Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Arsjad Rasjid Soal Larangan Impor Baju Bekas: Thrifting Itu Transaksi Jual Beli Ilegal!

        Arsjad Rasjid Soal Larangan Impor Baju Bekas: Thrifting Itu Transaksi Jual Beli Ilegal! Kredit Foto: Fajar Sulaiman
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid akan suara soal kebijakan Jokowi yang melarang impor pakaian bekas alias thrifting. Menurutnya, sejak tahun 2015, Pemerintah telah melarang praktik impor pakaian bekas melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No­mor 51 Tahun 2015.

        “Selama ini, thrifting menjadi transaksi jual beli ilegal karena pakaian bekas impor dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang diimpor. Ini juga terkait aspek kesehatan, keselamatan, keamanan dan lingkungan,” jelas Arsjad da­lam keterangannya, kemarin.

        Menurutnya, terkadang masyarakat membeli barang bekas hanya untuk memenuhi keinginan tanpa mempertimbangkan kebutuhan. Hal ini menyebabkan munculnya lebih banyak sampah yang harus diolah.

        Baca Juga: Anak Buah Megawati Aja Heran dengan Keputusan Jokowi Melarang Impor Pakaian Bekas: Datanya dari Mana?

        Selain itu, thrifting juga bisa mempengaruhi keberlangsungan industri. Pasalnya, membeli barang bekas dapat mengurangi permintaan ke produsen dan brand pakaian dalam negeri, hingga menurunkan pendapatan produsen dan brand pakaian dalam negeri.

        “Industri yang terkena dampak dari transaksi ilegal ini termasuk pabrik, toko retail dan juga para pekerja terkait di keseluruhan rantai pasok industri pakaian,” ujar Arsjad.

        Karenanya, Kadin mengimbau masyarakat lebih memahami bahwa dampak negatif thrifting sangat merugikan industri dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

        Arsjad memberi contoh, dampak negatif dari tingginya jual beli pakaian bekas impor telah terjadi di Kenya dan Chile. Di Kenya, masuknya pakaian bekas impor ilegal secara drastis mengurangi jumlah tenaga kerja pada industri tekstil.

        Pada masa jayanya industri tekstil, 30 persen dari jumlah pekerja formal di Kenya dapat terserap di industri ini.

        Namun, industri tekstil yang sempat mempekerjakan lebih dari 200 ribu pekerja tersebut kini hanya dapat menyerap kurang dari 20 ribu pekerja, karena tingginya jumlah impor pakaian bekas.

        Sementara di Chile, sebanyak 59 ribu ton sampah tekstil dida­tangkan dari berbagai penjuru dunia. Sampah ini kemudian menggunung karena mayoritas tidak dapat terserap pasar.

        Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai impor pakaian bekas di Tanah Air Nero let 607,6 persen year on year (yoy) pada Januari-September 2022.

        Tren ini perlu diwaspadai Pemerintah dan pelaku indus­tri pakaian dalam negeri un­tuk menghindari peningka­tan dampak negatif dari impor pakaian bekas ini.

        Baca Juga: Sukses Meluluhkan Hatinya Megawati, Kunci Prabowo Dipastikan Menjadi Next Jokowi: Emang Rezekinya...

        Dalam konteks ini, menurut Arsjad, thrifting adalah bentuk ekonomi sirkular yang tidak te­pat dan merugikan Indonesia.

        “Indonesia harus melindungi produsen dan brand industri pakaian dalam negeri, jika kita ingin melihat industri pakaian dalam negeri maju dan bersaing di pasar global,” ujar Arsjad.

        Arsjad mengatakan, saat ini In­donesia memiliki banyak brand pakaian lokal yang berkualitas mumpuni dan sudah merambah pasar global.

        Karena itu, para pemangku kepentingan di Indonesia perlu fokus pada upaya dan kampanye bangga belanja dan mengena­kan produk buatan Indonesia. Bersama-sama mempromosikan produk terbaik Usaha UMKM dalam negeri.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: