Untuk menentukan valuasi sebuah saham investor harus menghindari penggunaan yang berpatokan terhadap satu metode saja. Valuasi saham sendiri merupakan proses penilaian harga saham suatu perusahaan yang bertujuan untuk menentukan nilai intrinsik atau nilai wajar dari saham tersebut.
"Jadi di saat kita ingin melakukan proses valuasi atau menghitung nilai intrinsik sebuah saham, ya jangan hanya memakai satu jenis perhitungan valuasi saja. Alangkah baiknya kalau kita menggunakan dari beberapa macam valuasi," ujar Value investor Rivan Kurniawan, dikutip dari akun YouTubenya, Minggu (16/7/2023).
Baca Juga: Tips Kaya Raya Sambil Tidur Ala Lo Kheng Hong
Rivan mengatakan, hal tersebut perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya subjektivitas dalam menentukan nilai valuasi dari saham yang dituju.
"Dengan menggunakan beberapa metode valuasi, kita bisa melihat sebaran nilai yang mendekati nilai intristiknya," ujarnya.
Ia mencontohkan, seseorang investor memutuskan untuk menggunakan metode discounted cash flow atau DCF, dividen discounted model atau DDM dan ips discounted model.
Menurutnya dengan metode DCF investor bertemu dengan nilai Rp1.000, kemudian dengan metode dividen DDM nilai intristiknya ternyata di angka Rp 500, selanjutnya pada metode lainya ditemukan angka Rp 900.
"Nah dari sini kita bisa mengambil hipotesa. Bahwa sebaran data yang mendekati nilai intrinsik adalah Rp900 hingga Rp1.000 per lembar saham. Jadi kita bisa abaikan untuk perhitungan nilai intrinsik Rp500 per lembar saham tadi," ucapnya.
Baca Juga: Apa Itu Pricing Power?
Lanjutnya, yang perlu diperhatikan investor juga terkait dengan karakteristik perusahaan yang bermacam-macam sebelum menentukan metode yang digunakan untuk menghitung nilai intrinsik dari saham tersebut.
Pasalnya, jika seorang investor keliru dalam memutuskan metode valuasi yang digunakan untuk menilai intrinsik sebuah saham, maka akan berpotensi mendapatkan hasil yang keliru juga.
"Misalkan seorang investor ingin menghitung nilai intrinsik dari perusahaan dengan metode dividen discount model atau di DDM. Akan tetapi ternyata perusahaan tersebut tidak membagikan dividen secara rutin atau dividen yang dibagikan tidak memiliki pola yang jelas. Maka investor tersebut akan mendapatkan hasil yang keliru jika memaksakan menghitung nilai prinsip dengan menggunakan dividen diskon model," ucapnya.
Kemudian, yang perlu diperhatikan oleh investor adalah untuk menghindari menggunakan asumsi terlalu optimis. Rivan menyebut, jika itu terjadi akibatnya adalah perhitungan nilai intrinsik saham tersebut jadi terlalu tinggi dan menjadi bias.
"Saya pribadi menyarankan agar ketika kita menaruh asumsi ke dalam perhitungan valuasi sih, gunakanlah asumsi yang lebih konservatif. Ya karena buat saya lebih baik asumsinya konservatif tapi tercapai nilai intrinsiknya dibandingkan asumsinya terlalu optimis tapi tidak tercapai," jelasnya.
Selain itu, ia melihat bahwa sering kali investor juga menggunakan asumsi bahwa perusahaan terus bertumbuh.
"Padahal ternyata leading indicator menunjukkan bahwa kinerja perusahaan tersebut akan slowing down atau bahkan turun di waktu yang akan datang. Jadi sebaiknya kita lebih berhati-hati dalam menaruh asumsi di dalam perhitungan intrinsik value," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Annisa Nurfitri