Tiga tersangka militan Uzbekistan melarikan diri dari sebuah pusat detensi imigrasi di ibu kota Indonesia setelah menikam seorang petugas dan melukai empat orang lainnya secara fatal, kata polisi pada hari Rabu (12/4/2023).
Dua orang kemudian ditangkap kembali dan yang ketiga tenggelam di sebuah kanal ketika dikejar oleh polisi, menurut Aswin Siregar, kepala operasi kelompok elite kontraterorisme polisi yang dikenal sebagai Densus 88.
Baca Juga: Profesor Ini Kasih Warning Gelombang Imigran Global Lebih Besar Akan Datang ke Indonesia
Ketiga orang tersebut termasuk di antara empat warga negara Uzbekistan yang ditahan oleh Densus 88 pada tanggal 24 Maret setelah mendapat informasi dari dinas keamanan negara Uzbekistan bahwa mereka diyakini sebagai anggota kelompok militan yang terkait dengan al-Qaida, Khatiba al-Tawhid wal-Jihad, ujar Aswin.
Ia mengatakan bahwa mereka tiba di Indonesia dari Turki pada bulan Februari dan pihak berwenang mendeteksi bahwa mereka menyebarkan propaganda dan merekrut pengikut di media sosial. Mereka ditahan dan ditahan di pusat penahanan imigrasi di Jakarta Barat sambil menunggu proses deportasi.
Tiga dari mereka menjebol langit-langit ruang tahanan pada hari Senin dan menyerang petugas yang sedang makan sahur selama bulan puasa Ramadhan, kata Siregar. Pria keempat tidak ikut dalam upaya pelarian dan tetap berada dalam tahanan, katanya.
Dia mengatakan, seorang petugas imigrasi ditikam secara fatal setelah tiga orang tersebut mengambil pisau dari dapur. Empat petugas, termasuk dua anggota Densus 88, dirawat di rumah sakit karena luka-luka serius, katanya.
Penyelidikan awal menunjukkan bahwa serangan tersebut dipicu oleh kekhawatiran para pria tersebut bahwa mereka akan dideportasi ke negara asalnya setelah dikunjungi oleh petugas konsuler dari Kedutaan Besar Uzbekistan, kata Siregar.
"Mereka mencoba melarikan diri karena tidak ingin dipulangkan ke Uzbekistan dan menghadapi hukuman yang lebih berat," ujar Siregar.
"Kami masih menyelidiki kasus ini, tetapi mereka akan diadili di Indonesia atas pembunuhan tersebut."
Dia mengatakan bahwa dua dari para tersangka telah melakukan perjalanan ke Suriah dan bergabung dengan kamp pelatihan militan di sana.
Indonesia, negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, telah melakukan tindakan keras yang berkelanjutan terhadap militan Islam sejak pengeboman di pulau wisata Bali pada tahun 2002 yang dilakukan oleh jaringan Jemaah Islamiyah yang menewaskan 202 orang, sebagian besar orang asing.
Jaringan ini berhasil dinetralisir setelah ratusan anggotanya ditangkap. Namun, ancaman baru muncul dari kelompok radikal yang terinspirasi oleh kelompok ISIS yang menargetkan aparat keamanan dan warga lokal yang sering dituduh 'kafir', bukan orang Barat.
Sejak Maret 2022, Khatiba al-Tawhid wal-Jihad, sebuah faksi sempalan dari organisasi militan yang dipimpin oleh Jannat Oshiklari di Uzbekistan, masuk dalam daftar sanksi Dewan Keamanan PBB karena terkait dengan Al-Qaeda.
Dewan Keamanan mengatakan, kelompok ini memiliki sekitar 500 pejuang dan beroperasi di bawah payung organisasi ekstremis internasional al-Nusrah Front di provinsi Hama, Idlib, dan Ladhiqiyah, Suriah.
Pada tahun 2016, kelompok ini mengorganisir sebuah serangan terhadap Kedutaan Besar Cina di Bishkek, ibu kota Kyrgyzstan, menurut PBB. Sanksi-sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan Keamanan termasuk larangan bepergian, pembekuan aset, dan embargo senjata.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto