Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Abi Rekso Ungkap Peringatan Kiai SAS, Membuka Diskursus Perpajakan Nasional

        Abi Rekso Ungkap Peringatan Kiai SAS, Membuka Diskursus Perpajakan Nasional Kredit Foto: SAS Institute
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Berawal dari jengukan Kiai Said kepada korban penganiayaan David, pernyataan Kiai Said soal pajak menjadi perbincangan publik.

        Kiai Said menjelaskan bahwa pada kasus Gayus Tambunan di masa Presiden SBY, PBNU pernah mengeluarkan sebuah keputusan keras kepada pemerintah terkait perpajakan.

        Peringatan keras Kiai Said bermula dari perilaku Rafael Alun Trisambodo yang tidak mencerminkan prinsip integritas sebagai petugas pajak. Publik luas juga turut mencurigai asal harta Rafael Alun Trisambodo senilai puluhan miliar rupiah.

        Baca Juga: Gerak Cepat, KPK Mulai Kuliti Sumber Kekayaan Rafael Alun Trisambodo, Ayah Mario Dandy

        Bahkan Presiden Jokowi selaku pimpinan tertinggi Pemerintah Republik Indonesia, juga turut merespon adanya perilaku non-etis dari kalangan petinggi Kementerian Keuangan.

        Selaras dengan rangkaian peristiwa tersebut Abi Rekso selaku Sekretaris Eksekutif Said Aqil Siroj Institute, menuturkan bahwa tidak ada yang salah dengan peringatan Kiai Said Aqil Siroj.

        “Pertama-tama harus dipahami bahwa pernyataan Kiai Said Aqil Siroj adalah peringatan bukan ajakan. Kedua, Kiai Said hanya mengingatkan kembali bahwa Ulama NU pernah berfatwa agar warga NU tidak membayar pajak. Waktu itu saat muncul masalah Gayus Tambunan. Jadi, tidak ada ajakan untuk boikot anti-pajak. Mohon lebih objektif dalam narasi pemberitaan.” Jelas Abi Rekso.

        Disamping itu, Abi Rekso menjelaskan bahwa pajak adalah barang publik (public goods). Jadi, setiap warga negara pembayar pajak punya hak untuk mempertanyakan integritas dan transparansi pengelolaan pajak. Dan yang perlu kita tegaskan, pajak adalah bentuk komitmen warga negara sekaligus kontrol terhadap pemerintah.

        “Dalam Monarki pajak itu sebagai alat ukur kepatuhan terhadap kerajaan. Sedangkan dalam negara Republik Demokratis pajak adalah komitmen sekaligus kontrol warga negara terhadap pemerintah. Kiai Said adalah pembayar pajak sekaligus Ulama besar, peringatan itu harus dimaknai sebagai otokritik seraya mewakilkan perasaan publik atas jengkelnya terhadap perilaku pejabat pajak. Tidak ada yang salah atas pernyataan beliau.” tambah Abi Rekso.

        Abi menilai atas peringatan Kiai Said terhadap institusi pemungut pajak, membuat diskursus soal perpajakan nasional hidup. Terlihat bagaimana akhirnya Presiden Jokowi bereaksi, Sri Mulyani memecat pejabat Bea Cukai, hingga DPR yang akan memanggil Dirjen Pajak RI.

        Baca Juga: Pejabat Pajak Rafael Alun Trisambodo Punya Koleksi Mobil Mewah Hingga Beberapa Kostan

        “Dengan adanya peringatan Buya (Kiai Said Aqil) soal pajak, semua pihak jadi bereaksi, termasuk Presiden Jokowi. Bahkan Dirjen Pajak jadi sowan ke PBNU. Ini kan bagus, diskursus perpajakan nasional menjadi perhatian kita bersama. Buya Said itu 1000% NKRI, tuduhan anti pajak itu terlalu berlebihan bahkan fitnah.” Tutup Sekretaris Eksekutif Said Aqil Siroj Institute.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
        Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

        Bagikan Artikel: