Di tahun 2022 lalu, tren inflasi yang tinggi di berbagai negara, menjadi penyebab bank-bank sentral global menaikkan suku bunga acuan. Pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 yang cukup cepat disertai oleh disrupsi rantai pasok dan krisis energi akibat konflik geopolitik, menjadi penyebab inflasi mengalami kenaikan cukup tinggi di berbagai negara pada tahun 2022 lalu.
“Akan tetapi, secara gradual inflasi kini telah mengalami penurunan. Inflasi AS yang dulu sempat menyentuh level 9 persen, kini mulai menurun ke level 6,4 persen. Demikian pula inflasi di Kawasan Euro yang sempat menyentuh double-digit kini juga mulai mengalami penurunan,” kata Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Didik Madiyono, saat membuka diskusi pada LPS-FORWADA Discussion Series dengan tema "Momentum Pertumbuhan Ekonomi di Tahun Penuh Tantangan" di Jakarta, Kamis (9/3/2023). Baca Juga: UU P2SK Dorong BPR Berkontribusi Lebih untuk Perekonomian
Lebih lanjut dia jelaskan bahwa di tahun 2023, ekonomi global diperkirakan akan melambat meskipun tidak separah yang diperkirakan sebelumnya. Bahkan, kita sebenarnya bisa melihat bahwa ekonomi global di tahun 2023 ini masih akan tumbuh positif berdasarkan prediksi berbagai lembaga internasional.
"Aktivitas ekonomi global memang diperkirakan akan mengalami perlambatan apabila dibandingkan tahun 2022. Pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 sesuai laporan IMF diperkirakan sebesar 3,4 persen. Di tahun 2023 ini, ekonomi global diprediksi akan mengalami pelemahan dengan tumbuh pada kisaran 1,7 persen sampai dengan 2,9 persen," ungkapnya.
Melihat berbagai ketidakpastian yang masih tinggi di tingkat global, satu kabar baiknya, ekonomi Indonesia cukup resilien dalam menghadapi berbagai ketidakpastian tersebut. Buktinya pada tahun 2022 yang lalu, ekonomi Indonesia mampu tumbuh 5,31 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Group Riset LPS Herman Saherudin mengatakan, dari lima faktor pendorong pertumbuhan ekonomi, komponen yang paling besar prosentasinya adalah konsumsi domestik.
Upaya menjaga pertumbuhan ekonomi nasional di tahun penuh tantangan ini adalah dengan meningkatkan konsumsi masyarakat. “Artinya, kita bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi jika konsumsinya cukup,” kata Herman.
Herman melanjutkan, saat ini konsumsi masyarakat pasca PPKM sudah pulih, tanpa melihat grafik, hal tersebut secara kasat mata bisa dilihat dari keseharian masyarakat dimana saat ini pendemi bisa dikatakan sudah jadi endemi, meski belum ada pengumuman resmi WHO.
“Aktivitas ekonomi sudah pulih, mall, bioskop, traveling, artinya konsumsi masyarakat telah pulih. Simpanan masyarakat perseorangan growthnya sudah mulai ternomalisasi, dimana porsi konsumsi dan porsi simpanan/tabungan masyaakat itu balance,” jelas Herman.
Dia menyebut selain konsumsi domestik yang menyumbang 50 persen dari pertumbuhan ekonomi harus didukung oleh dunia usaha. Dunia usaha harus didorong untuk meningkatkan investasi mereka.
Hanya saja, dunia usaha saat ini masih bersikap hati-hati terkait dengan kondisi global. Herman menjelaskan, meski tidak separah yang diperkirakan, perekonomian global dengan berbagai masalah seperti perang Rusia-Ukraina tetap harus diwaspadai. Baca Juga: LPS: Kredit Perbankan Konsisten Tumbuh di Atas 10%
“Jadi artinya melihat perkembangan kuartal satu ini meskipun belum akhir maret belum selesai, kita lihat sepertinya dampak resiko global itu memang perlu kita waspadai namun tidak separah yang diperkirakan sebelumnya,” terang Herman.
Sementara pengamat ekonomi dari Segara Reseach Institute, Piter Abdullah mengatakan bahwa masyarakat Indonesia termasuk di dalamnya dunia usaha tidak perlu khawatir akan ancaman resesi. “Kita nggak perlu khawatir di tahun 2023 ini, artinya, tidak akan ada resesi di tahun 2023,” ujar Piter.
Ia mennyebut bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 4,8%, sementara dirinya pribadi memperkirakan 4,75% sampai 5,25%. Artinya, kata Piter tahun 2023 ini perekonomian Indonesia akan tumbuh baik, karena ekonomi Indonesia tidak tergantung kepada global. “Global boleh saja resesi, tapi Indonesia tidak akan resesi, kenapa karena pertumbuhan kita lebih ditentukan oleh domestic demand,” tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman