Transfer pricing yang merupakan mekanisme penentuan harga transaksi antara entitas terkait dalam satu grup perusahaan, telah menjadi aspek sentral dalam perpajakan baik nasional maupun internasional.
Banyak terjadi, entitas dalam satu grup perusahaan terutama yang beroperasi di berbagai yurisdiksi dengan peraturan perpajakan yang berbeda, melakukan penentuan harga transaksi yang tidak wajar dan dapat digunakan untuk mengalihkan laba dan mengurangi beban pajak.
Baca Juga: Kongres Tingkatkan Pajak Kripto bagi Warga Brasil yang Tinggal di Luar Negeri
Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memegang peranan penting untuk memastikan transfer pricing sesuai dengan harga pasar yang adil guna mengatasi penghindaran pajak, sebagaimana ditentukan oleh peraturan perpajakan
Dalam webinar bertajuk "Transfer Pricing Update" yang diadakan oleh RSM Indonesia pada 10 Agustus 2023, Partner Tax RSM Indonesia, Salil Goyal, menyampaikan terdapat tiga jenis adjustment (koreksi) atas transfer pricing, yakni primary adjustment (koreksi primer), secondary adjustment (koreksi sekunder), dan corresponding adjustment (koreksi lanjutan).
Dalam penerapannya, koreksi sekunder dan koreksi lanjutan banyak memiliki tantangan potensialnya masing-masing.
"Aktivitas secondary adjustment ini cukup rumit, tetapi saat ini telah diimplementasikan di Indonesia dan perlu perhatian khusus," ungkap Salil.
Sebagai catatan, ketentuan mengenai secondary adjustment di Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor. 22/PMK.03/2020 lalu diberikan penegasan kembali dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022. Selisih harga transfer perusahaan afiliasi dengan harga wajarnya (arm’s length price) pun dianggap sebagai bentuk pembagian laba atau dividen tidak langsung.
"Beberapa topik yang menjadi tantangan potensial dan menjadi perhatian dalam penerapan secondary adjustment di antaranya terkait primary adjustment atas harga penjualan, primary adjustment atas expenses, primary adjustment atas PPh, penerapan General Anti-Avoidance Rule (GAAR), bagaimana jika corresponding adjustment diterima oleh negara lain? Dan apakah ketentuan pemotongan pajak atas dividen berlaku untuk tanggal jatuh tempo dan akibatnya ketidakpatuhan dan penalti berlaku?" tutur Salil.
Baca Juga: Sinergi Dinamis Konsultindo dan DJP Gelar 'Tax Talk' Isu Terkini Perpajakan
Sementara itu, dalam lingkup corresponding adjustment, salah satu isu yang penting diperhatikan menurut Salil adalah terkait apakah negara lain akan menerima karakterisasi dividen dari Secondary Adjustment yang diterapkan oleh Indonesia.
"Berbagai isu atau tantangan potensial ini memungkinkan munculnya risiko atau sengketa pajak di kemudian hari. Sehingga, terutama pada aspek penerapan secondary adjustment di Indonesia, perlu mendapatkan perhatian lebih oleh berbagai pihak," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: