Partai Pendukung Pemerintah Ungkap Persiapan Super Koalisi Terbentuk Jelang Pilpres 2024
Partai koalisi pendukung pemerintah makin mengintensifkan komunikasi. Ada peluang super koalisi terbentuk.
Meski begitu, ada problem yang bisa menghambat koalisi super besar itu. Ada kerentanan beberapa figur yang bisa menimbulkan friksi di dalam koalisi, jika jadi terbentuk.
Khususnya dalam penentuan capres-cawapres. Untuk figur capres, ada Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Figur cawapres lebih banyak lagi, ada Ketua Golkar Airlangga Hartarto, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, dan Ketua PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
"Kemudian sudah ada komitmen koalisi yang sudah terbentuk sebelumnya. Baik dari Koalisi PKB-Gerindra (KKIR), maupun Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) PPP, Golkar, dan PAN," ujar Adi Suryadi Culla, analis politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Selasa, 11 April.
Sehingga, super koalisi akan sulit terbentuk. Butuh bargaining atau nilai tawar besar untuk memutuskannya, termasuk putusan masing-masing internal partai.
Sehingga, ada ketidakpastian dalam pembentukan super koalisi ini. Situasi ini justru akan menguntungkan capres usungan Koalisi Perubahan untuk Persatuan: Anies Baswedan.
"Karena koalisi besar yang tidak pasti itu menunjukkan kesulitan untuk mengajukan figur. Sehingga, menguntungkan Anies karena ada perpecahan di koalisi besar yang tidak bisa membangun soliditas untuk menyatu dalam satu koalisi," kata Culla.
Sehingga, jika situasi itu berlarut-larut, akan menyulitkan untuk sosialisasi figur yang mereka usung nanti. Sebab, pendekatan ke arus bawah juga dibutuhkan. Sehingga, koalisi yang lebih cepat terbentuk diuntungkan, daripada tertunda dan berlarut-larut, tidak ada kepastian.
Anies yang lebih dahulu diusung diuntungkan dengan kondisi itu. Anies satu langkah sudah berhasil menyelesaikan, daripada kondisi koalisi yang sedang terombang-ambing. Meskipun hitungannya besar, super koalisi belum ada kesepakatan bersama, sehingga koalisi itu mengambang.
Terutama Golkar yang berdasarkan hasil Munas dan Rakernas telah memutuskan Airlangga Hartarto sebagai capres.
Sehingga jika ingin bergabung dalam super koalisi, maka butuh tawar menawar alot. Kecuali para elite figur capres-cawapres mau mengalah, situasinya akan adem.
Golkar merupakan partai yang lebih terbuka dibanding partai lain. Sehingga sangat potensi terjadi guncangan jika Airlangga tidak berhasil menjadi capres atau cawapres.
"Jadi tidak mudah juga bagi Golkar untuk memposisikan diri dalam koalisi karena ada potensi gejolak internal," jelas Culla.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty
Tag Terkait: