Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Perluas Jejaring Islam Moderat, PCINU Jepang Temui Wapres di Kyoto

        Perluas Jejaring Islam Moderat, PCINU Jepang Temui Wapres di Kyoto Kredit Foto: Humas Wapres
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Di Indonesia sebagai negara yang majemuk dan mayoritas penduduknya muslim, perbedaan merupakan kekuatan untuk  keutuhan sebuah bangsa. Oleh karena itu, untuk makin menguatkan kekuatan ini, diperlukan moderasi dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, termasuk dalam mengimplementasikan paham agama yang berbeda.

        "Islam moderat, apalagi NU sebagai penganut Islam yang moderat yang rahmatan lil alamin. Orang mencari Islam moderat seperti apa. Islam wasatiyah itu sekarang orang mencari, Timur Tengah itu tidak ketemu, ketemunya justru di Indonesia," ujar Wapres dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (8/3/2023).

        Baca Juga: Sebarkan Konsep Islam Washatiyah di Luar Negeri, Wapres Terima PCINU Jepang

        Lebih lanjut Wapres menegaskan, Islam wasatiyah merupakan ajaran Islam yang toleran dan memiliki kerangka berpikir tidak terlalu berlebihan, tidak juga statis, tetapi dinamis. "Jadi cara berpikir statis itu bukan NU. Karena itu, dibangunlah kontekstualisasi pemikiran persoalan yang dihadapi nasional maupun global," terang Wapres.

        Oleh karena itu, Wapres menekankan ke depan diperlukan pemikiran yang bersifat moderat dari seluruh masyarakat, termasuk PCINU Jepang, berupa gagasan yang sifatnya ke arah perbaikan untuk kemaslahatan masyarakat.

        Pemikiran tersebut, tambah Wapres, di antaranya harus meliputi tiga paradigma NU. Pertama, jelas Wapres, adalah menjaga yang lama karena dinilai baik.

        "Kedua mengambil yang lebih baru yang baik, jadi melakukan transformasi. Inilah yang sering kita dengar istilah al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah. Saya kemudian tambahkan yang ketiga, yaitu al-ishlah ila ma huwal ashlah tsummal ashlah fal ashlah, atau yang dapat diartikan sebagai upaya perbaikan ke arah yang lebih baik lagi, inilah inovatif," jelas Wapres.

        Artinya, lanjut Wapres, pemikiran yang dihasilkan harus melakukan perbaikan ke arah yang lebih baik secara berkelanjutan, secara sustainable. Jadi perbaikan terus-menerus.

        "Nah ini lah harus ada inovatif, transformatif. Itu kan membutuhkan kerangka berpikir cerdas. Baik di Jepang atau di tanah air, NU harus memperoleh generasi muda yang berilmu dan berpikir ke depan," ucap Wapres.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: