Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jamiluddin Ritonga Ragukan Hasil Survei yang Tempatkan Anies di Urutan Ketiga, Alasannya: 'Setiap Safari Politik Dihadiri Lautan Manusia'

        Jamiluddin Ritonga Ragukan Hasil Survei yang Tempatkan Anies di Urutan Ketiga, Alasannya: 'Setiap Safari Politik Dihadiri Lautan Manusia' Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengamat politik Jamiludin Ritonga menilai penempatan Anies Baswedan di urutan tiga oleh beberapa lembaga survei menimbulkan tanda tanya.

        Menurutnya, hasil survei yang menempatkan Gub Jawa Tengah di urutan pertama, dan diikuti Prabowo Subianto pada urutan kedua aneh.

        "Hasil tersebut memang di luar logika. Sebab, Anies selama menjadi Gubernur DKI Jakarta masih kerap berada diurutan pertama. Padahal, saat itu Anies belum melakukan kerja-kerja politik," kata Jamil.

        Dia menilai setelah Anies intens melakukan safari politik, justru elektabilitasnya melòrot dan konsisten di urutan tiga.

        Baca Juga: Mas AHY Blak-blakan Soal Nasib Koalisi Perubahan Pengusung Anies Baswedan, Ternyata Oh Ternyata...

        "Padahal, setiap Anies safari politik selalu dihadiri lautan manusia," tegasnya.

        Jamil meragukan hasil survei tersebut dengan menempatkan Anies di posisi ketiga.

        "Keraguan itu tampaknya beralasan karena memang banyak hasil survei kerap tidak sama dengan hasil pilpres atau hasil pileg atau hasil pilkada. Perbedaan hasil itu akhirnya membuat banyak banyak anak bangsa menghiraukan hasil survei," tandasnya.

        "Hal itu tentu memprihatinkan mengingat survei seharusnya menjadi instrumen ilmiah dalam berdemokrasi. Namun belakangan ini survei sudah menjadi instrumen bagi capres atau partai politik untuk membentuk opini publik," pungkasnya.

        "Hasil survei digunakan untuk menggiring opini masyarakat untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas capres atau partai politik. Disini lembaga survei sudah menjadi partisan, sehingga dalam melakukan survei sudah mengabaikan objektifitas.

        "Jadi, hasil survei sudah tidak bisa lagi dijadikan tolok ukur untuk mengetahui popularitas dan elektabilitas capres dan partai politik. Hasil survei tersebut justru digunakan untuk perang opini untuk mempengaruhi masyarakat," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: