Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kinerja Keseluruhan Startup Indonesia Masih Moncer

        Kinerja Keseluruhan Startup Indonesia Masih Moncer Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Kinerja produk digital di Indonesia tahun 2022 sama sekali tidak menunjukkan fundamental bisnis digital yang buruk, apalagi melemahnya permintaan masyarakat. 

        Demikian dikatakan Danrivanto Budhijanto, Associate Profesor Hukum Teknologi Informasi Universitas Padjajaran, saat dimintai pendapatnya terkait intensnya rasionalisasi yang dilakukan startup Indonesia sepanjang tahun 2022. 

        Baca Juga: 12 Startup Terpilih Dalam EFF 2022, Teten Masduki: UMKM Butuh Bantuan Aplikasi Digital

        "Kita harus jeli melihat, yang terjadi bukan kinerja produk digitalnya menurun, bukan startup-nya yang turun. Tapi sedang ada penyesuaian dari sisi bisnis, terutama investor itu sedang menyesuaikan kembali modal yang mereka miliki. Mereka tidak menumpuk semuanya di startup, tapi ditarik dulu untuk ditempatkan ke bidang yang tengah menguntungkan dahulu," kata Danrivanto dalam keterangan resminya, Rabu (21/12/2022). 

        Pernyataan tersebut sesuai dengan data terbaru dari Startup Ranking, yang menunjukkan Indonesia masih menjadi negara di Asia Tenggara dengan jumlah startup terbanyak dalam beberapa tahun terakhir ini. 

        Pada 2022, terdapat 2.305 startup atau dua kali lipat lebih dari posisi ranking dua yakni Singapura dengan 989 perusahaan. 

        Selain secara kuantitas, data kualitatif dari Google, Temasek, serta Bain Company juga menunjukkan bahwa 42% dari injeksi modal investor tersebut juga disalurkan ke perusahaan-perusahaan startup asal Indonesia. 

        Baca Juga: Di Balik Dalih Alasan PHK di Startup, Ada Tiga Alasan Utama Sebenarnya

        Danrivanto mengungkapkan kebutuhan masyarakat Indonesia pada startup sudah meningkat atau sudah bukan lagi tren atau prestise sosial sesaat. Interaksi masyarakat yang demikian tinggi pada produk digital telah menciptakan budaya hidup baru.

        "Maka dari itu, kalau konteksnya PT Telkom sebagai BUMN teknologi informasi komunikasi, saya pribadi menilai produk digital itu sudah harus terus dikembangkan. Posisi direksi terkaitnya jadi sangat strategis, harus menjadi bagian dari decision maker utama di perusahaan," ujar Komisioner BRTI 2009-2019 tersebut. 

        Menurutnya, posisi strategi situ diperlukan karena Telkom sebagai perusahaan pelat merah, sejak dulu hingga sekarang tak sekedar dibebani menjadi mesin pencetak dividen bagi negara. Tapi simultan juga menjadi motor pembangunan perubah keadaan di masyarakat. 

        Situasi dan kondisi mutakhir memang membuka ruang yang luas produk digital termasuk dari PT Telkom. Dengan angka penetrasi internet Asia Tenggara diperkirakan sudah mencapai 75 persen dari populasi kurang lebih 655 juta jiwa pada 2021 lalu, maka riset Google menyebut 7 dari 10 pengguna baru internet di kawasan ini juga bakal terus bertransaksi melalui internet, apalagi setelah pandemi usai.

        Baca Juga: Kementerian ESDM: Program REBED Bisa Jadi Kesempatan untuk Startup Berkarya

        Selain itu, sepanjang 2021, ada empat unicorn baru yakni J&T Express, OnlinePajak, Ajaib, dan Xendit. Oleh karena itu, Indonesia tercatat sedikinya memiliki delapan unicorn, ditambah Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, dan OVO. Unicorn merupakan sebutan bagi startup dengan valuasi di atas US$1 miliar.

        Adapun, Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB, Dimitri Mahayana, mengatakan sekalipun peluang produk digital sangat luas, namun PT Telkom tetap harus fokus memberikan layanan dasarnya yakni telekomunikasi, dengan sebaik-baiknya. 

        "Saya pribadi cenderung strateginya Telkom adalah makin fokus pada layanan dasar mereka sambil tetap touch in pada produk digital. Jangan tidak fokus layanan inti lalu shifting seluruhnya pada layanan digital karena strategi ini sangat berisiko," katanya kepada wartawan melalui sambungan telepon seluler.

        Baca Juga: Bantu Pelaku IKM Terhubung dengan Tech Startup

        Dia menambahkan, berdasarkan penelahaan dan pengalaman pribadinya, produk digital yang sukses lahir dari perusahaan privat yang demikian luwes, lincah, dan oportunis menangkap pasarnya. Sementara BUMN sebagai perusahaan negara tidak bisa seadaptif itu. 

        "Sehingga diperlukan metode yang seimbang di dalamnya. Yakni menjadi perusahaan negara yang taat aturan tapi sekaligus lincah bergerak," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Ayu Almas

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: