Duduk di Sisi Cak Nun, Rocky: Firaun di Mesir Setelah Meninggal Dibalsem, Kalau Firaun di Sebuah Republik Belum Meninggal Sudah Dibalsem
Pengamat politik Rocky Gerung menilai ada dua bahasa politik yang ada di Indonesia hari ini, yakni bahasa politik versi pemerintah, satu lagi, bahasa politik dari Emha Ainun Najib (Cak Nun).
Hal itu disampaikan Rocky saat memberikan pidato pengantar di acara "Kenduri Cinta" yang diprakarsai budayawan asal Yogyakarta tersebut.
"Kalau kita ringkas politik Indonesia itu hanya ada dua: pertama yang diucapkan oleh oleh pemerintah dan kedua diucapkan oleh Cak Nun. Anda tinggal pilih itu grammar mana yang anda mau pakai? Saya berinduk pada grammar Cak Nun itu yang kadang kala berbahaya tuh padahal dia cuma ucapin satu kalimat yaitu "Firaun"," kata Rocky Gerung yang posisi duduknya di sebelah Cak Nun.
Rocky juga menyindir perbedaan antara Firaun di Mesir Kuno dengan sosok Firaun di sebuah republik. Ia tak menyebut republik mana yang ia maksud.
"Kita bedakan misalnya Firaun itu di Mesir di Mesopotamia, Firaun itu setelah meninggal dia dibalsem. Kalau Firaun di sebuah republik belum meninggal sudah dibalsem," pungkasnya sambil cengengesan.
Menurut Rocky kehadiran warga yang memadati di acara Kenduri Cinta Cak Nun adalah bukti bahwa rakyat ingin relaksasi sejenak dari masalah hari ini seperti kesulitan ekonomi, dan yang terpenting menjaga keberagaman.
"Vibes-nya dapat ya? Kita di sini mau healing, karena kesulitan ekonomi kemarin tapi dengan tuntunan narasi itu bahwa Indonesia negeri ini bukan sekadar memerlukan persatuan tapi juga memerlukan keragaman itu lebih penting,"
"Kalau kita ingat Sumpah Pemuda itu dasarnya adalah karena kita beragam maka diperlukan persatuan. Kalau sekarang dibalik demi persatuan tidak boleh ada keragaman, itu bahayanya tuh!" tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: