Anggap Perppu Cipta Kerja Hanya Menguntungkan Investor, Dugaan Pengamat Nggak Main-main: Pemerintah Punya Utang ke Oligarki!
Jokowi secara mengejutkan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mana menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Mengenai hal ini Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengungkapkan UU ini pada dasarnya hanya mementingkan investor saja sehingga ia menduga ada kekuatan lain yang membuat pemerintah sangat ngotot meloloskan kebijakan ini.
“Muatan Perppu Cipta Kerja yang lebih berorientasi kepada kepentingan Investor daripada kepentingan kalangan buruh sudah dapat disimpulkan bahwa invisible hands dibalik Perppu ini sangat diduga kuat adalah para oligarki yang telah memberikan kontribusi kepada pemerintah sehingga pemerintah mempunyai utang politik yang harus dipenuhi sebagai timbal balik,” jelasnya Achmad dalam keterangan resmi yang diterima wartaekonomi.co.id, Jumat (6/1/23).
Menurut Achmad hal yang demikian bisa dilihat publik dari kebijakan pemerintah keluarkan sejauh ini yang mana menurutnya hanya berorientasi pada kalangan atas.
Sebagai contoh Achmad menyinggung soal kebijakan mengenai penurunan harga BBM non subsidi.
“Bagaimana publik berasumsi ekstrem seperti ini karena melihat berbagai kebijakan yang banyak berorientasi kepada kalangan atas,” ungkapnya.
“Seperti kebijakan menurunkan harga BBM hanya untuk BBM Non Subsidi yang sebagian besar dikonsumsi oleh kalangan atas sementara BBM bersubsidi yang telah dinaikan dan menyebabkan inflasi tidak disentuh untuk diturunkan padahal jika dilakukan akan mempercepat pemulihan ekonomi dan peningkatan daya beli masyarakat kebanyakan,” jelasnya.
Achmad menyebut kebijakan-kebijakan yang demikian akan dianggap publik sebagai suatu bentuk ketidakadilan.
Achmad menyebut seharusnya lembaga tingggi seperti DPR dan MPR Seharusnya ambil sikap untuk membela rakyat terkait kebijakan ini, bukan justru sebaliknya.
“MPR juga semestinya mengambil peranan diantaranya melalui: menyelenggarakan rapat konsultasi bersama DPR dan DPD tentang apakah ada potensi pemerintah melanggar konstitusi terkair penerbitan PERPPU Cipta Tenaga Kerja. Setelah itu bila dalam rapat konsultasi ada pimpinan lembaga tinggi yang berbeda pendapat maka MPR bisa berinisiatif menyelenggarakan Sidang Istimewa,” jelanya.
“Jika peranan lembaga tinggi dan lembaga tertinggi negara ini tidak diperankan sebagaimana mestinya maka publik akan menganggap bahwa pemerintah dan DPR setali tiga uang melakukan pelanggaran konstitusi,” ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Bayu Muhardianto