Nuansa Geopolitik dalam Krisis Adani Group di India Makin Mengkhawatirkan
Krisis Adani Group yang sahamnya menguap hingga 113,6 miliar dolar AS atau sekitar lebih dari Rp1.600 triliun di pasar keuangan terjadi setelah dirilisnya laporan hasil riset yang dilakukan oleh Hindenburg pada 24 Januari 2023 yang lalu.
Laporan tersebut menyebutkan adanya penipuan dan penyimpangan yang dilakukan oleh Adani Group sehingga menimbulkan kemarahan pasar yang mengakibatkan sahamnya terjun bebas.
Tuduhan berikutnya yang dimuat oleh laporan tersebut adalah adanya hubungan yang kuat antara Adani Group dengan pemerintah sehingga mendapatkan manfaat dari perlakuan istimewa.
Hindenburg juga mengklaim bahwa Adani Group menghasilkan keuntungan dari kebijakan yang dibuat khusus untuk menguntungkan perusahaan tersebut, seperti peraturan pengadaan listrik dan pajak bahan bakar yang dicurangi.
Namun, perusahaan-perusahaan besar di India sering memiliki koneksi yang kuat dengan pemerintah dan kritik terhadap pengaruh yang terlalu besar ini telah menjadi topik perdebatan dalam politik negara itu.
Akibatnya terjadi kekisruhan politik sehingga ratusan politikus oposisi turun ke jalan melakukan unjuk rasa dan mendesak dilakukannya penyelidikan atas tuduhan yang dirilis dalam riset Hindenburg tersebut.
Para politikus oposisi telah menyerukan transparansi dan akuntabilitas lebih lanjut dari pemerintah India dan Adani Group, dan beberapa telah menuduh Bharatiya Janata Party (BJP) dan Perdana Menteri Narendra Modi atas keterlibatan dalam skandal ini.
Tentu saja hal ini dapat memengaruhi opini publik terhadap BJP dan memengaruhi pilihan pemilih dalam pemilihan umum (pemilu) berikutnya yang dijadwalkan akan diadakan pada tahun 2024.
Ratusan anggota partai oposisi mendesak penyelidikan atas tuduhan adanya pelaku short selling asal Amerika Serikat (AS) terhadap Adani Group yang memicu kekalahan pasarnya.
Namun tidak ada informasi yang jelas tentang siapa pelaku short selling asal AS yang dikaitkan dengan penurunan harga saham Adani Group.
Hindenburg Research mengklaim bahwa mereka tidak memiliki posisi short atau kepentingan finansial dalam saham Adani Group. Selain itu, pelaku short selling biasanya tidak teridentifikasi secara publik karena tidak wajib melaporkan posisi mereka kepada pihak lain.
Oleh karena itu, sulit untuk mengetahui siapa yang secara spesifik bertanggung jawab atas penurunan harga saham Adani Group. Namun, beberapa analis menghubungkan penurunan harga saham grup tersebut dengan peningkatan kekhawatiran investor atas masalah keuangan dan perusahaan dalam beberapa waktu terakhir.
Krisis Adani berpotensi menjadikan kondisi keuangan India kolaps
Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai, jika melihat peta geopolitik, India memiliki sejarah hubungan yang kuat dengan Rusia, yang bermula dari masa Perang Dingin serta masih menjadi salah satu pelanggan terbesar dari senjata Rusia.
Di sisi lain, India juga memiliki hubungan yang erat dengan AS dan negara-negara NATO, yang merupakan sekutu dekat dalam berbagai bidang termasuk perdagangan, teknologi, dan keamanan.
Baca Juga: Regulator India Ambil Jalur Hukum, Pembantaian Beruntun Terus Berlanjut Serang Bisnis Gautam Adani
Oleh karena itu, dalam keterangan resmi yang diterima, Achmad menilai, pergeseran hubungan atau kebijakan India dalam hal ini bisa mempengaruhi posisi dan kepentingan kedua pihak, dan membuat India menjadi area persaingan atau pengaruh politik.
Dalam konflik Rusia vs Ukraina tampaknya India secara tidak langsung mendapatkan posisi yang bagus di wilayah diplomatik Indo-Pasifik.
Saat perang ini berkecamuk India kedatangan delegasi dari AS, Jepang dan Australia yang merupakan mitra India dalam Quad dan secara resmi dikenal sebagai Dialog Keamanan Segiempat.
Tapi tidak disangka bahwa India menolak untuk mengutuk serangan Rusia ke Ukraina dimana Ukraina sangat didukung oleh NATO dan AS, bertolak belakang dengan apa yang diinginkan dalam resolusi PBB mengenai perang Rusia vs Ukraina ini.
Krisis Adani ini bisa saja sebuah bentuk dari adanya upaya untuk menyeret India ke dalam Battleground dari ketegangan Rusia dengan NATO.
Dari kasus ini, Indonesia harus mengambil pelajaran jangan sampai menjadi coleteral damage atas konflik Rusia vs NATO.
Poin lainnya adalah Indonesia harus mengawasi/mewaspadai secara ketat keberadaan Konglomerasi keuangan di berbagai sektor di dalam negeri oleh BI dan OJK. Harus ada langkah preventif jika terjadi jatuhnya saham konglomerat keuangan yang berimbas kepada terpuruknya situasi keuangan di dalam negeri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: