Soal Ungkapan Cak Nun 'Jokowi bak Firaun' serta 'Luhut bak Haman', PWNU: Mungkin Ada Benarnya...
Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim, KH Abdussalam Shohib, turut buka suara soal hebohnya pernyataan Emha Ainun Najib alias Cak Nun yang menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Firaun dan Menteri Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Haman.
KH Abdussalam Shohib mengaku bahwa dirinya belum tau soal adanya video viral berisi pernyataan Cak Nun tersebut. "Sebenarnya saya belum tau videonya. Kita sebagai warga negara Indonesia dibebaskan untuk mengutarakan pikiran kita, tapi semuanya tetap ada aturan dan etikanya," jelas Abdulssalam, dikutip Jumat (20/1/2023).
Namun dalam hal ini, salah satu Kyai PWNU ini tak menyalahkan sepenuhnya apa yang dilakukan oleh Cak Nun tersebut. "Namun, dalam hal ini punya keinginan mengkritik pemerintah, kan memang kritis itu harus tetap dijaga," ujarnya.
Meski tak tahu secara pasti apa yang dimaksud oleh suami dari penyanyi Novia Kolopaking ini, dalam kedudukan, dua personal itu hampir sama, yakni seorang pemimpin dan seorang menteri.
"Saya enggak tau maksud dari Cak Nun mengilustrasikan Pak Jokowi menjadi Firaun dan Pak Luhut sebagai Haman itu maksud dan tujuannya apa, kemudian kalau istilah menyamakan, tentu masih sangat bias," ujarnya.
"Kalau persamaannya hanya Firaun seorang raja, dan Haman itu adalah perdana menterinya, ya mungkin ada benarnya yang bermakna hanya Jokowi adalah pemimpin tertinggi, dan Luhut adalah salah satu dari menterinya," katanya.
Namun dalam hal ini, Abdussalam mengingatkan, jika sosok Firaun dan Haman adalah sosok antagonis dalam Al-Qur'an. "Yang perlu dicermati kan Firaun dan Haman tokoh antagonis di dalam Al-Qur'an, jadi kurang patut kemudian memberikan ilustrasi seperti itu," ujarnya.
Jikalau memang pada waktu itu Emha Ainun Najib keceplosan, Abdussalam mengatakan hal itu sebagai hal yang wajar. "Kalau keceplosan dan sudah meminta maaf kan ya artinya bisa dimaklumi, walaupun kalau ada yang kontroversial ya wajar," ungkapnya.
Meski begitu, lanjut KH Abdussalam, warga juga tetap harus menghormati pemimpinnya. Walaupun pada waktu itu, warga ingin memberikan kritikan pada pemimpinnya. "Bahwa, pemerintah yang sah itu harus dihormati, tentu harus ditaati, kita sebagai rakyat juga punya hak untuk melontarkan kritik," katanya.
"Akan tetapi, bagaimana solusi dan kritik itu bisa dilakukan dengan beretika, kita punya hak melakukan kritik, tetapi bagaimana solusi dan kritik itu bisa dilakukan dengan etika, apa lagi pada seorang pemimpin pemerintahan," ucapnya.
Baca Juga: Wamenag Zainut Turut Kritik Cak Nun: Jangan Serang Kehormatan Presiden di Depan Umum!
Dalam hal ini, dalam internal Kiai di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, para Kiai ataupun ulama sudah terbiasa kritis dalam suatu hal yang terjadi di negara. "Di internal Kiai itu hal itu wajar, tetapi karena dikatakan aliran darah, internal para Kiai sejak dulu dengan adanya NU itu menunjukkan kritisnya nalar para ulama," katanya.
"Dan sudah terbiasa mengoreksi antara pernyataan satu dengan yang lain, tapi tentu sangat proposional dalam bersolusi dan beretika," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: