Strategi Dirut Blue Bird Hadapi Disrupsi Teknologi Transportasi, Utamakan Interaksi Manusia
Perusahaan taksi yang sudah berumur 51 tahun, Blue Bird Group terus melakukan pengembangan layanan dan berpartisipasi dalam perkembangan teknologi transportasi.
Baru-baru ini, Blue Bird menunjuk direktur utama baru, Adrianto (Andre) Djokosoetono yang menggantikan Sigit Djokosoetono.
Andre akan meneruskan konsep bisnis Mobility as a Service (MaaS) yang terwujud dalam layanan-layanan Blue Bird dengan mengedepankan interaksi dan hubungan dengan pelanggan (human connection), aplikasi yang multiguna atau hybrid, pembayaran dengan beragam opsi, dan tetap mengutamakan keamanan dan kenyamanan pelanggan.
Baca Juga: Armada Blue Bird Bakal Hadir di Stasiun Kereta Cepat Jakarta-Bandung hingga Bandara Kertajati
Kali ini, Warta Ekonomi berkesempatan mewawancarai Direktur Utama (Dirut) Blue Bird secara langsung di acara temu media pada Senin (18/7/2023). Berikut wawancaranya.
Agenda transformasi Blue Bird dalam konsep bisnis mobilitas sebagai layanan atau Mobility as a Service (MaaS), boleh diceritakan seperti apa konsep ini dan bagaimana realisasinya?
Kami sedang coba formulasikan bagaimana relevansi MaaS terhadap pelanggan kami, baik yang akses melalui aplikasi kami maupun melalui aplikasi kemitraan (partner). Hal yang tadi saya bilang, Mobility as a Service, konsep kami adalah melalui strategi 3M (Multi-Channel, Multi-Payment, dan Multi-Product), bagaimana motif produk kami itu bisa saling berhubungan dengan produk kami maupun produk kemitraan.
Contoh, Mass Rapid Transport (MRT), Kereta Api Indonesia (KAI), kami juga melakukan produktivitas di situ. Jadi bagaimana yang komuter atau antarkota, itu kan nanti terefleksi pada saat kami memperbaruinya di dalam produk kami. Ada City Trans, Airport Shuttle, itu juga akan terkoneksi ke sana.
Soal MaaS, rencananya akan banyak membuat Blue Bird bermitra dengan berbagai pihak, apakah terbuka juga kemitraan dengan perusahaan ride hailing seperti Gojek, Grab, InDrive, atau Maxim?
Secara prinsip sih karena kami sudah menyatakan strategi kami sebagai saluran agnostik (agnostic channels), jadi kami tetap akan membuka potensi kolaborasi dengan siapa pun.
Belakangan masih hangat soal mobil listrik atau electric vehicle (EV), apakah perusahaan terjun dan mengembangkan armada? Jika iya, di mana persebaran EV ini?
Yang EV-nya? Satu persen kurang, setengah persen kayaknya. [Saat ini terdapat 20.000 unit taksi konvensional Blue Bird, sehingga jumlah mobil listriknya sekitar 500 unit].
Saat ini kami sudah ada di Jakarta dan Bali yang lumayan ada unitnya. Kami juga baru trial out atau tahap percobaan di Semarang. Kemudian, kami akan mencoba juga di beberapa kota besar lainnya di Jawa atau bahkan di luar Jawa.
Blue Bird saat ini masih menggunakan aplikasi MyBluebird sebagai peningkatan utilitas Internet of Things (IoT), sejauh ini apa tantangannya dan bagaimana perusahaan mengatasinya?
Aplikasinya harus hybrid karena penumpang kami tidak semuanya melakukan pemesanan di aplikasi. Jadi, aplikasinya berfungsi sebagai aplikasi yang digunakan secara langsung (walk-in customer) juga, contohnya. Jadi kami lakukan dengan pembayaran yang praktis. Kan bisa setop taksi, bayar digital saja
Itu salah satu contoh kenapa kami sebut aplikasi digital itu hybrid. Hybrid memfasilitasi penumpang yang pesan, yang diakses secara digital atau sambil jalan.
Masih soal MaaS, di paruh tahun kedua 2023, bagaimana strategi perusahaan terus mengembangkan ini?
Strategi MaaS turunannya adalah 3M tadi, Multi-Product, Multi-Channel, dan Multi-Payment. Penyampaian produk yang sebenarnya adalah aman, nyaman, dan personalized (ANDAL).
Apa pun jenis kendaraannya, apa pun jenis kanalnya. Fokus juga di sana. Bagaimana kami secara konsisten memberikan pelayanan yang lebih baik, lebih standar, lebih nyaman, itu juga kami pertahankan. Karena itu kan pendukungnya. Tetapi yang paling pertama di human connection kami akan pertahankan yang terbaik itu.
Di tengah meredanya kasus Covid-19, artinya mobilitas masyarakat kembali normal, lantas masyarakat juga masih menggunakan layanan kompetitor dari perusahaan rintisan (startup) ride hailing, bagaimana Blue Bird tetap bertahan?
Sekali lagi, memahami dan membuat relevan terhadap pelanggan Blue Bird. Pelanggan Blue Bird seperti apa? Jadi itu akan kami coba secara konsisten.
Hal yang pentingnya di pelayanan kami, bagaimana mitra pengemudi, customer service, operator, laporan kehilangan (lost belonging) terutama kehilangan ponsel yang sering terjadi, atau dompet. Dompet lebih jarang sih karena banyak yang bayar digital. Tetapi ponsel ketinggalan dan sebagainya, itu soal bagaimana kami melayani, itu juga menjadi yang utama.
Jadi kalau ditanya kembali, kami fokus di human connection. Bagaimana relevan menyampaikan produk, layanan, jasa kami ke pelanggan.
Dari disrupsi layanan transportasi ini, apa proyeksi Blue Bird hingga lima tahun mendatang, baik soal strategi, menghadapi kompetisi, atau kinerja keuangan?
Kami selalu melihat kompetitor itu selalu ada. Jadi, meskipun tahun ini, tahun depan, dua tahun lagi akan terus berganti atau tetap yang sama. Untuk sekali lagi, kami pendekatannya adalah se-relevan apa produk kami, layanan kami terhadap pelanggan kami, oleh pelanggan kami.
Jadi, kalau tadi pelanggan kami melihat, bahwa ya, sekarang harga sudah bukan lagi sesuatu hal yang sensitif. Karena seringkali kasusnya lebih mahal atau tidak dapat taksi, atau sering dibatalkan pengemudi. Kami akan membuat produk lebih relevan bahwa kami tidak melakukan tindakan yang sama. Itu kan realistisnya yang kami akan fokuskan juga.
Ada rencana untuk menaikkan porsi pekerja perempuan di Blue Bird, baik dari level petinggi sampai mitra pengemudi?
Tetap menjadi fokus untuk visi keberlanjutan (sustainability visions) kami, 50-30 dan tiga pilar sustainability kami kan ada di situ.
Kalau tadi yang Warta Ekonomi tanyakan, mengenai pilar Blue Life kami, di sana ada, bagaimana kami mengedepankan dan juga membuat prioritas untuk kontribusi, mengakomodasi, memfasilitasi wanita contohnya.
Dari sisi mitra pengemudi, pemberdayaan kami juga ada di Kartini Blue Bird. Jadi, kalau inklusivitas kami di Blue Life Pilar itu, tidak perlu harus menjadi karyawan atau menjadi mitra pengemudi, atau yang lainnya, tapi juga bisa dalam bentuk yang lain. Karena kontribusi inklusivitas juga bisa dalam bentuk tadi, kontribusi perusahaan melalui program Kartini Blue Bird.
Ini kan juga sebenarnya bentuk kontribusi kami ke inklusivitas. Bagaimana kemandirian ibu-ibu dari keluarga besar Blue Bird bisa lebih baik.
Soal kebijakan Anda yang menyambut teknologi, bagaimana Anda merangkul tim yang terdiri dari ragam usia dan latar belakang tetap menghadapi disrupsi?
Ini sih sebenarnya bukan tugas yang mudah. Tetapi untuk di Blue Bird sendiri kan, kami sudah bertahap (gradual) dan secara bertahap, namun lanjut mengadopsi teknologi dan kekinian yang lain. Jadi semua alat, peralatan kerja, ini juga kami perbarui, disesuaikan dengan zamannya.
Kami juga pastikan memberikan pelatihan dan onboarding yang cukup, sehingga siapa pun yang bergabung sama kami, bisa melakukan pekerjaannya, untuk di karyawan maupun pengemudi, dua-duanya.
Kami selalu usahakan, selalu bisa dipelajari atau pun mempunyai fasilitas pelatihan yang cukuplah. Karena menurut kami, itu semua soal kemauan, empati, kesempatan itu kan. Kebetulan kami mempunyai fasilitas pelatihan cukup besar. Jadi, mudah-mudahan bisa menginklusifkan lebih banyak generasi. Tidak hanya generasi yang muda atau generasi yang adaptif terhadap teknologi saja.
Pesan apa yang ingin disampaikan kepada pemimpin perusahaan agar tetap bertahan di tengah disrupsi teknologi yang kencang dan cepat?
Strateginya? Semua orang yang ada di ruangan ini tetap naik Blue Bird [tertawa dan disambut tawa audiens di ruangan].
Baca Juga: Bos Blue Bird Kasih Bocoran Rencana Ekspansi ke Sumatera dan Kalimantan
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: