Yusron Ihza Mahendra Gagas Reformasi Tahap II, Tekankan pada Perbaikan Aspek SDA dan SDM Indonesia
Tahun 2023 menandakan peringatan ke-25 reformasi Indonesia sejak tahun 1998. Namun, ekonom dan mantan Dubes Indonesia untuk Jepang dan Federasi Mikronesia, Yusron Ihza Mahendra menjelaskan, Indonesia belum mempunyai tujuan yang jelas pasca-Reformasi 1998 dilakukan.
“Dalam hal agenda reformasi, itu jelas ada enam poin dikatakan. Pertama, adalah adili Presiden Soeharto dan pengikutnya. Yang kedua adalah lakukan amandemen Undang-Undang Dasar 1945, dalam kaitan mungkin tentang pembatasan masa jabatan presiden. Lalu, lakukan otonomi daerah yang seluas-luasnya. Kemudian hapuskan dwifungsi ABRI. Lalu hapuskan KKN, dan terakhir tegakkan supremasi hukum. Lalu pertanyaan saya adalah, itu agenda tadi dibuat untuk tujuan apa? Tujuan atau target (harusnya) dibuat dahulu, kemudian kita menetapkan enam poin yang dibuat tadi sebenarnya dengan tujuan apa,” kata Yusron, dikutip dari kanal Youtube PinterPolitik TV pada Selasa (27/6/2023).
Ia mengatakan, seharusnya pemerintah Indonesia memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai setelah memasuki masa reformasi. Inisiasi tujuan nasional ini baru digagas beberapa tahun setelah peristiwa reformasi, melalui paket kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional tahun 2025-2045.
Baca Juga: Bandingkan dengan Restorasi Meiji, Yusron Ihza Mahendra: Reformasi 1998 Tak Punya Tujuan yang Jelas
Dengan demikian, ia menyebut sekarang merupakan momentum yang tepat untuk mencanangkan Reformasi Tahap II agar Indonesia memiliki tujuan yang terencana pascareformasi.
“Tapi alhamdulillah bahwa beberapa masa kemudian, pemerintah kita itu pada akhirnya menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional tahun 2025-2045. Tetapi kalau hanya dibuat saja tanpa diberitahukan, itu tidak akan menggema apa pun. Mengingat saat ini reformasi kita genap berusia seperempat abad pada bulan Mei tahun 2023 ini, maka saya rasa ini merupakan momentum bagi kita untuk mencanangkan reformasi sekali lagi, yang dapat kita katakan sebagai Reformasi Tahap II,” ujarnya.
Ia mengatakan, Reformasi Tahap II tersebut perlu diserukan untuk membangkitkan kembali perekonomian Indonesia yang hancur lebur setelah Krisis Moneter 1998.
“Dulu menjelang terjadinya Krisis Moneter, harga 1 dolar AS itu kurang lebih senilai dengan 2.400 atau 2.200. Tetapi setelah munculnya Krisis Moneter, itu tiba-tiba saja nilai rupiah amblas sampai ke harga 17.000. Kalau kita lihat dalam konteks GDP, kita secara tiba-tiba saja menjadi miskin sekitar tujuh sampai delapan kali lipat. Kegiatan industri kita pun juga hancur berantakan karena krisis, yang pada akhirnya menimbulkan krisis multidimensi,” jelasnya.
Oleh karena itu, Yusron menekankan pentingnya perbaikan pada aspek pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). Ia mengatakan, pengelolaan sektor SDA akan membantu menstabilkan nilai tukar rupiah.
“Tentu banyak yang perlu dan harus kita lakukan. Saya ingin menyebutkan dua poin saja, yaitu masalah SDA atau sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam konteks sumber daya alam, tentu kita harus berpikir tentang bagaimana sumber daya alam itu dapat digunakan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan kita. Kemungkinan sumber daya alam itu kita gunakan sebagai alat untuk stabilisasi nilai rupiah kita,” paparnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan pemerintah harus bisa mentransformasikan sumber daya manusia (human resources) yang tersedia menjadi modal manusia (human capital) agar dapat bersaing dengan tenaga kerja luar negeri.
“Human index kita, sesuai dengan data dari OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), kita berada pada posisi 130 dari 199 negara, ini posisi berat sekali. Kita harus melakukan pembenahan-pembenahan serius di dalam SDM, sehingga kita dapat memiliki SDM yang andal, yang sanggup bersaing, dengan itu human resources bisa menjadi human capital,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti