Ungkap Sandiwara Elit Parpol Koalisi Perubahan, Kornas Beber Peran SBY, JK, hingga Surya Paloh
Perkara pengusungan Anies Baswedan sebagai Calon Presiden (Capres) pada Pemilu 2024 kini justru telah menimbulkan gaduh di antara partai politik pengusung (Partai Nasdem) dan partai politik yang pernah menjadi kubu (Partai Demokrat dan PKS) Koalisi Perubahan.
Setelah gagal menggelar deklarasi bersama antara Nasdem, Demokrat, dan PKS pada 10 November 2022 untuk mengusung Anies Baswedan, terpantau hingga saat ini antara ketiga partai justru terlibat dalam skandal saling sindir dan saling ancam di media.
Di tengah aksi saling sindir antarelit parpol tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali menyebut bahwa koalisi perubahan akan bubar jika ada yang memaksakan diri menjadi Cawapres Anies, di mana pernyataan ini direspons oleh Ketum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menegaskan bahwa dirinya tidak mau memaksa dan dipaksa untuk menjadi Cawapres Anies.
Baca Juga: Habib Kribo Hujat Anies dan Kaitkan dengan Rasul, Langsung Disentil Politikus PKB
Di sisi lain, Jubir PKS Muhammad Kholid turut memberikan tanggapan bahwa PKS tidak mau buru-buru memberikan deklarasi bersama parpol koalisi pro Anies. Namun, tidak mau ketinggalan, PKS menyodorkan nama Wakil Ketua Majelis Syura PKS Ahamd Heryawan sebagai Cawapres untuk membantu Anies memenangkan Pilpres 2024.
Begitupun Partai Nasdem kemudian memberikan pernyataan yang seolah menyindir AHY, menghendaki bahwa Cawapres Anies nantinya adalah sosok yang berpengalaman di pemerintahan dan dapat mendongkrak suara di luar basis pendukung Anies.
Menetapkan sikap terhadap perkara skandal yang terjadi pada ikatan parpol pengusung Anies ini, Kongres Rakyat Nasional (Kornas) menyatakan bahwa Kornas memiliki pandangan yang berseberangan dengan ketiga parpol, antara lain:
- Kornas melihat bahwa Partai Nasdem sejak awal ingin mengambil peran sebagai leader sehingga mendahului mendeklarasikan Anies Baswedan pada 3 Oktober 2022 sebagai Capres 2024. Selain itu, Nasdem juga ingin mendapatkan efek elektoral dari basis pendukung Anies Baswedan yang diyakini akan bergeser memilih Nasdem. Pilihan tersebut berseberangan dengan Capres yang akan diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) karena Nasdem ingin memperoleh kemeangan di Pemilu 2024. Dalam hal ini Nadem berpendapat jika tetap mengusung dan mendukung Capres kader PDIP, maka Nasdem tidak akan mendapat efek elektoral yang signifikan seperti Pemilu 2019, terutama setelah kabinet Indonesia Maju, Nasdem tidak lagi memiliki kursi untuk menduduki posisi pimpinan korps adhyaksa.
- Kornas melihat bahwa Partai Nasdem menyadari bahwa Anies Baswedan bukanlah kadernya, maka Nasdem harus menghindari Cawapres Anies dari kader Partai Demokrat maupun PKS, karena jika Cawapres Anies berasal dari kedua partai tersebut, maka merekalah yang akan mendapat efek elektoral dari Pilpres 2024. Oleh karena itu Nasdem senantiasa menawarkan nama-nama baru selain AHY dan Ahmad Heryawan agar Nasdem tetap menjadi leader dan mendapat efek elektoral yang signifikan di Pemilu 2024.
- Kornas menilai bahwa ide dan gagasan mengusung Anies Baswedan hanya ekspresi emosional Partai Nasdem karena dominasi PDIP di parpol koalisi pemerintahan Jokowi. Dalam hal ini, Nasdem ingin membuktikan bahwa mendeklarasikan Anies disambut baik oleh Partai Demokrat dan PKS yang merupakan parpol di luar pemerintahan Jokowi. Sampai saat ini, selain fokus membahas Cawapres, tidak pernah ada hal lain yang dibahas dan dipublikasikan oleh ketiga parpol tersebut.
- Kornas menilai koalisi antara Nasdem, Demokrat, dan PKS tidak memiliki visi, misi, dan program yang jelas sebagai perekat koalisi. Ketiganya hanya sibut membahas figur Cawapres yang akan mendampingi Anies sehingga koalisi sangat rapuh. Aksi saling sindir dan muda "baper" dari ketiga elit parpol merupakan bukti bahwa "koalisi perubahan" itu kosong dari pertukaran ide, gagasan, serta jauh dari semangat "perubahan". Ketiganya hanya menunjukkan sifat kekanak-kanakan untuk mencari perhatian publik untuk dijadikan bahan pembicaraan publik.
- Tokoh-tokoh politik orde baru seperti Surya Paloh, Muhammad Jusuf Kalla (MJK), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diyakini sebagai aktor intelektual koalisi Parpol ini. Maka kegaduhan yang dipublikasikan tersebut bagian dari siasat menarik perhatian publik. Kornas melihat bahwa Surya Paloh pasti paham mengatur isu yang harus dimainkan untuk menarik perhatian media, sehingga menjadi bahan berita, sementara SBY paham stratagi playing victim dan berpengalaman yang berhasil mengantarkannya menjadi presiden dua periode. Di sisi lain, MJK memiliki kemampuan untuk melakukan penetrasi ke berbagai lapisan masyarakat dan lintas wilayah.
"Pemilu 2024 hendaklah menjadi pesta demokrasi seperti sering diperbincangkan, maka sebagai pesta, Pemilu sejatinya menghadirkan sukacita, kegembiraan. Semua pihak yang terlibat dalam pesta demokrasi sejatinya mengindari praktik-praktik kotor yang dapat mengganggu sukacita dan kegembiraan seluruh rakyat. Jika ada pihak-pihak yang secara sadar dan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengurangi sukacita dan kegembiraan pesta demokrasi, maka seluruh rakyat akan bersatu melawannya," ujar Sutrisno Pangaribuan selaku Presidium Kornas seperti dikutip dalam media rilis pada Senin (23/1/2023).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti