Risiko gagal bayar utang yang tengah mengancam Amerika Serikat saat ini harus diperhatikan dengan seksama oleh para investor.
Indonesia Value Investor, Rivan Kurniawan mengatakan utang AS yang terhitung per Ferbruari 2023 tembus US$31,45 triliun atau jika dikonversikan ke rupiah tembus Rp462.000 triliun tersebut harus menjadi perhatian tersendiri.
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bahwa ekonomi Indonesia tidak akan terdampak secara langsung atas potensi gagal bayar utang AS.
Baca Juga: Amerika Serikat Terancam Bangkrut karena Utang, Investasi Emas Jadi Pilihan?
Pasalnya, surat berharga negara (SBN) Indonesia masih menarik di mata investor, prospek ekonomi masih bagus, serta inflasi masih terjaga. Tiga hal inilah yang membuat ekonomi Indonesia bisa dibilang tetap aman.
"Memang secara harfiah itu benar, tapi saya sendiri punya pandangan yang perlu kita cermati sebagai seorang investor mengenai kenaikan ambang batas utang AS, dampak secara langsung memang tidak ada, tapi secara paralel efek atau dampak tidak langsung itu bisa tetap terjadi," ujar Rivan dikutip dari akun YouTubenya, Minggu (28/5/2023).
Rivan menilai, salah satu yang akan terjadi adalah Bank Sentral AS atau The Fed bisa saja kembali menaikan suku bunga acuan.
Adapun potensi tersebut secara tidak langsunga akan diikuti dengan aliran dana keluar dari Indonesia (capital outflow).
"Kenaikan suku bunga The Fed ini akan menyebabkan efek paralel terhadap aliran dana yang keluar dari Indonesia dan mencari aset yang lebih aman karena investor menilai aset sekelas utang AS saja bisa gagal bayar. Jika seperti itu, akan terjadi keluarnya modal asing sehingga dampak selanjutnya akan melemahkan kurs rupiah," ujarnya.
Lanjutnya, sektor yang akan berpotensi yang terdampak dari gagal bayar utang AS, antara lain keuangan atau perbankan, industri yang berorientasi ekspor mulai dari tekstil pakaian jadi, alas kaki, furnitur, kimia, dan barang tambang atau CPO.
Selain dari ekspor, bahan baku yang dibeli secara impor juga akan terpengaruh. Jadi, beberapa emiten yang bahan mentahnya kebanyakan atau sebagian besar berasal dari impor, kemudian yang margin keuntungannya tipis, akan terkena dampak dari naiknya utang AS.
"Silakan review lagi masing-masing laporan keuangan dari emiten, apakah akan terkena dampak dari isu debt selling ini," ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: