Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dibongkar Pejabat Tinggi, Lebih dari 400 Pekerja Migran jadi Tumbal Piala Dunia Qatar

        Dibongkar Pejabat Tinggi, Lebih dari 400 Pekerja Migran jadi Tumbal Piala Dunia Qatar Kredit Foto: Reuters/John Sibley
        Warta Ekonomi, Doha -

        Pejabat tinggi Qatar yang mengurusi Piala Dunia 2022 mengatakan bahwa lebih dari 400 pekerja migran tewas dalam berbagai kecelakaan kerja dalam proyek mempersiapkan pesta sepak bola internasional itu.

        Jumlah tersebut lebih tinggi dari keterangan penyelenggara sebelumnya. Ini menjadi pengakuan pertama yang pernah disampaikan Pemerintah Qatar.

        Baca Juga: Tentara Israel yang Menyusup ke Qatar Akhirnya Lari Usai Penyamaran Terkuak

        Seperti dilansir Associated Press, kemarin, Sekretaris Jenderal Komite Tertinggi Qatar untuk Pengiriman dan Warisan, Hassan al-Thawadi, melakukan wawancara eksklusif dengan jurnalis Inggris, Piers Morgan.

        Dalam wawancara yang sebagian diposting Morgan secara online, jurnalis Inggris itu bertanya kepada al-Thawadi, “Menurut Anda, berapa jumlah total yang jujur dan realistis tentang pekerja migran yang meninggal karena pekerjaan yang mereka lakukan untuk Piala Dunia?”

        “Perkiraannya sekitar 400, antara 400 dan 500. Saya tidak punya angka pastinya,” jawab al-Thawadi.

        Angka itu belum pernah disampaikan ke publik. Laporan dari Komite Tertinggi sejak 2014 hingga akhir 2021, hanya mencakup jumlah kematian pekerja yang terlibat dalam pembangunan dan perbaikan stadion, lokasi pertandingan Piala Dunia.

        Angka-angka yang dirilis tersebut menyebutkan, jumlah total kematian adalah 40. Itu termasuk 37 orang di antaranya yang diklaim warga Qatar meninggal karena insiden non-kerja, seperti serangan jantung dan tiga dari insiden di tempat kerja. Satu laporan secara terpisah mencantumkan kematian pekerja akibat virus Corona di tengah pandemi.

        Para aktivis telah meminta Doha untuk berbuat lebih banyak, guna memastikan pekerja menerima gaji mereka tepat waktu dan dilindungi dari majikan yang kejam.

        Mustafa Qadri, Direktur Eksekutif Equidem Research, sebuah konsultan tenaga kerja yang telah menerbitkan laporan tentang jumlah korban pekerja migran konstruksi, mengaku terkejut dengan pernyataan al-Thawadi.

        “Baginya sekarang untuk datang dan mengatakan ada ratusan, itu mengejutkan. Mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi,” kata Qadri.

        Pernyataan Thawadi itu memicu kecaman baru dari kelompok-kelompok aktivis HAM. “Selama satu dekade terakhir, ribuan pekerja pulang ke rumah dalam peti, tanpa diberikan penjelasan kepada orang-orang tercinta mereka,” sebut Steve Cockburn dari Amnesty International, dilansir AFP.

        “Panas ekstrem dan kondisi kerja yang melelahkan di Qatar kemungkinan berkontribusi pada ratusan kematian. Tapi tidak dilakukan penyelidikan penuh, sehingga skala sebenarnya atas kematian itu, tidak akan pernah diketahui,” imbuhnya.

        Baca Juga: Kritik Keras Hujam Qatar, Al Qaeda: Kami Serukan Saudara Muslim Jangan Ikuti Piala Dunia

        Komite penyelenggara menyebut, jawaban Thawadi itu merujuk pada statistik nasional selama periode 2014-2020 untuk semua kematian terkait pekerjaan di Qatar yang mencakup semua sektor dan kewarganegaraan. Data tersebut, tepatnya ada 414 pekerja yang tewas selama periode delapan tahun.

        Pekerja migran mencapai lebih dari 2,5 juta orang, dari total 2,9 juta jiwa populasi Qatar. Kondisi tenaga kerja di negara itu menuai kritikan keras --terutama pada proyek-proyek konstruksi besar yang mengubah negara Teluk kecil dalam satu  dekade.

        Di bawah tekanan serikat pekerja internasional, Qatar telah melakukan reformasi yang menuai pujian. Sejak 2010, negara tersebut telah mengambil beberapa langkah untuk merombak praktik ketenagakerjaan.

        Itu termasuk menghilangkan sistem ketenagakerjaan kafala, yang mengikat pekerja dengan majikan mereka. Majikanlah yang menentukan apakah pekerja dapat meninggalkan pekerjaan mereka atau bahkan negara.

        Qatar juga telah mengadopsi upah bulanan minimum 1.000 riyal Qatar atau sekitar Rp 4,3 juta untuk pekerja dan tunjangan makanan dan perumahan yang diperlukan bagi karyawan. Qatar juga telah memperbarui aturan keselamatan pekerjanya untuk mencegah kematian.

         “Satu kematian adalah kematian yang terlalu banyak. Polos dan sederhana,” tambah al-Thawadi dalam wawancara.

        Qatar juga membatasi jam kerja di luar ruangan saat cuaca panas ekstrem melanda.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: