Strategi dan Langkah CEO Fresh Factory Kembangkan Bisnis Rantai Pasok Gudang Pendingin
Berdiri sejak tahun 2020, perusahaan teknologi bidang logistik rantai pasok gudang pendingin Fresh Factory terus mengembangkan bisnisnya. Baru-baru ini, perusahaan tersebut mengumumkan kerja samanya dengan perusahaan logistik yang telah beroperasi hampir 29 tahun, PT Nusantara Card Semesta (NCS) pada Rabu (12/7/2023).
Kerja sama tersebut merupakan salah satu upaya Fresh Factory untuk menjangkau wilayah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Tidak hanya itu, Fresh Factory juga mempermudah pelanggan untuk menemukan makanan dan minuman segar seperti susu, daging, yogurt, tahu, hingga makanan beku dan makanan yang diproses dan berpengawet.
Kali ini, Warta Ekonomi berkesempatan mewawancarai CEO Fresh Factory, Larry Ridwan secara langsung di acara pengumuman kerja sama kedua perusahaan tersebut pada Rabu (12/7/2023). Berikut wawancaranya.
Baca Juga: Fresh Factory: RI Kekurangan Gudang Pendingin, Akibatnya Jadi Penyumbang Sampah Makanan Terbesar
Saat ini, pendanaan perusahaan sudah disokong oleh investor siapa saja?
Untuk informasi investor, yang mungkin bisa saya sebutkan ada East Ventures. Ada beritanya dulu. Lalu ada SBI, Saratoga Investama Sedaya, dan sebagainya.
Soal gudang pendingin, apa saja tantangannya di Indonesia dan bagaimana mengatasinya?
Kami melihat bahwa pasar untuk gudang pendingin ini sangat besar, pasar ini sangat dibutuhkan. Tetapi kan, untuk memenuhi pasar ini, satu, tidak bisa sendiri. Maka terciptalah aktivitas-aktivitas bersinergi dengan pemain-pemain yang ada sekarang.
Kedua tentunya adalah pendanaan, ini merupakan sesuatu yang terpenting. Kalau tidak ada pendanaan, bagaimana berkembangnya? Bagaimana bergeraknya?
Layaknya sebagai sebuah startup, kami akan terus mencari pendanaan-pendanaan yang tepat supaya bisa melakukan visi ini.
Seperti apa pendanaan gudang dingin, apakah investasinya hanya untuk satu gudang?
Waduh saya sangat susah jawab itu. Begini, cold storage (gudang pendingin) itu datang dari berbagai tipe. Mulai dari kulkas Anda di rumah itu kan cold storage, tapi mikro.
Untuk B2B kan ada skala yang kecil, skala menengah, dan skala besar. Dari sisi skala besar, kalau mau diriset, di Indonesia sudah banyak perusahaan tradisional skala besar bidang cold storage, salah satunya yang dimiliki oleh Saratoga seperti MGM Bosco, Kiat Ananda. Itu besar-besar, biasanya di Bekasi yang sampai 30 ribu-40 ribu palet.
Jadi, investasinya pun lain-lain. Kalau yang 300 meter berapa? Yang 500 meter berapa? Satu hektare begitu berapa? Jadi, sangat susah untuk menguantifikasi. Namun, biasanya ada standar, yaitu untuk membuat satu palet posisi, biasanya sekitar Rp5 juta. Berarti kalau mau bikin 1.000, hitung saja pengalinya. Harus dibikin berdasarkan lokasi.
Lantas investasinya termasuk lahan atau sewa lahan?
Lahannya itu dari mana begitu ya? Tentunya untuk mengakuisisi lahan itu bermacam-macam. Pertama, beli. Kedua, sewa jangka panjang. Ketiga, kerja sama. Makanya dengan NCS ini, kami lakukan di level kerja sama. Mereka kan sudah punya banyak titik, berarti sudah punya lahan toh? Nah itulah yang ingin kami kerja sama. Sehabis itu, bangun cold storage atau pun kalau ada existing cold storage, kami pakai.
Adanya sinergi antara Fresh Factory dan NCS, apakah ini berkompetisi dengan kompetitor di bidang gudang pendingin?
Betul, betul, bicara fokus di dunia startup, kami yang mempionir, yang pertama sebenarnya untuk cold chain fulfillment company (perusahaan penyimpanan terintegrasi rantai dingin) di wilayah startup.
Kalau kami yang berani mulai, itu pun dari 2,5 tahun lalu. Belakangan kami lihat, ada yang mengikuti nih, ya tidak apa-apa. Saya rasa sih, kompetisi itu sehat. Karena kembali lagi, pasar Indonesia kan sangat besar, diperlukan kerja sama antarpemain, baik itu pemain lama tradisional atau pemain startup. Pasarnya besar, pemain-pemainnya belum penuh semua.
Indonesia ada berapa? 15 ribu pulau, itu sangat besar dan infrastrukturnya terbatas. Jadi kalau tidak kolaborasi saya rasa tidak mungkin ya.
Sudah mendekati akhir tahun, kira-kira ada rencana apa ke depan untuk Fresh Factory?
Menambahkan infrastruktur mulai dari operasi gudang, fleet yang itu ada first-mile, mid-mile last-mile, mau itu bentuk truk, motor, kargo, apa pun itu.
Dari penambahan segmen, tadi saya sudah sebutkan. Sudah mulai dan akan diseriusi.
Fresh Factory ini masuk dalam wadah akselerator startup Y Combinator. Sebagai mitra, ada langkah strategis membuat Fresh Factory—mungkin masuk ke kancah global?
Kami di-invest malah sejak dua tahun lalu pada tahun 2020. Kami apply ke Y Combinator.
Soal ke luar negeri. Begini. mimpi pasti ada, tapi Indonesia sendiri kan luas, sehingga kami ingin fokus dulu di Indonesia.
Kalau bicara mimpi, pasti dong. Ngomongin Asia Tenggara saja, Indonesia ini menjadi negara rujukan. Infrastruktur e-commerce kita, situasi e-commerce kita, itu tuh jauh lebih advance dibanding negara-negara luar itu.
Jadi, menurut saya, jika Anda menaklukan Indonesia, selanjutnya bakal gampang. Indonesia kalau ngomongin cold chain (rantai dingin), paling susah dibanding Malaysia dan Vietnam. Paling susah sinilah. Di sini pulau kita banyak begitu. Jadi, kita bersihkan di sini dulu. Kalau di sini sudah sukses, sudah jalan, barulah ekspansi dan sebagainya.
Mimpi ada kok, masa jadi pemain kandang doang?
Lalu untuk dua tahun mendatang, apa targetnya?
Oh, jadi Elon Musk saya (tertawa dan disambut tawa jurnalis lainnya).
Tentunya kami ingin menjadi pemain yang signifikan di industri rantai dingin Indonesia, itu satu. Tetapi dengan cara-cara yang lebih startup atau lebih modern. Di situlah sistem teknologi akan berperan sangat penting. Baik itu dari segi perangkat lunak (software) seperti WMS atau warehouse management system atau pun transportation management system yang memang sangat ramah rantai dingin.
Kedua, IoT, internet of things ya. Di dunia cold storage, IoT itu sangat dibutuhkan untuk sensor temperatur karena kalau temperatur turun, itu harus ada sensornya. Begitu contohnya.
Ketiga adalah AI. Jangan lupa, cold storage itu produknya agak ekstrem. Jadi untuk semua tenant dan pelanggan menyetok barang, itu penuh kalkulasi yang sangat luar biasa. Ketika stok berlebih, dia kedaluwarsa, yang stoknya tidak berlebih, permintaannya hilang.
Makanya saya bilang, dunia cold chain dengan dunia non-cold chain, justru dunia cold chain ini sangat IT sekali, sangat memerlukan campur tangan teknologi, bukan hanya manusia dengan gudang saja.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: