Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Solusi Menyelesaikan Perkebunan Sawit Yang Diklaim Masuk Kawasan Hutan

        Solusi Menyelesaikan Perkebunan Sawit Yang Diklaim Masuk Kawasan Hutan Kredit Foto: Antara/Budi Candra Setya
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja telah mengatur penyelesaian perkebunan kelapa sawit yang masuk dalam klaim kawasan hutan, khususnya sesuai ketentuan Pasal 110A.

        Pakar Hukum Kehutanan sekaligus Pengajar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta, Sadino menjelaskan perkebunan kelapa sawit yang sudah terbangun dan memiliki perizinan berusaha di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya UU No. 11/2020 yang belum memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan dibidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat tiga tahun sejak UU ini berlaku.

        “Namun jika lewat tiga tahun tidak menyelesaikan persyaratan, pelaku dikenai sanksi administratif, berupa pembayaran denda administratif atau pencabutan perizinan berusaha,” kata Sadino pada Rabu (25/1).

        Menurut Sadino, mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari denda administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Denda Administratif Bidang Kehutanan.

        “Meski demikian kegiatan usaha perkebunan sawit yang telah terbangun harus sesuai dengan rencana tata ruang yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang pada saat usaha pertama kali dibangundan atau dioperasikan,” kata Sadino.

        Sadino mengakui, ketentuan rencana tata ruang juga tidak mudah diimplementasikan karena tata ruang telah mengalami banyak perubahan dan seringkali rencana tata ruang yang diajukan mudah disalahgunakan sesuai kepentingan dalam tindak lanjut proses perizinan.

        Untuk itu, PP mengatur perlunya inventarisasi data dan informasi kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan, tata cara penyelesaian terhadap kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun di dalam kawasan hutan yang memiliki izin lokasi dan atau izin usaha di bidang perkebunan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan.

        “Kemudian, tata cara pengenaan sanksi administratif terhadap kegiatan usaha di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan, selanjutnyatata cara perhitungan denda administratif dan PNBP yang berasal dari denda administratif, serta paksaan pemerintah,” jelasnya.

        Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Herban Heryadana menyatakan, kehadiran UUCK untuk menyelesaikan usaha di dalam kawasan hutan. Sebelum lahirnya UUCK dengan proses hukum administrasi, pendekatan hukum yang digunakan ultimum remedium atau mengedepankan sanksi administratif.

        Menurut Herban, hal ini sesuai Pasal 110 A UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya UU danbelum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat tiga tahun sejak UU ini berlaku.

        "Jika setelah lewat tiga tahun, pelaku dikenai sanksi administratif, berupa; pembayaran denda administratifatau pencabutan Perizinan Berusaha," kata Herban.

        Menurut Herban, yang dimaksud dengan pasal 110A adalah kebun sawit di kawasan hutan sebelum berlakunya UU CK dan memiliki izin lokasi dan atau izin usaha perkebunan yang sesuai tata ruang. IUP untuk Korporasidan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) untuk masyarakat maksimal 25 ha.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Boyke P. Siregar
        Editor: Boyke P. Siregar

        Bagikan Artikel: