Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Meski Berpotensi Tumbuh, Asuransi Syariah Masih Hadapi Empat Tantangan Ini

        Meski Berpotensi Tumbuh, Asuransi Syariah Masih Hadapi Empat Tantangan Ini Kredit Foto: Unsplash/Vlad Deep
        Warta Ekonomi, Bogor -

        Industri asuransi syariah diprediksi bakal tumbuh 9% hingga 11% pada tahun ini. Prediksi tersebut diungkapkan oleh Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI).

        Sama halnya dengan AASI, Prudential Syariah juga optimistis terhadap potensi industri asuransi syariah. Chief Financial Officer Prudential Syariah Paul Seto Kartono mengungkapkan industri asuransi syariah bisa tumbuh enam hingga 10 kali lipat bila pendapatan per kapita Indonesia menyentuh angka US$5.000.

        "Pada saat income GDP per kapita itu menyentuh US$5.000, maka asuransi akan melonjak menjadi kebutuhan sekunder," ujar dia saat acara workshop media di Bogor, Kamis (16/2/2023).

        Baca Juga: Industri Asuransi Tahun Ini Berpotensi Cerah, Prudential Syariah Susun Strategi Perluasan Pasar

        Namun, meski memiliki potensi tumbuh, asuransi syariah masih menghadapi sejumlah tantangan.

        Paul merangkum setidaknya terdapat empat tantangan yang dihadapi oleh industri asuransi syariah di Tanah Air.

        Literasi

        Mengutip laman resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan tingkat literasi keuangan secara keseluruhan mencapai 49,68%. Namun, tingkat literasi untuk keuangan syariah berada jauh di bawah angka tersebut, yakni hanya 9,14%.

        Dalam industri asuransi itu sendiri, Paul melihat masih adanya kecenderungan masyarakat Indonesia untuk lebih memilih produk asuransi konvensional.

        "Bahkan umat Muslim juga masih banyak yang lebih memilih asuransi jiwa konvensional, karena satu dan lain hal, dibanding asuransi syariah," ujar Paul.

        Sumber Daya Manusia (SDM)

        Paul mengungkapkan industri asuransi syariah masih terkendala oleh SDM. Menurutnya, program edukasi keuangan syariah yang tersedia belum sesuai dengan kemampuan yang dibutuhkan industri.

        Mayoritas SDM di industri asuransi jiwa syariah berasal dari latar belakang keuangan non-syariah, kata dia. Sementara itu, pendidikan teknis soal asuransi berasal dari negara Barat yang tidak mengenal asuransi syariah.

        "Kompetensi SDM harus distandardisasi agar lebih memahami industri asuransi jiwa syariah," jelas dia.

        Regulasi dan Perpajakan

        Regulasi dan fatwa mengenai keragaman produk asuransi syariah di Indonesia terbilang masih terbatas. Tak hanya itu, produk investasi syariah di dalam dan luar negeri juga terbilang masih terbatas.

        Di sisi lain, aturan pajak tentang pajak atas surplus underwriting dan dana tabarru' juga belum terlalu jelas. Regulasi mengenai sistem waris juga masih belum matang.

        "Masih banyak area yang abu-abu. Kami mendukung OJK (Otoritas Jasa Keuangan) untuk menambah regulasi-regulasi supaya kita bisa mengembangkan industri asuransi syariah," ungkap Paul.

        Ekosistem Pendukung

        Faktor yang tak kalah penting adalah ekosistem pendukung industri asuransi syariah. Dalam hal ini, ekosistem yang dimaksud mencakup data dan informasi, teknologi, serta kapasitas riset dan pengembangan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Imamatul Silfia
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: