Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Perjalanan Bisnis Hypernet: Bermula dari Warnet hingga Kini Berkembang Pesat

        Perjalanan Bisnis Hypernet: Bermula dari Warnet hingga Kini Berkembang Pesat Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Siapa sangka perusahaan penyedia jasa internet dan managed service di bawah naungan perusahaan telekomunikasi terkemuka XL Axiata, berawal dari warung internet dekat kampus Bina Nusantara (Binus). Ini awal mula Hypernet Technolgies berkembang pesat sampai sekarang.

        Berfokus di segmen bisnis ke bisnis (B2B), Hypernet kini menjadi langganan korporasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. CEO Hypernet Technologies, Sudianto Oei atau kerap disapa Apin bercerita bahwa awalnya perusahaan tersebut dimulai dari hobinya bermain game bersama dengan adiknya, Sudino Oei.

        “Waktu itu komputer masih sesuatu yang mewah, mahal, tambah lagi koneksi internet waktu itu juga sangat mahal sekali. Jadi kami minta ke orang tua, ‘bisa enggak bikin warnet’ begitu, dan kami usulkan ala-ala sambil membuat rencana bisnis. Intinya kami cari duit aja, bukan main. Padahal inginnya main gratis,” ungkap Apin santai saat ditemui Warta Ekonomi di Jakarta pada Selasa (16/8/2023). 

        Baca Juga: Bantu Transformasi Digital UMKM, Hypernet Tawarkan Cloud hingga Security

        Lama berkembang, kemudian Hypernet menjadi penyedia internet. Menurutnya, masalah yang sering dihadapi pada masa tersebut adalah koneksi internet yang tidak stabil dan mahal. Apin dan tim melibatkan komunitas sesama pemilik warnet hingga terjun ke pelanggan UMKM.

        Sampailah Hypernet bertemu dengan Binus yang pada saat itu sedang menggalakkan program Binus Online Learning, sehingga perusahaan ini berkontribusi membangun jaringan internet kampus dan indekos sekitar kampus.

        “Karena mayoritas waktu itu, mahasiswa-mahasiwi Binus dari luar kota, bagaimana caranya terkoneksi ke jaringan kampus. Nah, karena mereka tahu saya punya warnet, mereka tanya, bisa enggak bantu bikinin juga buat jaringan kos-kosan. Tapi investasinya bagaimana? Nah Binus mengeluarkan investasi [waktu itu],” jelasnya lagi.

        Namun, karena Binus adalah yayasan non-profit, maka kampus tersebut tidak boleh menerima uang di luar pembayaran akademik, sehingga Apin ketika lulus kuliah, mengurus Hypernet untuk membentuk badan usaha profit.

        “Badan usaha itu kami ciptakan, jadi PT, dan melayani mahasiwa-mahasiswi tadi. Nah, badan usaha itu kebetulan ada bagian saham secara minoritas dari Binus. Kemudian kami ajukan izin ke Kominfo [untuk mendapatkan lisensi],” ceritanya.

        Sedari awal, Hypernet sudah menyasar ke segmen B2B. Karena itu, perusahaan ini juga bekerja sama dengan almamater Binus yang bekerja di perusahaan teknologi di Indonesia saat itu. 

        “Jadi Hypernet dari awal memang didesain tidak ke residensial atau ritel, walaupun mulainya tadi dari kos-kosan. Tapi kami menganggap bahwa itu sebagai bagian dari B2B karena komunitas Binus, jadi memang larinya ke sana,” tambahnya.

        Apin pun menyimpulkan bahwa Hypernet berkembang atau berinovasi berdasarkan pemecahan masalah. Ia percaya, ketika ia dan tim dapat memecahkannya, maka bisnis dapat bertahan lama atau memiliki keberlanjutan.

        “Dari provider internet menjadi provider service karena waktu itu pelanggan sudah diberikan koneksinya, tapi mereka tetap punya masalah dan telepon kami, sesimpel masalah koneksi enggak jalan di laptop, tetapi di laptop lain bisa. Kami perbaiki, dan sepertinya pelanggan harus kami kasih juga laptopnya sekalian,” ujarnya.

        Akhirnya Hypernet pun berevolusi menjadi perusahaan yang menyediakan managed service, termasuk menyediakan perangkat. Karena itu, perusahaan ini menjawab masalah dan tantangan pelanggan, yang menurut Apin, “… pelanggan tidak cukup hanya dikasih koneksinya aja, tapi harus dikasih tools-nya juga, perangkatnya juga.” 

        Hypernet pun merambah ke layanan managed security, yang artinya ketika banyak pelanggan mengandalkan perusahaan tersebut, maka makin banyak pula data yang harus diamankan.

        “Mau enggak mau ya, layanan itu secara otomatis jadi ada. Karena menjawab tadi, problem kan,” tandas Apin. 

        Selain itu, pada Juni 2023 lalu, Hypernet bermitra dengan Link Net dan XL Axiata dengan meluncurkan jenama atau brand Lyft, sebagai penyedia layanan perangkat keras (equipment atau hardware), konektivitas, deployment, managed service maintenance, dan lisensi. Peluncuran brand tersebut juga dapat mempercepat transformasi digital.

        Value, strength, beserta positioning-nya, XL Axiata akan fokus pada mobile digital activity, Link Net sebagai pemain besar di area fix broadband dengan cakupan Indonesia, Hypernet akan fokus ke arah value added dari kebutuhan end-user tersebut,” ujar Apin di acara peluncuran Lyft pada 14 Juni 2023 lalu di Jakarta.

        Baca juga: Link Net dan Hypernet Technologies Luncurkan Brand Lyft untuk Percepat Transformasi Digital

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Nadia Khadijah Putri
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: