Cara Belajar Coding dengan Mindset yang Tepat ala CTO DANA Indonesia
CTO DANA Indonesia, Norman Sasono mengatakan bahwa kode yang dibuat sebuah startup yang masih di tahap awal, dan startup yang sudah menjadi unicorn sangatlah berbeda. Tingkat perbedaannya cukup signifikan karena kode yang dibuat startup unicorn harus sampai ke jutaan atau bahkan miliaran pengguna.
Norman menceritakan bahwa saat SMA, Norman belajar basic programming, turbo Pascal. Di Universitas Norman mempelajari fisika, bukan sains komputer. Di Fisika ia mempelajari koding. Tapi digunakan untuk MatLab, Wolfram, untuk analisis data dan modelling matematika saja. Norman, lalu mempelajari dotmap dan C#, master di CSS dan C+.
Baca Juga: Cara Menjadi Product Engineer dari Staff IT di Gojek, Gelar atau Skill Dulu?
Hari ini di DANA, perusahaan fintech itu menggunakan Java, Python, Kotlin for Android dan Swift for iOS. Norman mengatakan bahwa zaman dulu, belajar bahasa pemrograman hanya melalui buku, tak seperti sekarang yang berseliweran di internet. Jika saat uji coba di komputer ada bug, Norman mengatakan akan kesulitan untuk mencari penyebabnya.
Meski demikian, ia tidak menyerah dan semakin tertantang untuk mempelajari struktur data, metriks dan lain sebagainya.
Di DANA hari ini sudah dapat menampung kapasitas 700 transaksi per detik, oleh karena itu di DANA memiliki banyak sekali data center. Jadi jika data center 1 sedang di update, maka seluruh operasi akan dipindahkan ke data center lainnya.
Norman melanjutkan, kesalahan umum seseorang yang baru belajar programming adalah terlalu fokus untuk menguasai bahasa programming, framework, library, dsb. Padahal, yang dibutuhkan adalah problem solving.
Problem solving menggunakan algoritma, dari algoritma, baru gunakan library dan framework. Jadi, apapun bahasa pemrograman yang digunakan, apapun framework nya, bukan persoalan untuk menyelesaikan sebuah masalah.
"Tidak akan membantu jika hanya menguasai bahasa programming atau framework, karena mereka bersifat sementara, tapi algoritma, arsitektur, logika, mereka bertahan. Bahasa pemrograman dan framework hanya alat," cetus Norman.
Sebagai developer, alat hanyalah alat, tapi yang penting adalah logika, problem solving, dan algoritmanya. Untuk bahasa pemrograman, lebih baik kuasai satu bahasa saja, tetapi harus tetap terbuka dengan bahasa lainnya.
Lebih lanjut, Norman menjelaskan bahwa mindset yang dibutuhkan untuk memahami struktur pada dasarnya berbeda-beda. Seluruh kemampuan teknikal hanyalah batu lompatan untuk mencapai level yang lebih tinggi. Hal penting lainnya adalah harus mempertajam skill komunikasi agar bisa menyampaikan isi pikiranmu ke orang teknikal atau orang bisnis yang tidak paham programming.
Leadership juga diperlukan untuk membawa perubahan, memiliki visi dan aspirasi untuk mencapai itu. Bisnis juga harus dipahami agar aplikasi yang sudah dibuat tepat sasaran dan berkontribusi besar terhadap bisnis perusahaan.
"Level tertinggi tidak diberikan cuma-cuma, mereka harus menggapainya sendiri," ujar Norman.
Sebagai contoh, Norman pernah membuat gebrakan di perusahaan dan mendemonstrasikannya. Perusahaan pun menyukai ide Norman dan memberikan tanggung jawab yang lebih besar lagi kepadanya.
"Kamu bisa mengidentifikasi masalah perusahaan, lalu selesaikan dengan inovasi. Coba berikan inovasi itu ke manajer atau bos kamu," cetus Norman. "Kalau hal itu keren, kamu bisa dilirik manajer dan dapat promosi. Mindset itulah yang harus kalian punya."
"Nasihat saya untuk programmer, cobalah liat inspirasi dari dunia lainnya, seperti biologi, musik dan olahraga. Ambil apa yang mereka punya, dan aplikasikan ke duniamu," tutup Norman.
Video lengkapnya:
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami