Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kanjuruhan dan KM 50 Tak Dianggap Pelanggaran HAM Berat, Jokowi Disorot Tajam: Semuanya...

        Kanjuruhan dan KM 50 Tak Dianggap Pelanggaran HAM Berat, Jokowi Disorot Tajam: Semuanya... Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Presiden Joko Widodo mendapatkan sorotan setelah mengakui telah terjadinya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di Indonesia.

        Namun pengumuman itu malah membuat netizen geram karena beberapa peristiwa berdarah selama era mantan gubernur itu tak disorotnya.

        Baca Juga: Sinyal Tak Serasi Sama Megawati, PDIP Jelas Maunya Kader Sendiri, Eh Jokowi Malah Restui Yusril!

        Salah satu yang paling disuarakan adalah bagaimana Tragedi Kanjuruhan serta Penembakan KM 50 tak mendapatkan sorotan dalam hal tersebut.

        "Presiden Jokowi umumkan 12 kasus pelanggaran ham berat. Kanjuruhan ndak ada," tulis pengguna Twitter @nemubuku, Rabu  (11/1/2023).

        Bahkan salah satu netizen langsung membeberkan sejumlah tragedi yang menurutnya harus termasuk menjadi pelanggaran HAM berat.

        "Dari 12 pelanggaran tsb, semuanya menyalahkan Presiden terdahulu. Lalu, apa dimasa Tuan tdk ada pelanggaran HAM?
        1. Tewasnya para petugas KPPS 2019
        2. Pembantaian KM 50 th 2020
        3. Tragedi Kanjuruhan Malang
        4. Tragedi Wadas Purworejo
        Cc @jokowi @mohmahfudmd," tulis @SultanAliNa****.

        Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyambut baik sikap Presiden RI Joko Widodo dan pemerintah yang mengakui terjadinya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat pada masa lalu.

        Baca Juga: Nyatakan Jokowi Tak Berdaya Tanpa PDIP, Megawati Malah Jadi Bulan-bulan: Bukannya Kebalik Ya...

        "Menyikapi pernyataan tersebut, Komnas HAM menyambut baik sikap Presiden atas adanya pengakuan terhadap 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang telah diselidiki oleh Komnas HAM," ujar Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (11/1/2023) dikutip dari Antara.

        Menurut Komnas HAM, lanjut Atnike, pengakuan tersebut memperlihatkan komitmen pemerintah sebagai pemangku kewajiban dalam pemulihan hak korban serta pemberian kompensasi restitusi, dan rehabilitasi, sebagaimana diatur dalam sejumlah aturan, seperti Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM; Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran HAM yang Berat; serta Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu.

        Berikutnya, Komnas HAM mendukung adanya jaminan ketidakberulangan peristiwa pelanggaran HAM berat dengan membangun pemajuan dan penegakan HAM yang efektif.

        Baca Juga: Macam Lupa Sama Prabowo dan Ganjar, Jokowi Restui Profesor Ini Jadi Penerusnya: Saya Dukung, Serius!

        Pemajuan dan penegakan HAM yang efektif itu, di antaranya dapat dilakukan dengan mendorong ratifikasi semua instrumen HAM internasional, perubahan kebijakan di berbagai sektor dan tatanan kelembagaan pada institusi negara, serta peningkatan kapasitas penegak hukum dan aparat sipil negara melalui pendidikan dan pelatihan HAM.

        Lalu, Komnas HAM meminta Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD untuk memfasilitasi koordinasi antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung terkait tugas dan kewenangan dalam menjalankan penyelidikan dan penyidikan guna menyelesaikan peristiwa pelanggaran HAM berat melalui mekanisme yudisial.

        "Kami pun berpandangan hak korban atas pemulihan juga berlaku bagi korban peristiwa pelanggaran HAM berat yang telah disidangkan melalui Pengadilan HAM, namun hingga saat ini belum mendapatkan haknya atas pemulihan, yaitu peristiwa Tanjung Priok 1984, peristiwa Timor-Timor 1999, peristiwa Abepura 2000, dan peristiwa Paniai 2014," ujar Atnike.

        Berikutnya, Komnas HAM meminta berbagai institusi, di antaranya TNI, Polri, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, serta pemerintah daerah untuk turut mendukung kebijakan pemerintah terkait tindak lanjut atas laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM).

        Selanjutnya, membuka ruang bagi korban untuk mengajukan status sebagai korban pelanggaran HAM berat kepada Komnas HAM

        "Kami juga meminta Menkopolhukam untuk merumuskan langkah konkret tindak lanjut atas laporan Tim PPHAM. Lalu, demi pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM berat, Komnas HAM mendukung dan mendorong tindak lanjut dari laporan Tim PPHAM sebagaimana komitmen yang telah disampaikan oleh Presiden," ucap Atnike.

        Baca Juga: Belum Merestui, Loyalis Megawati Curiga Pengusungan Anies Tanpa Izin Jokowi: Nah Ini Diabaikan...

        Hal tersebut, tambah dia, sesuai dengan fungsi dan kewenangan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dan peraturan perundangan terkait lainnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: