Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Anies dan Ganjar Bertarung Cari Donatur: Biaya Nyapres Sampai Rp5 Triliun, Dari mana Mereka Uang Sebanyak Itu?

        Anies dan Ganjar Bertarung Cari Donatur: Biaya Nyapres Sampai Rp5 Triliun, Dari mana Mereka Uang Sebanyak Itu? Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Mahalnya ongkos untuk membiayai pesta demokrasi pemilihan umum (pemilu) yang digelar setiap lima tahun sekali disoroti oleh Wakil Ketua Umum  Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah

        Ia menyebut bahwa untuk menjadi pejabat negara, misalnya caleg seseorang harus menyediakan dana yang tidak sedikit atau mencapai Rp5 miliar. Sementara untuk capres, dana yang dibutuhkan lebih fantastis lagi. Bakal calon presiden setidaknya harus menyediakan dana Rp5 triliun. 

        Saat ini, ada Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo yang telah resmi menjadi bakal calon presiden (bacapres) yang akan maju dalam gelaran pemilu presiden 2024.

        Dari mana uang sebanyak itu? Kata Fahri, kalau seorang capres uangnya bukan uang pribadi, melainkan  dikumpulkan dari berbagai donatur.

        “Dengan model demokrasi begini, pertarungan dalam memilih pemimpin itu bukan soal adu gagasan, tapi adu logistik,” Fahri,  dalam keterangannya, Minggu (28/5/2023).

        Dimana, hal itu disampaikan Fahri Hamzah dalam program acara Your Money Your Vote bertajuk 'Uang Haram di Pusaran Pemilu 2024', Sabtu (27/5/2023).

        Karena itu, lanjut dia, harus dipikirkan secara serius bagaimana caranya membiayai yang mahal di dalam demokrasi ini, supaya biaya mahal itu justru tidak menjadi sumber korupsi. 

        Baca Juga: SBY Soal MK Bakal Ubah Pemilu Menjadi Sistem Proposional Tertutup, 'Bisa Timbulkan Chaos Politik'

        Menurut dia, regulasinya yang masih tanggung harus disempurnakan, juga regulasi-regulasi lain yang berkaitan dengan pembiayaannya sendiri. 

        Ia pun mengungkapkan bahwa ada tiga cara yang bisa dijalankan untuk menanggung seluruh biaya pemilu yakni, 100 persen dibiayai negara, dibiayai oleh fully by market atau sepenuhnya dibiayai pasar dan pembiayaan dengan sistem hybrid.

        “Pembiayaan yang dibiayai 100% oleh negara, Fahri menyebut seperti yang tengah dirancang Parlemen Malaysia yang tengah memulai pembahasan tentang pembiayaan 100% oleh negara, karena mereka mulai khawatir keterlibatan dari tim dirty money dan ilegal money ke dalam pemilihan di pemilu dan partai politik,” ungkapnya. 

        Masih menurut Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 ini, adalah yang ekstrem lagi dibiayai oleh fully by market atau sepenuhnya oleh pasar, seperti yang terjadi di Amerika Serikat.

        Baca Juga: Sebut Anies Bakal Gagal Nyapres, Fahri Hamzah Kena Olok Netizen Sampai Dikatain jadi Buzzerrp

        Fahri menuturkan bila tentunya harus ada regulasi yang ketat agar dana yang dikumpulkan untuk kegiatan pemilu, tidak boleh jatuh kepada pembiayaan pribadi.

        "Sedang pembiayaan Dengan sistem hybrid, sepertinya kita ingin memakai ini, tapi regulasinya itu tidak ketat sehingga pelibatan uang ilegal di dalam pemilu di kita itu masih terlalu ketat, terutama yang tidak disadari adalah pembiayaan pemilu berbasis kepada uang pribadi,” terangnya. 

        Sehingga lanjut Fahri, dalam pemilu itu sebenarnya fighting between kandidat itu atau pertarungan antar kandidat, lebih merupakan pertarungan pribadi.

        “Ini kan lama-lama kemudian orang menyadari bahwa karena kita gagal agregasi politik gagasan di dalam pemilu, akhirnya orang lari kepada politik uang politik logistik gitu," papar Fahri Hamzah yang mencalonkan dirinya sebagai caleg Partai Gelora untuk Dapil NTB I ini.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: