Fraksi PKS menolak pengesahan RUU Kesehatan menjadi undang-undang pada Paripurna DPR (Selasa, 11/7/2023).
Menurut Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini, sikap kritis dan penolakan konsisten disuarakan PKS sejak awal di Badan Legislasi, Pembicaraan Tingkat I, hingga akhir Pengesahan di Paripurna.
"Apalagi banyak pasal yang dinilai setback dari undang-undang sektor kesehatan," kata Jazuli kepada wartawan, Kamis (13/07/2023).
Jazuli menguraikan alasannya, yakni:
Pertama, RUU Kesehatan menghilangkan mandatory spanding untuk kesehatan yang ada di UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Padahal budget yang ditetapkan dalam APBN dan APBD ini penting untuk menjamin kesehatan rakyat.
UU Kesehatan menetapkan mandatory spanding 5% dalam APBN, Fraksi PKS mengusulkan 10%.
"Bukannya mengokohkan aturan lama, RUU Kesehatan justru menghapus alokasi APBN tersebut. Penghapusan ini merupakan langkah mundur dan bentuk dari upaya mengurangi tanggungjawab pemerintah di bidang kesehatan," tambahnya.
Kedua, RUU Kesehatan minim partisipasi dan mengabaikan aspirasi organisasi profesi kesehatan seperti ikatan dokter, perawat, dll. Organisasi profesi selama ini telah berupaya menjaga etika dan profesionalitas profesi kesehatan.
"Singkatnya waktu pembahasan, sehingga terkesan terburu-buru, padahal RUU ini mengintegrasikan sekaligus merevisi dan membatalkan 13 undang-undang, membuat RUU ini rentan bermasalah sebagaimana pengalaman UU Cipta Kerja yang kemudian dianulir oleh Mahkamah Konstitusi. Apalagi jelas-jelas RUU ini lemah dalam partisipasi publik untuk mendapatkan masukan yang komprehensif," tegasnya.
Ketiga, Fraksi PKS menangkap kekhawatiran besar dari stakeholder kesehatan; dari asosiasi, para dokter, paramedis, akademisi, dan aktivis bahwa RUU ini akan membuat sektor kesehatan semakin liberal sehingga merugikan masyarakat.
"Berdalih berbagai kemudahan perijinan dan praktek serta investasi di sektor kesehatan hal ini mengancam kualitas dan daya beli layanan kesehatan pada masyarakat luas. Jika selama ini asosiasi profesi memainkan peran penting, maka ke depan dikhawatirkan kontrol dan pengawasan pihak berwenang menjadi lemah dan akhirnya masyarakat sebagai konsumen akan dirugikan," tambahnya.
Keempat, Fraksi PKS menilai RUU Kesehatan sangat sentralistis di tangan pemerintah dengan memangkas banyak norma strategis yang semestinya menjadi muatan undang-undang. Hal ini terlihat dari banyaknya klausa yang akan diatur dalam peraturan turunan yang jumlahnya mencapai 100-an.
"Fraksi PKS menilai hal ini justru bertolak belakang dengan semangat omnibus yang disebut untuk menyederhanakan. Yang terjadi justru hyper regulasi di tingkat PP atau turunan lainnya. Kita juga khawatir hadirnya peraturan turunan akan dibuat terburu-buru mengingat jumlahnya yang banyak sehingga pada akhirnya kualitas kebijakan kesehatan akan rentan dampaknya kepada publik," tandasnya.
"Atas seluruh argumentasi tersebut, Fraksi PKS berpendapat RUU Ombibus Law Kesehatan tidak benar-benar berpihak pada rakyat. Fraksi PKS memohon maaf perjuangan kami khususnya dalam meningkatkan anggaran kesehatan 10% dalam APBN belum berhasil saat ini," pungkas Jazuli.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: