Teruntuk AJB Bumiputera, Simak Nih Aturan Baru OJK Soal Asuransi Bersama
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat pengaturan dan pengawasan industri asuransi dengan mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tata Kelola dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama (POJK 7 Tahun 2023).
Penerbitan POJK 7 Tahun 2023 ini merupakan tindak lanjut atas amanat dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) yang bertujuan agar Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama dapat tumbuh menjadi lebih sehat, dapat diandalkan, amanah dan kompetitif. Adapun saat ini asuransi berbentuk usaha bersama yang beroperasi di Indonesia adalah Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera.
Pokok pengaturan dalam POJK 7 Tahun 2023 antara lain terdiri dari (1) Ketentuan Umum; (2) Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Usaha Bersama; (3) Pemanfaatan Keuntungan dan Pembebanan Kerugian; (4) Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan; (5) Ketentuan Peralihan; dan (6) Penutup. Baca Juga: Seleksi Komisioner OJK, Enam Nama Disodorkan ke Jokowi
"POJK 7 Tahun 2023 mengatur bahwa Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama wajib menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, termasuk penataan investasi, manajemen risiko dan pengendalian internal dalam melakukan kegiatan usaha," ujar Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa di Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Lebih lanjut katanya, Dldalam menerapkan tata kelola perusahaan yang baik tersebut, Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama wajib Menerapkan prinsip kehati-hatian, transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesionalitas, dan kewajaran; Menyusun sistem pengendalian internal dan prosedur internal mengenai pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik; dan Menghitung risiko dan manfaat yang akan didapat oleh pemegang polis atau tertanggung untuk setiap penetapan dan pengelolaan premi dari pemegang polis
"Selanjutnya, dalam rangka penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama wajib menuangkan aturan tersebut dalam suatu pedoman yang paling sedikit memuat Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi Usaha Bersama dan Dewan Komisaris Usaha Bersama; dan Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian internal.
"Kemudian Penanganan benturan kepentingan; Penerapan fungsi kepatuhan, audit internal, dan audit eksternal; Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian internal dan penerapan tata kelola teknologi informasi; Penerapan kebijakan remunerasi; Transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan; dan Rencana bisnis," tambah Aman.
Selain itu, beleid terbaru ini juga mengatur mengenai anggaran dasar, anggota, organ di Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama serta penguatan fungsi pengawasan di Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama yaitu fungsi kepatuhan, audit internal, komite dan akuntan publik, termasuk mengatur hubungan dengan pemangku kepentingan yaitu pihak yang memiliki kepentingan terhadap Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama, baik langsung maupun tidak langsung, meliputi pemegang polis, tertanggung, pihak yang berhak memperoleh manfaat, Anggota, pegawai, kreditur, penyedia barang dan jasa, dan/atau pemerintah.
"Ketentuan ini juga mengatur kewajiban Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama untuk melindungi kepentingan pemegang polis, tertanggung, dan/atau pihak yang berhak memperoleh manfaat tersebut agar dapat menerima haknya sesuai polis asuransi," tukasnya.
Selain itu, mengingat karakteristik Perusahaan Asuransi Usaha Bersama yang pemegang polisnya merupakan anggota, dalam peraturan ini juga mengatur mengenai mekanisme pemanfaatan keuntungan yang dapat dibagikan kepada anggota termasuk pembebanan kerugian kepada anggota. Baca Juga: Lagi, Laporan Keuangan OJK Tahun 2022 Diganjar Opini WTP dari BPK
Selanjutnya, dalam hal Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama memiliki akumulasi kerugian di dalam laporan keuangan, wajib menyelesaikan akumulasi kerugian dengan melakukan pembebanan kerugian kepada Anggota dan menyusun mekanisme pembebanan kerugian kepada Anggota terhadap akumulasi kerugian yang kemudian diajukan kepada Rapat Umum Anggota (RUA) untuk mendapatkan penetapan.
"Apabila dalam RUA tidak dapat menetapkan pembebanan akumulasi kerugian dimaksud, OJK dapat menindaklanjuti tindakan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman