas hibridanya terhadap Taiwan.
Hal itu dilakukan terutama dengan mengerahkan pesawat nirawak (drone) ke pulau-pulau yang dikendalikan Taiwan di lepas pantai China serta ke zona identifikasi pertahanan udara Taiwan.
Taiwan mengatakan kampanye perang "zona abu-abu" China melibatkan taktik tidak teratur untuk melemahkan musuh tanpa menggunakan pertempuran terbuka. Misalnya dengan sering terbang ke zona pertahanan udara Taiwan dan memaksa angkatan udara Taiwan untuk berebut.
Selain itu, menurut Chen Ming-tong, China juga telah merilis gambar militer Taiwan secara daring untuk memfitnah dan menyerang pemerintah. Pernyataannya merujuk pada video yang beredar di media sosial China pada Agustus lalu.
Dalam video itu diperlihatkan pasukan Taiwan di pulau-pulau lepas pantai. China merekam video tersebut menggunakan drone.
“(Kegiatan ini) menyoroti bahwa komunis China telah meningkatkan perang kognitif mereka, aktivitas zona abu-abu dan metode hibrida lainnya, yang telah membangun bentuk baru ancaman terhadap keamanan nasional,” kata Chen.
Sebelumnya Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan, meski terlibat ketegangan cukup intens, perang antara Taiwan dan China sama sekali bukan pilihan. Dia kembali menawarkan kesediaannya untuk berdialog dengan Beijing.
“Saya ingin menjelaskan kepada pihak berwenang Beijing bahwa konfrontasi bersenjata sama sekali bukan pilihan bagi kedua pihak kita. Hanya dengan menghormati komitmen rakyat Taiwan terhadap kedaulatan, demokrasi, dan kebebasan kami, ada dasar untuk melanjutkan interaksi konstruktif di Selat Taiwan,” kata Tsai dalam pidato nasionalnya, Senin (10/10/2022).
Tsai mengaku menyesalkan ancaman dan aksi intimidatif China terhadap Taiwan yang kian meningkat. Menurutnya, hal itu jelas mengancam perdamaian di Selat Taiwan.
Dia pun mengatakan, China seharusnya tidak berpikir komitmen rakyat Taiwan terhadap demokrasi dan kebebasan dapat dinegosiasikan.
“Pada titik ini, kami tidak memiliki ruang untuk kompromi,” ujar Tsai.
Oleh sebab itu, Tsai akan tetap memprioritaskan penguatan pertahanan sebagai bentuk antisipasi menghadapi China. Tsai mengatakan, Taiwan akan menunjukkan kepada dunia bahwa mereka bertanggung jawab atas pertahanannya sendiri.
Pada 2-3 Agustus lalu, Ketua House of Representatives Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi mengunjungi Taiwan. Saat bertemu Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, Pelosi menegaskan dukungan Washington terhadap Taipei. Lawatan Pelosi tersebut memicu kemarahan China.
Menanggapi kunjungan Pelosi, Beijing menggelar latihan militer besar-besaran di Selat Taiwan pada 4-7 Agustus lalu. Dalam latihan itu, China mengerahkan seluruh armadanya, yakni udara, darat, dan laut. Beijing bahkan menguji peluncuran rudal balistik. Latihan tersebut tak pelak memanaskan tensi di Selat Taiwan.
China diketahui mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Namun Taiwan berulang kali menyatakan bahwa ia adalah negara merdeka dengan nama Republik China.
Taiwan selalu menyebut bahwa Beijing tidak pernah memerintahnya dan tak berhak berbicara atas namanya. Situasi itu membuat hubungan kedua belah pihak dibekap ketegangan dan berpeluang memicu konfrontasi.
AS, walaupun tak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan karena tunduk pada kebijakan "Satu China", tetap mendukung Taipei dalam menghadapi ancaman Negeri Tirai Bambu. Isu Taiwan menjadi salah satu faktor yang meruncingkan hubungan Beijing dengan Washington.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: