PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Hulu Energi (PHE) bersama Petronas Malaysia telah resmi menandatangani perjanjian akuisisi 35 persen kepemilikan saham Shell di Blok Masela. Dalam perjanjian jual beli saham tersebut, dicatat bahwa PHE mendapatkan porsi saham 25 persen, sedangkan Petronas memegang 15 persen saham.
Pengambilalihan hak kelola ini mendapat banyak respons positif dari berbagai pihak karena dinilai memberikan potensi keuntungan yang signifikan bagi Indonesia.
Pengamat energi, Hanifa Sutrisna mengungkap bahwa langkah untuk mempercayakan pengelolaan blok-blok minyak dan gas (migas) raksasa kepada PHE merupakan langkah yang tepat. Pasalnya, kinerja dari anak perusahaan Pertamina tersebut memang sedang meningkat, sehingga ia optimis dengan keuntungan yang akan diperoleh dari proyek tersebut.
Baca Juga: Menteri ESDM Bidik Rencana Kerja Blok Masela Rampung dalam Tiga Bulan
“Ini waktu yang tepat untuk mempercayakan pengelolaan blok-blok (raksasa) migas kepada anak bangsa. Kita harus optimistis,” katanya, dilansir dari Antara, Jumat (28/7/2023).
Pengambilalihan Blok Masela yang telah ditinggalkan Shell dinilai akan memberikan nilai efek domino terhadap ekonomi dan berperan penting dalam mendukung ketahanan energi nasional. Pengembangan Blok Masela diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat lokal.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyampaikan bahwa langkah ini merupakan bukti komitmen Pertamina dalam mewujudkan kemandirian energi nasional.
“Prioritas utama kami adalah mengamankan suplai energi untuk Indonesia dan mewujudkan kemandirian energi nasional. Hal ini berarti kita harus memproduksi lebih banyak energi untuk permintaan domestik,” ujarnya dalam acara Indonesia Petroleum Association Convention & Exhibition (IPA Convex) ke-47, Selasa (25/7/2023).
Blok Masela dan Kronologi Perjalanannya
Blok Masela disebut sebagai lapangan (gas) abadi karena jumlah cadangan yang begitu besar, yakni mencapai 10,73 Triliun Cubic Feet (TFT). Blok ini terletak di kawasan laut Arafura, Maluku dan berbatasan langsung dengan Australia dan Timor Leste.
Kawasan yang sering disebut sebagai Harta Karun Indonesia ini pertama kali ditemukan pada tahun 2000. Sebelum diambil alih oleh PHE dan Petronas, hak partisipasi Blok Masela dimiliki oleh Inpex, perusahaan asal Jepang, sebesar 65 persen dan Shell Corporation, perusahaan Belanda, sebesar 35 persen.
Lalu, pada tahun 2020, Shell memutuskan untuk hengkang dari Blok Masela. Menurut VP Corporate Service Inpex Masela, Henry Banjarnahor, Shell telah melakukan penghitungan ulang soal keterlibatannya dalam proyek tersebut, dan mereka menganggap proyek tersebut kurang kompetitif dibandingkan dengan portofolio proyek Shell di negara lain.
“Mereka (Shell) melihat global portofolio mereka di seluruh dunia dan mereka menganggap bahwa investasi di negara lain lebih menguntungkan mereka, jadi mereka mengutamakan itu," ujarnya saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (24/8/2020).
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkap bahwa Shell hengkang karena ingin berfokus pada pengembangan proyek Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
“Shell keluar karena mau masuk renewable energy,” ungkapnya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM (2/12/2022).
Kerja Sama Pertamina dan Petronas
Selanjutnya, Pertamina menggandeng Petronas untuk mengambil alih 35 persen saham dari Shell. Hal ini dikarenakan BUMN asal Malaysia tersebut tertarik untuk mengakuisisi hak partisipasi Shell di Blok Masela.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menjelaskan bahwa ketertarikan tersebut dikarenakan Petronas telah memiliki fasilitas Floating Liquefied Natural Gas (FLNG) dan memiliki pembeli gas eksisting.
“Presidennya (Petronas) sudah ketemu saya minta difasilitasi ketemu pimpinan ESDM jika perlu ketemu Presiden dia minta, dia juga punya fasilitas LNG-nya,” paparnya dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (28/7/2023).
Pada 25 Juli 2023, Direktur Utama PT PHE Wiko Migantoro, Direktur Utama Upstream Petronas Datuk Adif Bin Zulkifli, dan Direktur Keuangan untuk Divestasi dan Akuisisi dan NBD Asia Pacific Shell Kuo Tong Soo secara resmi menandatangani perjanjian jual beli saham atau sales and purchase agreement di acara IPA Convex ke-47 di ICE BSD Tangerang.
Dalam kesempatan yang sama, juga dilakukan penandatangan nota kesepahaman kemitraan pengembangan Blok Masela oleh Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati dan Direktur Utama Inpex Corporation Takayaki Ueda.
Dikabarkan bahwa Pertamina dan Petronas menggelontorkan dana hingga US$650 juta atau setara Rp9,75 triliun (kurs 15.000 per dolar AS) untuk mengakuisisi hak partisipasi atau participation interest (PI) tersebut.
Nicke menjelaskan, angka tersebut merupakan gabungan dari harga penjualan senilai US$325 juta (Rp4,91 triliun), plus additional contingent US$325 juta (Rp4,91 triliun) yang harus dibayarkan saat keputusan investasi akhir (Final Investment Decision/FID) diambil.
Ia menambahkan, porsi pembayarannya disesuaikan dengan hak partisipasi 35 persen. Dalam hal ini, Pertamina melalui PT PHE mendapat porsi 20 persen, sedangkan Petronas Masela Sdn Bhd sebesar 15 persen.
"(Nilai investasi Pertamina dan Petronas di Blok Masela) US$650 juta, itu gabungan. Jadi, kan yang diambil 35 persen yang milik Shell. Jadi, Pertamina 20 persen, (Petronas) 15 persen," imbuhnya.
Perhitungan Potensi Keuntungan bagi Ekonomi Nasional
Lapangan abadi di Blok Masela diproyeksikan akan menghasilkan 9,5 MMTPA LNG dan 150 MMSCFD gas pipa, yang merupakan produksi gas terbesar di dalam negeri. Selain itu, lapangan abadi ini juga akan menghasilkan 35.000 barel per hari kondensat.
Hanifa Sutrisna menyatakan bahwa pengelolaan lapangan abadi di Blok Masela ini akan meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
“Mengutip data Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia 2016 dan Balitbang Kemenaker tahun 2017, manfaat ekonomi lapangan abadi diproyeksikan dapat meningkatkan PDB sebesar US$153 miliar serta meningkatkan pendapatan rumah tangga pada tahap konstruksi sebesar US$3 miliar dan tahap produksi sebesar US$30 miliar,” paparnya.
Pengamat ekonomi pembangunan, Izaac Tonny Matitaputty meyakini bahwa keterlibatan PHE dalam pengelolaan Blok Masela akan menggerakan roda perekonomian dan memperluas lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja lokal.
“Saya yakin karena BUMN Pertamina turut hadir dalam pengelolaan Blok Masela. Roda ekonomi akan bergerak. Karena jika dikelola dengan baik, maka ketimpangan semakin kecil, pengangguran kecil, kemiskinan semakin kecil. Saya yakin hal itu sesuai dengan visi dan misi Pertamina,” ujarnya dalam keterangannya, Jumat (28/7/2023).
Oleh karena itu, negara harus memberikan dukungan penuh terhadap proyek yang dicanangkan akan memulai jadwal produksi pada tahun 2029 mendatang.
Baca Juga: Caplok Alih Kelola Blok Masela, Pertamina Akselerasi Pelaksanaan On-Stream
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti