Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tak Cuma di Indonesia, Kasus Kejahatan Siber Bikin Negara-Negara Besar Kewalahan

        Tak Cuma di Indonesia, Kasus Kejahatan Siber Bikin Negara-Negara Besar Kewalahan Kredit Foto: Unsplash/Jefferson Santos
        Warta Ekonomi, Depok -

        Tak bisa dimungkiri, kasus kejahatan siber (cybercrime) semakin marak seiring dengan kemajuan teknologi informasi digital.

        Beberapa minggu yang lalu, publik sempat dihebohkan dengan adanya dugaan bahwa Bank Syariah Indonesia (BSI) menjadi korban serangan LockBit 3.0 yang menyebabkan gangguan layanan perbankan ATM maupun mobile banking selama hampir lima hari. Dilansir dari akun Twitter @darktracer_int, LockBit mengklaim berhasil meretas 15 juta data nasabah dan pegawai serta 1,5 terabyte internal data.

        Menanggapi kasus tersebut, akademisi sekaligus praktisi bisnis Rhenald Kasali menyebut bahwa ada tujuh sektor yang merupakan sasaran dari peretas, yaitu sektor administrasi publik, penyedia layanan digital (digital service provider), masyarakat umum (general public), layanan (service), keuangan atau perbankan, kesehatan, dan transportasi.

        Baca Juga: Kasus Bjorka dan Ransomware BSI Jadi Bukti Kejahatan Siber Makin Marak di Indonesia?

        Ia mengatakan bahwa kejahatan siber akan terus berkembang karena bisnisnya yang mudah dan menghasilkan uang yang besar.

        “Kalau saya baca lagi data dari Statista, bisnis yang ditangani oleh para pelaku cybercrime ini semakin hari semakin eksponensial naik terus ke atas karena bisnisnya sangat mudah dan menghasilkan uang yang sangat besar,” kata Rhenald Kasali, dikutip dari kanal Youtube-nya pada Selasa (23/05/2023).

        Ia lalu mengutip data dari Statista yang menyebut bahwa pada tahun 2023, nilai kejahatan siber mencapai US$11 triliun. Bahkan, pada tahun 2027 jumlahnya bisa mencapai US$23,8 triliun.

        Sementara itu, Rhenald menyebut bahwa kasus kejahatan siber tidak hanya merepotkan Indonesia saja, tetapi negara-negara lain juga. Misalnya, ia mengambil contoh kasus kebocoran data yang dialami oleh JP Morgan pada tahun 2014.

        “Di Amerika yang menjadi korban bukan cuma bank kaleng-kaleng, termasuk di dalamnya adalah Capital One, bahkan dia kemudian diberi sanksi oleh pemerintahnya. Kemudian juga ada lembaga yang sangat kredibel, yaitu JP Morgan, pada tahun 2014. Datanya dibocorkan sampai 84 juta akun,” bebernya.

        Selain itu, Cosmos Bank yang bermarkas di India pernah menjadi korban serangan peretas pada tahun 2018. Pelaku peretas tersebut merupakan peretas yang diduga disponsori oleh Pemerintah Korea Utara.

        “Di India juga terjadi beberapa kasus. Tahun 2018 itu menerpa Cosmos Bank, dan ternyata pelakunya diduga berasal dari Korea Utara dan mereka juga mempunyai mitra-mitra yang bekerja dari negara lain. Jadi memang serangan ini merupakan serangan dari gangster yang terkoordinir dan ada di mana-mana,” jelasnya.

        Lebih lanjut, di Prancis terdapat sebuat gangster peretas yang mengatasnamakan diri mereka OPERA1ER. Mereka telah meretas bank-bank di Afrika dan di Amerika Latin.

        “Di Prancis dikenal ada sebuah geng yang berhasil membobol bank di Afrika dan Amerika Latin, membobolnya berkali-kali. Pada akhirnya dideteksi dan akhirnya geng ini bernama OPERA1ER, mereka bekerja sangat sistematis dan mempunyai teman dari berbagai negara. OPERA1ER ini akhirnya terungkap bahwa mereka melakukan upaya masif untuk mencuri data dari sejumlah negara,” ujarnya.

        Lebih lanjut, Rhenald Kasali menekankan bahwa dalam kasus kebocoran data, tidak hanya reputasi perusahaan yang dipertaruhkan, tetapi juga uang nasabah dan keselamatan orang.

        “Sementara kerugian yang dialami oleh perusahaan yang terkena serangan siber itu bukan hanya menyangkut soal reputasi, tetapi juga uang nasabah dan keselamatan orang karena pelanggan bisa saja meninggalkan kita dan tidak kembali lagi,” katanya.

        “Mudah-mudahan saja BSI dan bank-bank kebanggan kita ini bisa menjaga nasabah-nasabahnya sehingga tidak menjadi upaya dari bank-bank asing untuk mengambil mereka,” tukasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Novri Ramadhan Rambe
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: