Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tahun Depan, Pemerintah Optimistis Pasar Properti dan Otomotif Tetap Digandrungi

        Tahun Depan, Pemerintah Optimistis Pasar Properti dan Otomotif Tetap Digandrungi Kredit Foto: Fajar Sulaiman
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Bank Indonesia (BI) mencatat kredit perbankan pada September 2022 tumbuh sebesar 11,00% (yoy), ditopang oleh peningkatan di seluruh jenis kredit dan seluruh sektor ekonomi. Meski demikian, kondisi ekonomi global dan domestik dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah. Pasalnya selepas pandemi Covid-19, dunia dihadapkan pada ketegangan geopolitik, krisis rantai pasok, inflasi tinggi, pengetatan kebijakan moneter, kenaikan suku bunga acuan, stagflasi dan ancaman resesi ekonomi.

        Di Indonesia sendiri, kita dihadapkan pada kenaikan BBM, inflasi yang meningkat, serta kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi 4,75%. Berbagai tantangan ini berpotensi akan menurunkan daya beli masyarakat, sehingga berimbas pada menurunnya kredit perbankan khususnya kredit konsumer dan melambatnya perekonomian.

        Menanggapi hal ini, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, meyakini sektor jasa keuangan dan ekonomi RI tetap tumbuh baik. Ekonomi triwulan II 2020 yang tumbuh 5,44% (yoy), surplus neraca perdagangan, dan APBN yang berperan sebagai shock absorber akan mampu meredam berbagai guncangan global tersebut. Baca Juga: Perkuat Pembangunan Ekonomi Biru Indonesia, Bappenas Luncurkan Panduan Penyusunan Pendanaan Biru

        "Tidak lupa keyakinan konsumen yang sudah cukup tinggi atau meningkat menjadi modal yang baik bagi pertumbuhan ekonomi kita, Mandiri Spending Index menunjukkan penguatan itu. Dan tentu saja dukungan di sektor jasa keuangan yang kuat. Sektor ini punya kontribusi yang besar bagi perekonomian, maka pemerintah bersama otoritas moneter terus menjaga agar kebijakannya dapat menjadi sebuah racikan yang mendukung dan memperkuat itu," ujar Yustinus dalam webinar Warta Ekonomi bertajuk "Consumer Banking Forum 2020: Menjawab Tantangan Kredit Konsumer" di Jakarta, Selasa (1/11/2022).

        Terkait daya beli masyarakat, menurutnya, konsumsi masyarakat adalah pilar utama perekonomian termasuk dalam hal ini kendaraan bermotor dan properti yang merupakan tiang penyangga. Oleh sebab itu, pemerintah bersama Bank Indonesia dan otoritas terkait telah menerbitkan berbagai kebijakan, fasilitas dan insentif yang mendukung agar kredit konsumsi/ konsumer dapat disalurkan dengan baik.

        "Kita optimistis karena survei perbankan BI menunjukkan triwulan III 2022 pertumbuhan SBT mampu menjaga level optimisme konsumen. kita juga optimis tahun depan pertumbuhan konsumsi properti akan bergeliat seiring meningkatnya daya beli masyarakat dan optimisme yang terbangun temasuk kendaraan bermotor sebagai sarana penting akrivitas masyarakat sekaligus bisnis," tukasnya.

        Dalam kesempatan yang sama, Division Head Consumer Lending Sales and Development BRI, Arie Wibowo mengatakan, ketidapastian ekonomi akan membuat banyak masyarakat untuk mmperhitungkan kembali membeli properti sebagai sarana investasi. Namun Dia optimis pertumbuhan KPR akan tetap kuat karena properti merupakan kebutuhan utama/ primary.

        "Peluang yang ada pada pembelian rumah pertama, kemudian landed house itu yang saya pikir bisa djadikan ruang pertumbuhan bagi developer, dan stakeholder perumahan. Pada saat pandemi pertumbuhan kami di kredit konsumernya bisa tumbuh double digit, harapannya pertumbuhan kami dapat terjaga di double digit di tahun ini," ucapnya.

        Untuk mengantisipasi penurunan daya beli akibat kenaikan suku bunga acuan, Dia berharap kepada regulator dan pemerintah untuk merelaksasi kebijakan restrukturisasi kredit terhadap wilayah yang masih terdampak penurunan ekonomi akibat Pandemi Covid-19.

        "Melanjutkan program penyediaan hunian layak untuk segala lapisan masyarakat melalui KPP Subsidi dan memperbanyak kuota untuk mengurangi backlog, dan memperpanjang kebijakan insentif PPN DTP untuk menaikkan animo masyarakat membeli properti," ucapnya.

        Senada, Direktur Konsumer Ritel dan Syariah Bank Jatim R. Arief Wicaksono, meyakini kredit konsumtif masih terbuka lebar. Pasalnya pasar konsumtif rumah tangga, kebutuhan akan belanja harian, pendidikan, hunian, kendaraan, dan ketersedian uang cash selalu ada.

        Apalagi BI melanjutkan pelonggaran ketentuan uang muka alias Down Payment (DP) kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor maupun kredit properti menjadi paling sedikit 0% (nol persen) yang berlaku per 1 Januari - 31 Desember 2023. Baca Juga: Imbas Suku Bunga Naik, Masyarakat Kesulitan Kredit Rumah?

        "Strategi Bank Jatim untuk penyaluran kredit konsumtif di 2023 diantaranya optimalisasi penyaluran kredit konsumtif dengan memanfaatkan Captive Market; Meningkatkan aktifitas pemasaran untuk penetrasi pasar yang dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak ketiga, program pemasaran dengan referral, multifinance, dan penggunaan sarana media digital; Penyempurnaan produk (diversifikasi) sesuai dengan kebutuhan pasar konsumtif saat ini; Struktur pricing yang bersaing dan diminati pasar konsumtif; Meningkatkan kerjasama ekosistem, dan Peningkatan Digitalisasi Proses Bisnis," jelasnya.

        Sementara itu, Direktur Sekuritisasi dan Pembiayaan SMF Heliantopo menuturkan, dalam ekosistem perumahan, SMF berperan menyediakan sumber pembiayaan kepada penyalur KPR. Adapun hingga September 2022, Penyaluran KPR komersil dari SMF telah mencapai Rp3,37 triliun.

        Lebih lanjut dia mengajak kepada seluruh stakeholder perumahanan untuk dapat bersinergi dan kolaborasi guna menghadapi tantangan dan peluang di segmen kredit konsumtif.

        Adapun saat ini rasio KPR terhadap PDB baru sebesar 3,2%. Angka ini masih kecil sekali bila dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang sudah mencapai 45,7 dan 42,9%. Kemudian backlog perumahan di Indonesia mencapai 12,7 juta dan 39% penduduk menghuni rumah tidak layak huni.

        "Dari situ kelihatannya kita peluang besar sekali jadi kebutuhan pemenuhan perumahan tinggi sekali. jadi perlu kolaborasi dari seluruh stakeholedr di bidang perumahan untuk mnyelesaikan bersama sehingga hasilnya lebih optimal," tandasnya. Baca Juga: 2023 Dihantui Krisis, Sektor Properti Tanah Air Diprediksi Tetap Eksis, Mengapa?

        Direktur Renstra, Tata Kelola Manajemen Risiko dan Kepatuhan BP Tapera, Sid Herdi Kusuma mengamini apa yang disampaikan SMF. Dia berharap dari kolaborasi tersebut dapat melahirkan pengembangan skema baru yang dapat memberikan alternatif pilihan kepada masyarakat agar dapat membeli rumah, inovasi baru dari pengembang dalam membangun perumahan.

        "Pemerintah dan BP Tapera berkomitmen menyediakan dana bantuan pembiayaan perumahan untuk membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah dengan suku bunga tetap dan tenor Panjang," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: