Ketergantungan terhadap pinjaman alias hutang dari China, kian hari semakin meningkat ditengah kondisi resesi ekonomi yang banyak dialami oleh negara-negara dunia, khususnya Asia.
Banyak yang melihat utang China ini sebagai jebakan Beijing untuk menguasai atau setidaknya mempengaruhi tata kelola pemerintahan, ekonomi, kebijakan dan keamanan negara-negara yang berhutang kepada mereka.
Akan tetapi, tidak sedikit pemimpin negara-negara dunia khususnya di Asia berani meminjam pinjaman lunak dari China, dengan berbagai alasan.
Salah satunya Kamboja, negara yang tercatat memiliki hutang lebih dari dari $9 miliar pada tahun 2021 dan diperkirakan akan melewati $10 miliar pada akhir tahun 2022, dimana lebih dari 40 persen hutang Kamboja berasal dari pinjaman China.
Selain itu, China tetap menjadi sumber impor terbesar Kamboja yang menyumbang lebih dari 30% dari total impornya, sehingga membuat negara tersebut cukup rentan terhadap kebijakan utang China.
Hampir sebagian besar analis dalam negeri Kamboja telah memperingatkan tentang cara Beijing menciptakan ketergantungan jangka panjang untuk Kamboja, yakni dengan cara membiayai proyek infrastruktur besar di negara tersebut.
Mereka khawatir bahwa dukungan ini pada akhirnya dapat dimanfaatkan oleh China untuk memajukan kepentingannya di kawasan Asia Tenggara secara keseluruhan, termasuk Laut China Selatan.
Melihat hal ini, Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Pelajar Islam (DPP PII) mengingatkan negara-negara dunia khususnya Asia, terutama Indonesia, untuk mewaspadai maksud terselubung China, dengan memberi pinjaman lunak hutang ke negara-negara yang berada diwilayah strategis. ko
Wakil Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat Pelajar Islam Indonesia, Furqan Raka menyebut, hal ini dapat semakin memperburuk masalah di dalam ASEAN khususnya persoalan Laut China Selatan yang di klaim sepihak oleh China.
“Khususnya pelabuhan Kamboja yang sedang dikembangkan China, akan menjadi fasilitas yang akan membantu aktivitas Angkatan Laut Beijing di Laut China Selatan,” kata Furqan Raka kepada wartawan, Jum’at (25/11/2022).
Dari informasi yang telah beredar luas, diketahui ada sebuah perjanjian rahasia antara Kamboja dan Cina yang memungkinkan Tiongkok menggunakan beberapa fasilitas untuk keperluan militer.
Ke depan, negara Kamboja menjadi penempatan reguler atau transit berlabuhnya kapal angkatan laut Tiongkok, termasuk Angkatan Laut kedua (Penjaga Pantai Tiongkok), dan Angkatan Laut ketiga (Milisi Maritim).
“Ini akan memastikan basis penting bagi China di sembilan garis putus-putus pada batas Laut China Selatan, di mana Beijing berusaha untuk memiliki kontrol yang lebih besar,” ujar Furqan Raka.
DPP PII meminta negara-negara Asi khususnya Indonesi yang bersinggungan dengan Laut China Selatan, untuk memperketat oengawasan batas teritorial negara masing-masing, agar tidak di caplok atau di klaim Beijing.
Menulis untuk The Jakarta Post, seorang ahli dari Universitas Charles, Dr. Takashi Hosoda memperingatkan dunia bahwa lamgkah China mendirikan pangkalan angkatan laut di Kamboja, tentunya akan menimbulkan risiko keamanan besar bagi negara-negara lain di kawasan itu.
Modernisasi dan perluasan Pangkalan Angkatan Laut Ream akan memungkinkan Angkatan Laut Kerajaan Kamboja (RCN) untuk mengoperasikan kapal pembawa rudal anti-kapal dan pertahanan udara seperti kapal rudal Tipe 22 (kelas Houbei) China, korvet Tipe 056, dan fregat Tipe 054A yang juga milik Beijing.
“Liciknya, China juga membiayai proyek infrastruktur besar-besaran di Kamboja termasuk jalan, jembatan, pelabuhan laut, bandara, rel kereta api, dan bendungan pembangkit listrik tenaga air, sehingga negara tersebut semakin tersandera,” tutur Furqan Raka.
Proyek-proyek utama Kamboja yang saat ini sedang dilaksanakan melalui modal China termasuk pekerjaan di Bandara Internasional Dara Sakor dan proyek pelabuhan laut dalam di Kampot.
China juga tampaknya berperan dalam memburuknya hubungan Kamboja dengan negara lain secara bertahap. Penurunan yang terlihat, nyata terlihat dalam hubungan Kamboja dengan AS dalam beberapa tahun terakhir.
Hubungan bilateral Kamboja dengan AS mulai renggang setelah pembatalan latihan militer bersama “Angkor Sentinel” dan pembubaran Cambodia National Rescue Party (CNRP) pada 2017.
Kamboja juga asyik bersengketa dengan Vietnam atas perbatasan darat dan imigran etnis Vietnam di Kamboja. Rapuhnya hubungan bilateral Kamboja dengan demikian memberi Beijing lahan subur untuk meningkatkan pengaruh melalui perang proksi di wilayah tersebut.
Karena beberapa pilihan strategis yang dibuat oleh Kamboja secara historis, tidak mudah untuk mengurangi ketergantungan pada China dalam waktu dekat.
“Negara ini tampaknya tidak punya pilihan selain mengandalkan China untuk pembiayaan yang sangat penting untuk pembangunan ekonominya,” ungkap Furqan Raka.
“Dalam beberapa pertemuan dunia, pemerintah Kamboja selalu terlihat melawan dunia karena selalu membela China, kemungkinan gegara hutang mereka yang menumpuk dan ditumpuk oleh Beijing,” pungkas Furqan Raka.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: