Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dewan Pers terkait Ancaman Google: Tanggung Jawab Bersama untuk Cerdaskan Bangsa

        Dewan Pers terkait Ancaman Google: Tanggung Jawab Bersama untuk Cerdaskan Bangsa Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ancaman Google yang tidak menampilkan karya jurnalistik berkualitas akibat Peraturan Presiden (Perpres) akan terjadi. Perpres Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas tersebut mengundang kontroversi, khususnya distribusi pemberitaan melalui perusahaan platform kepada masyarakat.

        “Saya kira ini tanggung jawab bersama, tanggung jawab masyarakat untuk lebih cerdas, lebih paham, ada pemerintah, masyarakat, aparat penegak hukum, multistakeholder, yang sama-sama harus mencerdaskan bangsa, [agar] bagaimana bisa melihat berita-berita yang bisa dijadikan pusat rujukan,” beber Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu dalam diskusi panel bertajuk Publisher Rights, Google dan Masa Depan Pers yang dilansir dari YouTube Trijaya FM pada Minggu (30/7/2023).

        Moderator dalam diskusi panel tersebut menjelaskan, ancaman Google yang dimaksud adalah respons Google sebagai perusahaan platform distribusi berita, kecewa dengan adanya Perpres. Google menganggap, Perpres tersebut akan membatasi keberagaman sumber berita bagi publik. Sehingga, terdapat ancaman dari Google untuk tidak menyalurkan informasi, dampaknya, akan membahayakan masyarakat. 

        Baca juga: Rancangan Perpres di Indonesia Ancam Masa Depan Media, Google Beberkan Dampaknya bagi Masyarakat

        Dalam Perpres, sempat terdapat istilah publisher rights yang mengatur kewenangan perusahaan platform dengan pers. Ninik selaku perwakilan dari Dewan Pers menanggapi hal tersebut dari dua sisi, yakni sisi ekonomi untuk kepentingan media, dan kedua sisi hakikat warga negara untuk mendapatkan informasi yang akurat.

        Kemudian, Ninik memberi contoh kasus ketika media cetak memberitakan informasi yang salah, kemudian diverifikasi dan diberi keterangan ralat ketika informasi tersebut dicetak di hari berikutnya.

        “Kalau dulu, akurasi berita—karena dulu media cetak—misalnya ada kesalahan, lalu diteliti dengan kode etik jurnalistik apakah sudah sesuai atau tidak, kalau tidak sesuai, kami memberikan hak jawab dengan prinsip, tidak boleh diturunkan (take down) kecuali dengan alasan tertentu,” jelas Ninik.

        Namun, bagaimana dengan informasi hoaks yang diterbitkan secara digital oleh kreator berita, pers, atau yang didistribusikan melalui perusahaan platform? 

        “… tentu yang pertama tetap tanggung jawab ada di media itu sendiri. Kalau pun terjadi pemberitaan yang melanggar kode etik jurnalistik, tetap berita itu tidak boleh di-take down kecuali atas rekomendasi Dewan Pers, begitu juga yang didistribusikan melalui platform,” sambungnya rinci.

        Ninik memberikan pengecualian jika pemberitaan tersebut berkaitan dengan kepentingan publik lebih besar, misalnya kepentingan anak atau kepentingan korban terkait terorisme.

        “Berita itu boleh di-take down,” ujarnya singkat. 

        Perpres tersebut kabarnya tengah dalam proses penggodokan hingga tahap persetujuan presiden. Perpres ini nantinya akan mengatur distribusi pemberitaan, kerja sama antara perusahaan platform dan pers, serta keadilan pendapatan bagi media.

        Baca Juga: Kemenkominfo: Perusahaan Pers Tak Bersatu, Mohon Maaf, Gampang Dipengaruhi Pihak Lain

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Nadia Khadijah Putri
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: