Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gak Terima Soal Tuduhan Korupsi Hingga Tuntutan KPK, Kubu Sudrajad Dimyati: Hanya Narasi Tanpa Bukti

        Gak Terima Soal Tuduhan Korupsi Hingga Tuntutan KPK, Kubu Sudrajad Dimyati: Hanya Narasi Tanpa Bukti Kredit Foto: Antara/ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/YU
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati dengan hukuman 13 tahun penjara dalam kasus suap SGD 80 ribu dolar dalam penanganan perkara kasasi pailit KSP Intidana.

        Tuntutan yang dilayangkan pada Rabu 10 Mei 2023 di Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Bandung itu menuntut bahwa Jaksa berkeyakinan Sudrajad terbukti secara sah dan meyakinkan terbukti telah bersalah dalam kasus tersebut. Menyikapi hal itu, Tim penasihat hukum Sudrajad Dimyati, Firman Wijaya menegaskan jaksa tidak membuktikan adanya kesepakatan antara klien dengan pemberi suap.

        Baca Juga: Heboh Pimpinan KPK Minta Tambah Masa Jabatan, Saut Situmorang Nggak Habis Pikir: Kinerja Mereka Apa?

        "Persoalan utama adalah JPU yang mendakwa dengan dakwaan suap secara bersama sama dengan terdakwa lain ternyata tidak mampu membuktikan adanya ijab kabul antara pemberi suap dengan terdakwa selaku penerima baik dalam bentuk persetujuan menerima hadiah ataupun janji, padahal itu adalah syarat utama terjadinya suap," kata Firman Wijaya dalam keterangannya, Kamis (18/5/2023)

        Firman Wijaya menilai, tuntutan 13 tahun penjara beserta denda dan uang pengganti dengan dalih bisa membuktikan dakwaan bahwa terdakwa terbukti korupsi bersama sama adalah hak JPU dengan syarat didukung dengan minimal 2 (dua) alat bukti yang sah.

        "Sampai pleidoi dibacakan, bukti yang namanya goodie bag itu ada atau tidak, dimana keberadaannya itu penuh misteri. Belum lagi berisi uang entah pecahan dolar Singapura 80 ribu atau 800 juta rupiah tak jelas kepastiannya. Kita butuh bukti nyata dan pasti bukan katanya-katanya. Apalagi sekedar ceritac-erita yang tidak jelas dan nyata buktinya. Pembuktian itu harus meyakinkan, bukan buktib-bukti yang kualitasnya serba meragukan apalagi berujung tebak - tebakan," jelasnya

        "Demikian juga tentang unsur bersama-sama, JPU juga tidak bisa membuktikan adanya meeting of mind antara terdakwa dengan terdakwa yang lainnya untuk terwujudnya kejahatan suap," sambungnya 

        Baca Juga: Direvisi Heru Budi, Sumur Resapan Versi Anies Baswedan Sudah Tak Dibutuhkan Lagi: Berbahaya, Bongkar Saja

        "Jadi kesimpulannya baik dakwaan maupun tuntutan JPU sebenarnya hanya narasi tanpa bukti. JPU juga tidak dapat menghadirkan barang bukti kejahatan yang katanya diterima terdakwa, baik uang dolar sing maupun tas (goodie bag) nya tidak juga bisa dihadirkan," jelasnya

        Dia menilai, salah satu kelemahan yaitu ketika saksi Elly Tri Pangestuti sudah menerangkan uang yang dimaksud dimasukkan dalam goodie bag warna coklat dan sudah diletakkan di kantor di atas meja kerja terdakwa dipertanyakan. 

        "Ternyata hal itu hanyalah keterangan sepihak dari saksi Elly Tri Pangestutiyang tidak terkonfirmasi dan diakui terdakwa, bahkan saksi Elly Tri Pangestuti sendiri mengakui bahwa memang tidak ketemu dengan saksi sampai sekarang juga tidak tahu keberadaan goodie bag yang katanya berisi uang tersebut, yang dengan demikian sampai sekarang masih menjadi misteri apakah sebenarnya goodie bag yang katanya berisi uang itu ada atau tidak," jelasnya

        Baca Juga: Gagah Wakil Ketua KPK Minta Tambah Masa Jabatan Jadi 5 Tahun, Jumlah Kekayaan Rp15,4 Miliar Disorot Tajam!

        Kemudian, terkait penyerahan uang pun tak bisa dibuktikan di persidangan. "Mengapa goodie bag tersebut tidak diserahkan langsung kepada terdakwa, mengapa hanya diletakkan di atas meja kerja terdakwa? Jika benar terdakwa memang berada di tempat itu dan bermaksud untuk menyuap terdakwa," imbuhnya

        Firman menegaskan, dalam peristiwa ini Hakim Agung Sudrajad Dimyati tidak pernah berinisiatif ataupun berkomunikasi secara timbal balik merencanakan, memerintahkan atau  memberikan persetujuan tentang pemberian uang, termasuk pembagian dan alokasi uang-uang di atas dengan saksi-saksi tersebut untuk pengurusan perkara No. 874 K/Pdt. Sus-Pailit/2022. 

        "Baik untuk pembentukan Majelis Hakim maupun memperjual belikan, memperdagangkan pengaruhnya sebagai Hakim Agung dengan memberikan janji - janji mengenai isi putusannya," tegasnya.

        Dalam kasus ini, penasihat hukum diketuai DR. Firman Wijaya, S.H., M.H, anggota antaralain Handy Prabowo, S.H. DR. Hendrik E. Purnomo, S.H., M.H, Des Boy Eli Zega, S.H., M.H, Tina H. Tamber, S.H., M.H, Win Chaerunisaa, S.H, Nur Ridhowati, S.H, Nahayati Yuniar, S.H, Washington E. Pangaribuan, S.H., M.H. 13. Farida Dinda Amalia, S.H, Dessy Fitrianty, S.H, Novandi S. Pangaribuan, S.H, Wahyu Prakoso, S.H, Mahendra Budi Sukarno, S.H, Irfan Suyatno, S.H dan DR. Binsar Jon Vic S., S.H., M.M.

        Baca Juga: Tahu Coba Dijatuhkan Lewat Masalah Uang Panas Hingga Korupsi, Ganjar Pranowo: Saya Lihat Ekspresinya

        Diberitakan sebelumnya, Sudrajad dituntut bersalah melanggar dakwaan alternatif pertama, Pasal 12 huruf c Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: