Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Cuma Presiden Bisa Lindungi Anak-Anak dan Kaum Ibu dari Bahaya AMDK Tercemar Senyawa BPA

        Cuma Presiden Bisa Lindungi Anak-Anak dan Kaum Ibu dari Bahaya AMDK Tercemar Senyawa BPA Kredit Foto: Ilustrasi Galon BPA
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Danone, perusahaan multinasional asal Prancis, pemegang merek Aqua, yang menjadi penguasa pasar industri air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia, agaknya tetap melawan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengeluarkan regulasi pelabelan untuk galon polikarbonat yang mengandung bahan kimia berbahaya Bisphenol A (BPA).

        Regulasi untuk pelabelan galon bekas pakai BPA saat ini masih di kantor Setneg, menunggu diteken oleh Presiden Joko Widodo.

        Perlawanan keras ini tampak dilakukan melalui lobi-lobi ke pemerintah, kampanye media, pengalihan isu bahaya BPA menjadi isu persaingan usaha, greenwashing dengan kegiatan seremonial bersih sampah (bukan audit merek), beriklan mahal di mana-mana, hingga pelibatan akademisi tertentu pembela senyawa BPA, dan tentu saja pelibatan aktif para buzzer melalui media sosial. 

        Padahal, semua informasi tentang riset dan bahaya BPA bisa dicek dengan mudah melalui Internet. Siapa saja bisa dengan mudah bisa mengakses informasi terbuka ini. 

        “Saya kira industri wajib hukumnya membuat peringatan (pelabelan bahaya BPA) itu,” kata Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, seperti dikutip  Antara (1/2).

        “Kemasan yang tidak dilabeli peringatan bahaya BPA dan dikonsumsi oleh anak-anak dan ibu-ibu, pastinya berbahaya,” katanya. “Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi yang dapat mengatur label BPA pada pada pangan.”

        Arist mengatakan, Komnas PA sudah menulis surat terbuka kepada Presiden Jokowi agar peraturan BPOM No. 31 tahun 2018 tentang label pangan olahan agar segera ditandatangani.

        “Wajib hukumnya industri menggunakan label. Peraturan Kepala BPOM No. 31 tahun 2018 sudah disusun dengan persetujuan DPR, dan sudah diserahkan ke Setneg untuk mendapatkan persetujuan Presiden,” kata Arist.

        “Regulasi itu lahir untuk melindungi ibu-ibu dan anak-anak dari bahaya BPA,” katanya.

        Kenapa market leader AMDK menolak galon bekas pakai mereka dipasangi label bertuliskan “Berpotensi Mengandung BPA?” Padahal, regulasi pemerintah ini sangat moderat, karena galon plastik BPA Cuma dilabeli dan bukan dilarang digunakan.

        Sebagai perbandingan, industri rokok juga sudah menggunakan label peringatan bahaya merokok. Bahkan ada ilustrasi korban kanker yang menyertai label peringatan pada bungkus rokok. Faktanya, pengaruh Covid, kenaikan harga BBM dan kenaikan cukai rokok sebesar 10% pada 2023 dan 2024, jauh lebih dominan memengaruhi penjualan rokok ketimbang pengaruh pelabelannya.

        Banyak studi internasional yang selama beberapa tahun terakhir sudah menyebutkan bahaya BPA terhadap kesehatan, terutama pada janin, balita dan orang dewasa. Uni Eropa, Prancis, Kanada, Jepang, Malaysia dan 11 negara bagian di Amerika Serikat (AS) juga sudah melarang penggunaan plastik BPA untuk kemasan pangan.

        Danone, perusahaan raksasa  global asal Prancis, reputasinya dikenal tak begitu baik di dunia internasional. Pada awal 2023, nama Danone mencuat lagi setelah tiga organisasi  lingkungan besar yakni, Surfrider, ClientEarth dan Zero Waste France, menyeret Danone ke pengadilan Prancis, dengan  tuduhan gagal menangani masalah sampah plastik mereka di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia, di mana Danone menjadi pemimpin pasar AMDK.

        Menurut hasil audit merek  terbaru lembaga Break Free From Plastic (BFFP) sepanjang 2018-2022, Danone berada dalam 10 besar pencemar sampah plastik terbesar di dunia bersama Coca Cola, PepsiCo, Unilever dan Nestle. Bahkan, BFFP mencatat Danone berada di urutan teratas selama tiga tahun berturut-turut sebagai pencemar sampah plastik di Indonesia.

        Menyangkut ngototnya Danone mempertahankan bisnis AMDK galon bekas pakai yang mengandung BPA di Indonesia, sebenarnya bukan hal aneh buat tipikal perusahaan multinasional. Meskipun ironisnya, negeri  asal Danone sendiri yakni Prancis, sudah melarang penggunaan BPA. 

        Suratkabar terkenal di AS, Washington Post (31/5/2009), mengungkapkan bagaimana para pemimpin industri yang menggunakan senyawa BPA berupaya melakukan perlawanan dengan segala cara, agar produk kemasan mereka tidak diregulasi.

        Cara paling popular yang digunakan adalah dengan menggunakan jasa kampanye perusahaan public relations, dan aktif melakukan strategi lobi untuk mencegah jangan sampai pemerintah AS melarang penggunaan BPA pada kemasan pangan. 

        Menurut Washington Post yang mendapatkan bocoran dokumen dari hasil rapat para eksekutif industri tersebut, mereka berupaya menghapus ketakutan publik tentang bahaya BPA. Target utama mereka tentu saja, “Para ibu muda yang mengatur keuangan di dalam rumah tangga dan lebih punya kepedulian terhadap masalah kesehatan”.

        Mereka percaya bahwa “stabilitas industri mereka bisa dipertahankan jika bisa mengatur  keseimbangan di badan legislatif dan menjangkau akar rumput (kaum ibu dan mahasiswa berusia 21-35 tahun).”

        Taktik yang dilakukan bisa dengan menggunakan,”taktik menakut-nakuti” agar konsumen tak punya pilihan lain, selain menjauhi alternatif kemasan bebas BPA (karena diisukan lebih mahal atau berbahaya juga) dan  tetap menggunakan  kemasan yang mengandung BPA.

        Menurut Washington Post, para eksekutif tersebut yakin bisa memenangkan, “pertarungan di badan legislatif, dan mendekati pihak-pihak yang punya pengaruh dan mampu memengaruhi proses di dalamnya.” 

        Richard Wiles dari the Environmental Working Group, lembaga advokasi yang menginginkan kemasan BPA dilarang mengatakan, sikap kalangan industri pengguna BPA tersebut bukan hal baru. 

        "Industri BPA mengadopsi taktik industri tembakau dan asbes – saat mereka terdesak karena tak bisa berlindung lagi di balik sains, mereka kemudian berubah menggunakan taktik menakut-nakuti dan menggunakan jasa perusahaan public relations.”

        Lobi industri di AS memang cukup kuat. Meski ada lebih dari 100 publikasi penelitian tentang bahaya BPA, Food and Drug Administration (FDA atau BPOM-nya AS) masih belum meregulasi kemasan BPA, hanya karena mempertimbangkan dua hasil riset pro-BPA. Meskipun anehnya, kedua hasil riset tersebut justru didanai oleh grup industri kimia yang tidak netral.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: