Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Prank Buruh Lewat Perppu Cipta Kerja, Jokowi Sampai Digeruduk Massa: Dia Harus Diperiksa...

        Prank Buruh Lewat Perppu Cipta Kerja, Jokowi Sampai Digeruduk Massa: Dia Harus Diperiksa... Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Aliansi Aksi Sejuta Buruh mendesak Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk menarik  kembali Perppu Cipta Kerja.

        Hal tersebut dianggap perlu dilakukan karena aturan itu terkesan ugal-ugalan serta tak menyelesaikan masalah apapun.

        Baca Juga: Isu Elitenya Akan Didepak Jokowi Kian Santer, NasDem Jadi Penasaran Siapa Dalang Wacana Reshuffle

        Bahkan hal tersebut membuat massa buruh menilai bahwa Jokowi harus diperiksa karena berani menerbitkan perppu yang melanggar konstitusi.

        "Kami mendesak Presiden Jokowi menarik perppu itu serta membuat perppu baru untuk mencabut UU Cipta Kerja karena sesat," kata Rudi HB Daman, Ketua Gabungan Serikat Buruh Indonesia yang menjadi juru bicara massa aksi di depan gedung DPR RI, Kamis (5/1/2023).

        Selain itu, kata Rudi, massa aksi juga mendesak DPR menolak perppu tersebut agar tidak disahkan menjadi undang-undang.

        "DPR seharusnya bersidang menggunakan hak angket untuk memeriksa Jokowi atas terbitnya perppu yang melanggar konstitusi," tegas Rudi.

        AASB juga menyerukan kepada seluruh kaum buruh Indonesia, akademisi, praktisi demokrasi serta seluruh rakyat untuk bersatu melawan Perppu No 2/2022.

        Rudi mengatakan, perppu yang diterbitkan Jokowi itu adalah bentuk pembangkangan, penghianatan, dan kudeta terhadap konstitusi. Selain itu, penerbitan Perppu Cipta Kerja tersebut dinilai melecehkan putusan Mahkamah Konstitusi.

        MK sebelumnya menyatakan UU Cipta Kerja sebagai produk hukum yang inskonstitusional bersayarat, melalui putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

        Dalam uji formil, UU Cipta Kerja tidak memenuhi dua syarat utama. Pertama, tidak memiliki dasar atau bantalan hukum dalam pembuatannya. Kedua, tidak memenuhi syarat partisipasi bermakna. 

        Baca Juga: NasDem Jadi Target Reshuffle, Sinyal Koalisi Jokowi Sudah Tak Harmonis Lagi: Macam Terbelah Dua...

        "Maka sudah pasti secara formil dan materiilnya UU Cipta Kerja ini adalah barang haram," kata Rudi.

        Tapi, pemerintah malah menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 dan tidak menjalankan amar putusan MK tersebut.

        Apalagi, kata Rudi, Perppu No 2/2022 itu adalah alat represi untuk memaksa kehidupan kaum buruh menjadi lebih buruk.

        Baca Juga: Ngebetnya Kubu Megawati Dorong Jokowi Rombak Kabinet Lagi, Kecurigaan Elite NasDem: Jangan Sampai...

        "Kami menilai penerbitan perppu ini jelas tidak memenuhi syarat penerbitannya, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 22 UUD 1945 juncto putusan MK Nomor138/PUU-II/2009," ucap Rudi.

        Kehadiran perppu tersebut, tambah Rudi, jelas mengganggu, merusak tatanan dan merugikan kehidupan bernegara  yang demokratis.

        Tidak hanya itu, terbitnya perppu tersebut juga menambah daftar panjang tindakan ugal-ugalan pemerintah dalam membuat sejumlah kebijakan.

        "Presiden telah menipu rakyat karena saat itu Jokowi meminta kaum buruh dan masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja agar melakukan pengujian hukum MK. Saat MK memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional, Presiden justru mengakalinya dengan menerbitkan perppu," jelas Rudi.

        Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja. 

        "Hari ini tanggal 30 Desember Tahun 2022, presiden sudah menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja," kata Menkopolhukam Mahfud MD saat konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (30/12).

        Penerbitan Perppu 2/2022 itu berpedoman pada Peraturan Perundangan dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 38/PUU7/2009.

        Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Perppu 2/2022 dibuat karena menjadi kebutuhan mendesak untuk menyikapi situasi global yang penuh ketidakpastian.

        Baca Juga: Malaikat Jadi Iblis, Tuduhan Pedas Rizal Ramli Sampai Sulut Emosi Menterinya Jokowi: Gobloklah...

        "Ekonomi menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, kemudian ancaman stagflasi. Selain itu, beberapa negara sedang berkembang yang sudah masuk kepada IMF itu lebih dari 30."

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: