Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Potensi Besar Open Internet untuk Periklanan Digital Brand di Indonesia

        Potensi Besar Open Internet untuk Periklanan Digital Brand di Indonesia Kredit Foto: Tri Nurdianti
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Tanpa disadari masyarakat Indonesia saat ini telah banyak menghabiskan waktu berkualitas mereka di Open Internet (OI), terutama pada konsumsi konten-konten menarik seperti OTT/CTV, music/audio streaming website/apps, news/website/blog, dan ad-supported online gaming platforms.

        Dengan penggunaannya yang luas dan memiliki lebih banyak pengguna aktif, OI dapat menjadi kesempatan dan cara baru bagi pemasar dan pengiklan untuk menarik lebih banyak konsumen. 

        Berdasarkan laporan riset terbaru The Trade Desk dengan Kantar berjudul Gateway to the Open Internet, dari waktu rata-rata bulanan 283 jam yang digunakan masyarakat untuk berselancar di media digital, 55% dari waktu tersebut telah digunakan oleh 190 juta masyarakat untuk dihabiskan di saluran OI. Pada tahun 2022 saja, 7 dari 10 masyarakat Indonesia menyebut bahwa mereka lebih banyak menggunakan OI dan dalam jangka waktu enam bulan ke depan, 2 dari 3 masyarakat Indonesia berharap dapat meningkatkan penggunaakan saluran OI.

        Baca Juga: Temuan terkait Periklanan Digital The Trade Desk dalam Aktivitas Open Internet di Indonesia

        "Kami melihat bahwa sebenarnya Open Internet itu adalah bagian yang sangat penting sekali dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia dan sudah menjadi bagian yang tidak terduga. Namun ketika mungkin dilihat dari sisi brand, advertiser, agency, mungkin masih ada kesadaran yang kurang terhadap Open Internet. Jadi mungkin ada kebingungan, ketidakpahaman, dan terlalu banyak fragmentasi di pasar sehingga menjadi tidak optimal penggunaan Open Internet," tutur Florencia Eka, Country Manager - Client Services Indonesia The Trade Desk dalam acara media pada Rabu (16/2/2023).

        Florencia menyampaikan bahwa riset melihat brand sudah sangat terbiasa untuk beriklan di sosial media atau User Generated Content (UGC) daripada di Open Internet. Hal ini selaras seperti yang disampaikan oleh  Ketua Umum Indonesia Digital Association & CMO Kompas Gramedia Group, Dian Gemiano bahwa meskipun masyarakat Indonesia menghabiskan lebih dari separuh waktunya di OI, namun belanja iklan di luar ekosistem OI setidaknya masih tiga kali lebih besar dibandingkan di OI.

        Padahal masyarakat saat ini lebih menyenangi konten-konten premium dan lebih memperhatikan kredibilitas yang tentu hal ini pun turut memengaruhi pandangan masyarakat Indonesia terhadap brand yang beriklan di OI. Tercatat dari hasil riset, ketika membandingkan platform konten premium dengan platform User Generated Content (UGC), 67% masyarakat Indonesia cenderung lebih mempercayai brand yang beriklan di Over the Top (OTT).

        "Menurut saya peran utama dari fundamental di Open Internet itu adalah menjaga transparansi dan kesetaraan dari internet. Internet kan awal dibuat itu untuk membuat akses informasi menjadi demokratis, semuanya jadi setara, semuanya bisa mengakses, dan cuma di Open Internet itu bisa terjadi," ujar Gemiano. Melalui OI, Gemiano menyampaikan bahwa transparansi yang ada dapat memungkinkan semua pemain memiliki akses dan hak yang sama terhadap kesempatan yang sama.

        Nilai dari OI perlu disadari oleh pemasar dan penerbit, karena OI mampu menawarkan kesempatan dan peluang bagi brand untuk mengoptimalkan strategi kampanye digital mereka. Peluang dari OI hari ini akan mendorong kampanye yang berdampak bagi pemasar pada masa mendatang yang akan selaras denga kemajuan serta persaingan periklanan. Dalam hasil riset, Kepala Teknologi dan Platform Media Global The Coca-Cola Company Vidyarth Eluppai Srivatsan menyampaikan bahwa pendekatan terbarik adalah dengan berinvestasi ke segala arah.

        "Kita harus berurusan dengan Open Internet dan Walled Garden. Kami ingin membiarkan seluruh internet bertahan secara berkelanjutan, bukan hanya memiliki beberapa pemain terkemuka sehingga menghambat inovasi," ujar Vidyarth. Internet Tertutup tidak boleh dijadikan satu-satunya solusi bagi pemasaran, karena kombinasi akan lebih daripada hanya berjalan dan berstrategi dari satu arah.

        Pada perkembangannya, walled garden atau internet tertutup tidak dapat menangkap pengalaman multidimensi dari konsumen Indonesia. Dalam hal ini, OI dapat dimanfaatkan dalam konteks eksklusif bagi pemasaran karena menawarkan opsi dengan pembelanjaan biaya yang lebih hemat di tengah kenaikan harga iklan di walled garden. Selain itu, OI juga menawarkan ekosistem iklan yang lebih kondusif. Tentunya pengalaman iklan imersif di OI dapat memberi pemasar lebih banyak cara menghemat biaya untuk meningkatkan efektivitas kampanye secara keseluruhan.

        "Harapannya dapat membantu brand melihat kesempatan dan peluang yang ditawarkan oleh Open Internet dan harapannya adalah kemudian brand bisa memanfaatkan peluang itu untuk mengoptimalkan lagi strategi digital marketing mereka ke depannya," pungkas Florencia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Tri Nurdianti
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: