Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Heboh Iptu Umbaran, AJI dan LBH Pers Desak Pemerintah Hentikan Cara Kotor Susupkan Intel ke Institusi Pers

        Heboh Iptu Umbaran, AJI dan LBH Pers Desak Pemerintah Hentikan Cara Kotor Susupkan Intel ke Institusi Pers Kredit Foto: Suara.com
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Baru-baru ini, publik dihebohkan dengan pengangkatan Iptu Umbaran Wibowo sebagai Kapolsek Kradenan, Polres Blora, Jawa Tengah. 

        Padahal, selama 14 tahun, Iptu Umbaran dikenal berkarir sebagai jurnalis. Usut punya usut ternyata Umbaran diketahui menyamar sebagai kontributor TV di Televisi Nasional Republik Indonesia (TVRI) pekerjaan aslinya merupakan intel polisi.

        Menanggapi fenomena ini, Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) menilai praktek tersebut  merupakan tindak memata-matai yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pers Indonesia. 

        “Penyusupan anggota Polri ke dalam institusi pers juga menyalahi aturan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Pers. Pasal 6 Undang-Undang Pers menyebutkan, pers nasional memiliki peranan untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Oleh sebab itu, kepolisian jelas telah menempuh cara-cara kotor dan tidak memperhatikan kepentingan umum dan mengabaikan hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang tepat, akurat dan benar,” ungkap perwakilan AJI dalam pernyataan tertulis mereka, Kamis (15/12/22). 

        “Selain itu, pers memiliki imunitas dan hak atas kemerdekaan dalam melakukan kerja-kerjanya. Dengan menyusupkan polisi pada media, Kepolisian juga telah mengabaikan hak atas kemerdekaan pers. Penyusupan ini juga bertentangan dengan Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berbunyi "Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap", tambagnya.

        Dalam kasus ini, AJI menilai Iptu Umbaran dan Polri jelas telah menyalahgunakan profesi wartawan untuk mengambil keuntungan atas informasi yang diperoleh saat bertugas menjadi wartawan.

        Organisasi pers serta media juga seharusnya dapat berperan aktif dalam menelusuri latar belakang wartawan. Hal ini akan berdampak pada kredibilitas organisasi maupun media yang bersangkutan dalam mengemban tugasnya sebagai wadah pers karena tidak mampu menjamin profesi pers yang terbebas dari potensi intervensi aktor-aktor negara. 

        Lolosnya anggota kepolisian sebagai wartawan yang tersertifikasi dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi pers dan kerja-kerja pers secara umum. 

        Berdasarkan hal-hal tersebut, AJI Indonesia dan LBH Pers mendesak:

        1. Mendesak pemerintah khususnya Polri untuk menghentikan cara-cara kotor seperti menyusupkan anggota intelijen ke institusi media yang dapat mengganggu kinerja pers dan menimbulkan ketidakpercayaan publik. 

        2. Mendesak Dewan Pers untuk menyelidiki kasus ini hingga tuntas dan memberikan sanksi kepada Iptu Umbaran yang telah melanggar Kode Etik Jurnalistik. Dewan Pers juga perlu memperbaiki mekanisme Uji Kompetensi Wartawan agar peristiwa serupa tidak terulang pada masa mendatang.

        3. Mendorong Dewan Pers untuk memastikan aparat keamanan lain seperti TNI dan badan intelijen lainnya tidak melakukan cara-cara kotor seperti yang dilakukan Polri.

        4. Mendorong organisasi pers untuk lebih aktif menelusuri latar belakang anggota dan melakukan verifikasi yang lebih komprehensif, kredibel terhadap anggotanya untuk mencegah penyusupan pihak-pihak yang dapat merugikan pers Indonesia.

        5. Mendorong perusahaan media untuk melakukan seleksi yang lebih ketat dengan memperhatikan latar belakang wartawan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
        Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

        Bagikan Artikel: