Keberanian Mahfud MD Bongkar Korupsi di Badan Kemenkeu, Dinilai Bisa Jadi Representasi Cawapres dari NU
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD sekaligus Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) memanas dan menegang saat menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III di gedung parlemen, Senayan (29 Maret 2023).
Tak hanya penjelasan tentang dugaan pencucian uang Rp349 triliun di Kementerian Keuangan, namun nama Mahfud MD langsung meroket di platform media sosial sebagai calon wakil presiden (cawapres) yang gagah berani dalam menyampaikan data-data serta menghadapi perlawanan sengit interupsi-interupsi DPR dalam dialektika berpikir kritis dan lugas tanpa tedeng aling-aling.
Keberanian Mahfud MD memunculkan spekulasi baru terhadap persepsi politik antara kepentingan negara dalam agenda permintaan pengesahan UU Perampasan Aset pada Komisi III DPR RI sebagai pengabdiannya terhadap bangsa dan negara.
Baca Juga: Mahfud MD-Sri Mulyani Usut Tuntas Kasus TPPU Emas Rp189 Triliun di Bea Cukai, Begini Langkahnya
Dan adakah kepentingan “tersadari” atau tidaknya soal elektabilitasnya Mahfud MD yang tiba-tiba viral dan meroket pasca rapat dengan Komisi III DPR RI?
Lalu benarkah Mahfud MD sebagai representasi kelayakan uji Cawapres 2024?
Dan apakah NU utuh sepenuhnya menerima sosok Mahfud MD sebagai keterwakilannya dalam kontestasi cawapres dari NU pada gelaran Pilpres 2024?
Sidang tersebut pokok persoalannya adalah terkait bagaimana pertanggungjawaban Mahfud MD dalam memberikan penjelasan soal data-data keuangan PPATK dan Kemenkeu.
Mahfud MD menjelaskan dengan detail dan gamblang bahkan sangat jelas dan tegas juga untuk meminta pengesahan RUU Perampasan Aset segera disahkan oleh DPR.
Nukilan kalimat Mahfud MD pada Ketua Komisi III demikian: "duit memberantas korupsi itu, tolong melalui Pak Bambang Pacul (Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto), tolong Pak, UU Perampasan Aset tolong didukung, biar kami bisa ambil begini-begini ini Pak”.
Kelihatanya, spekulasi cawapres memang masih jauh dan akan ditentukan oleh dua variabel besar. Pertama, adalah partai politik dan koalisinya. Ini memakan kesepakatan panjang dan ekstra rumit dalam berbagai kepentingan.
Kedua, kandidat capresnya sendiri sebab terkait kinerja selama lima tahun berjalan. Jika kandidat capres tak sejalan dengan cawapresnya maka akan melahirkan konflik dalam Istana seperti periode SBY-JK 2004-2009 ataupun Jokowi-JK 2014-2019.
Di sini, tentu NU juga tidak gegabah dalam nahkoda Gus Yahya Staquf. Apalagi desas desus dalam kepengurusan batang tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sudah sepakat kembali ke khittah bahwa NU tidak terlibat dalam politik praksis atas pengalaman tahun-tahun politik sebelumnya saat diketuai oleh K.H Said Aqil Siraj.
Baca Juga: Blunder Israel, Smith Usulkan PDIP Mending Capreskan Mahfud MD Ketimbang Ganjar
Tanda ini bisa jadi NU tak mengusung cawapres dari PKB ataupun PPP, bisa jadi Mahfud MD yang jadi alternatifnya selama kepentingan NU mampu terakomodir dengan baik untuk kepentingan warga Nahdliyin dan keumatannya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty
Tag Terkait: